Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menggali Masukan dari Ormas Keagamaan

TPPHAM menemui sejumlah organisasi keagamaan untuk mendikusikan rumusan rekomendasi penyelesaian secara non-yudisial 12 kasus pelanggaran HAM berat. Mereka memiliki waktu lima hari ke depan untuk menuntaskannya.

27 Desember 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (TPPHAM) hingga kini belum menuntaskan tugasnya dalam mengupayakan penyelesaian secara non-yudisial 12 pelanggaran HAM berat masa lalu. Mereka masih menggali masukan dari organisasi keagamaan, meski batas waktu kerja tim ini akan berakhir dalam lima hari ke depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua TPPHAM, Makarim Wibisono, mengatakan tim sudah menemui sejumlah organisasi keagamaan untuk mendapat masukan dari mereka. Tim masih akan menemui Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar, di Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Jawa Timur, hari ini. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Malam ini (kemarin malam) ada pertemuan tim di Surabaya membahas laporan dan rencana pertemuan selanjutnya,” kata Makarim, Senin, 26 Desember 2022. “Besok (hari ini) tim masih akan menemui PBNU. Ini yang terakhir.”

Sebelum menemui PBNU, TPPHAM berdiskusi dengan Pengurus Pusat Muhammadiyah, Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), dan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin). Mereka juga sudah menemui Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, serta Ikatan Keluarga Korban Orang Hilang Indonesia (IKOHI).

Makarim belum bersedia merinci rumusan rekomendasi yang disodorkan TPPHAM kepada sejumlah ormas dan lembaga. Alasannya, tim masih membahas rumusan rekomendasi tersebut. “Masih tetap mengenai pemulihan dan pencegahan,” katanya.

Ia mengatakan laporan tim akan terus diperbarui sebelum diberikan kepada ketua tim pengarah, yaitu Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. Hasil kerja tim akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo paling lambat pada 31 Desember 2022.

Jokowi membentuk TPPHAM tiga bulan lalu. Tim ini ditugasi merumuskan penyelesaian secara non-yudisial terhadap semua pelanggaran HAM berat temuan Komnas HAM sebelum 2020. Tercatat ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang sudah dituntaskan penyelidikannya di Komnas HAM dan berkasnya telah diserahkan ke Kejaksaan Agung.

Adapun pelanggaran HAM berat itu meliputi peristiwa 1965-1966; penembakan misterius pada 1982-1985; peristiwa Talangsari, Lampung (1989); peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II (1998-1999); kerusuhan Mei 1998; dan penghilangan orang secara paksa (1997-1998). Lalu peristiwa Wasior dan Wamena, Papua (2002-2003); pembantaian dukun santet di Banyuwangi, Jawa Timur (1999); peristiwa Simpang KAA, Aceh (1999); peristiwa Jambu Keupok, Aceh (2003); peristiwa Rumah Geudong, Aceh (1989); dan Kasus Paniai, Papua (2014). 

 

Mahasiswa yang tergabung dalam Papua Itu Kita berunjuk rasa ihwal peristiwa Paniai di depan gedung Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2015. TEMPO/Imam Sukamto

Kasasi untuk Kasus Paniai

Kejaksaan Agung mengajukan kasasi atas vonis bebas tersangka kasus Paniai, Mayor Infantri (Purnawirawan) Isak Sattu. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, mengatakan lembaganya sudah mengirim permohonan kasasi beberapa hari lalu.

Pengadilan Negeri Makassar yang menyidangkan kasus Paniai menerima memori kasasi kejaksaan pada 21 Desember 2022. Dua pekan sebelumnya, Pengadilan Negeri Makassar membacakan vonis bebas terhadap Isak Sattu.

Isak merupakan terdakwa tunggal dalam peristiwa berdarah di Paniai, Papua. Peristiwa ini berawal dari adanya aksi pemukulan oleh anggota TNI terhadap pemuda di Paniai pada 7 Desember 2014. Warga setempat memprotesnya dengan berunjuk rasa di Lapangan Karel Gobay, dekat kantor Kepolisian Sektor Paniai Timur dan markas Komando Rayon Militer Enarotali. Ketika situasi memanas, prajurit TNI diduga menembak ke arah demonstran, yang mengakibatkan empat orang tewas dan 21 orang terluka.

Pihak keluarga korban peristiwa Paniai menyesalkan vonis bebas tersebut. Pendamping keluarga korban, Yones Douw, mengatakan kasasi Kejaksaan Agung tidak akan berguna karena hanya akan menyeret satu terdakwa. “Meskipun nanti Mahkamah Agung menjatuhkan vonis 20 tahun, kami menganggap kasus ini belum selesai,” kata Yones.

Menurut Yones, keluarga korban menginginkan, selain pelaku di lapangan, keempat komandan dari empat kesatuan yang terlibat insiden tersebut diadili di pengadilan HAM. Ia pun meminta Kejaksaan Agung dan Komnas HAM menyelidik ulang peristiwa tersebut.

“Pihak keluarga juga menolak bentuk penyelesaian non-yudisial yang ditawarkan pemerintah,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, mengatakan penyelidikan kasus Paniai perlu dimulai lagi dari awal. “Seharusnya yang dilakukan Kejaksaan Agung bukan melakukan kasasi, melainkan memeriksa dan menyelidiki ulang dari awal bersama Komnas HAM dan korban,” kata Julius.

Menurut dia, banyak kejanggalan dalam proses pengadilan kasus Paniai. Misalnya, unsur komando tak disinggung dalam dakwaan hingga tuntutan jaksa penuntut. “Padahal hal itu merupakan salah satu titik krusial kasus pelanggaran HAM Berat,” katanya.

Julius juga menegaskan bahwa keluarga korban menolak penyelesaian secara non-yudisial. Sebab, keluarga korban menghendaki kasus pelanggaran HAM berat itu diusut secara tuntas.

ILONA ESTERINA PIRI | ROSSENO AJI NUGROHO
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus