Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPU mengusulkan perubahan format debat calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilu 2024.
Regulasi tentang debat antarkandidat diatur dalam undang-undang.
Debat antarkandidat penting untuk mengetahui kualitas calon.
JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum mengusulkan perubahan format debat calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilu 2024. Usulan itu muncul setelah KPU menggelar rapat bersama tim pemenangan capres-cawapres pada 29 November lalu. Rapat itu secara khusus membahas tentang tema dan isu strategis dalam debat capres-cawapres nanti. “KPU baru berencana (mengubah skema debat) dan itu perlu digarisbawahi,” kata komisioner KPU, Idham Holik, kemarin. “Dalam beberapa hari ke depan, kami akan mengadakan rapat koordinasi kembali dengan tim kampanye untuk membahasnya.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Idham mengatakan rapat koordinasi akan kembali dilaksanakan untuk mendapat masukan mengenai skema debat. Skema debat ini mengacu pada Pasal 277 Undang-Undang Pemilu dan Pasal 50 Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye. Kedua regulasi itu mengatur bahwa selama masa kampanye bakal dilakukan lima kali debat capres-cawapres. Rinciannya, tiga kali debat calon presiden dan dua kali debat calon wakil presiden. “KPU perlu mendengar lagi masukan dan tanggapan tim kampanye dalam melihat peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisi Pemilihan Umum memberikan keterangan pers perihal Pemilu 2024 di kantor KPU, Jakarta, 28 November 2023. ANTARA/Hafidz Mubarak A.
Adapun usulan debat pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada pemilu kali ini mendapat sorotan lantaran berbeda dari pemilu sebelumnya. Pada Pemilu 2014, misalnya, KPU telah memodifikasi pelaksanaan penyelenggaraan debat dengan komposisi dua kali debat dengan kehadiran pasangan calon atau lengkap, dua kali debat khusus capres, dan satu kali debat khusus cawapres.
Sedangkan pada Pemilu 2019, debat juga terlaksana lima kali dengan skema dua kali debat antar-pasangan calon, dua kali debat antarcalon presiden, dan satu kali debat antarcalon wakil presiden. Sementara itu, untuk Pemilu 2024, KPU mengusulkan seluruh debat dihadiri pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Adapun usulan tersebut berasal dari Nihayatul Wafiroh, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang menjadi pendukung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. “Ide awalnya, pasangan capres-cawapres bisa selalu dihadirkan dalam seluruh rangkaian debat,” kata Nihayatul. “Namun bukan menghilangkan debat cawapres.”
Menurut dia, kehadiran capres-cawapres dalam setiap agenda debat adalah penting. Namun, dalam rapat, KPU tidak memberikan keputusan soal usulannya itu. Rapat hanya menyepakati tanggal dan lokasi debat yang seluruhnya berada di Jakarta. “Untuk format debat dan teknis lainnya, KPU menyatakan akan menggelar kembali rapat dengan seluruh tim pasangan calon,” ujarnya.
Komisi Pemilihan Umum, kata Nihayatul, telah meminta masukan secara tertulis dari setiap pasangan calon. Kubu Anies-Muhaimin pun telah memberi saran tertulis yang isinya mengubah usulan debat dengan komposisi dua kali debat antar-pasangan calon, dua kali debat antarcalon presiden, dan satu kali debat antarcalon wakil presiden. “Dalam surat itu, kami secara jelas tetap mengusulkan adanya debat calon presiden.”
Kubu Prabowo Tak Mementingkan Debat
Dalam rapat pertama antara KPU dan tim pemenangan, kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka meminta format debat hanya dalam bentuk pemaparan dan pendalaman dokumen visi-misi. Artinya, format debat hanya melibatkan tanya-jawab antara pasangan calon dengan moderator dan panelis serta menghilangkan sanggahan antar-pasangan calon secara keseluruhan.
Berdasarkan catatan Nihayatul, kubu Prabowo-Gibran mengajukan usul itu karena menganggap debat dengan format lama akan menghabiskan banyak waktu. “Jadi, tim Prabowo-Gibran hanya mau pemaparan visi-misi, bukan debat,” ucapnya.
Juru bicara tim kampanye Prabowo-Gibran, Herzaky Mahendra, mengatakan kubu mereka memang mempertanyakan konsep debat capres-cawapres. Karena itu, mereka mengusulkan debat antarcalon diganti dengan sosialisasi visi dan misi saja. “Kami memang mempertanyakan karena waktunya pendek,” katanya. “Memang cukup menyampaikan ide atau debat dalam waktu 1-2 jam?”
Pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, berjabat tangan dengan pasangan capres-cawapres nomor urut 03, Ganjar Pranowo- Mahfud Md., saat pengundian serta penetapan nomor urut capres dan cawapres di kantor KPU, Jakarta, 14 November 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Herzaky menegaskan, pasangan Prabowo-Gibran siap menghadapi skema debat dalam format apa pun, baik sendiri maupun berpasangan. Apalagi jagoannya, terutama Prabowo, merupakan calon presiden yang mempunyai pengalaman langsung dalam berdebat pada kontestasi pilpres. “Kami menyayangkan ada calon yang hanya maunya debat, tapi tidak bertemu dengan masyarakat,” ujarnya. “Debat bukanlah kunci kemenangan.”
Seorang anggota tim pendukung Prabowo-Gibran mengatakan secara garis program kerja mereka sesungguhnya adalah melanjutkan kinerja Presiden Joko Widodo. Apalagi hasil survei internal Prabowo-Gibran menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat atas pemerintahan Jokowi sangat tinggi, yaitu di atas angka 60 persen. “Sehingga kami tidak perlu bersusah-susah adu gagasan. Sebab, konsep kami adalah melanjutkan program Pak Jokowi,” ujarnya.
Seorang legislator Gerindra menguatkan informasi tersebut. Ia mengatakan tim kampanye dan tim relawan di lapangan dianjurkan tidak menghabiskan waktu kampanye dengan memaparkan visi-misi Prabowo-Gibran. Sebab, cara itu dianggap tidak efektif. Mereka cukup mensosialisasi pasangan Prabowo-Gibran sejenak, lalu menghibur peserta kampanye. “Lebih kena sosialisasi dengan konsep hiburan,” ujarnya.
Menurut dia, tim kampanye nasional Prabowo-Gibran berupaya mengkapitalisasi Gibran agar semirip mungkin dengan Jokowi—ayah Gibran. Sebab, kapasitas Wali Kota Solo itu sulit disepadankan dengan rival-rivalnya. “Pembawaan Gibran akan seperti Jokowi yang tidak banyak ngomong,” kata dia. “Gibran juga akan dibiarkan diidentikkan dengan istilah ‘bocil’, tapi dibuat semirip mungkin dengan bapaknya.”
Mengukur Kualitas dari Debat Antarkandidat
Juru bicara TKN Ganjar-Mahfud, Cyril Raoul Hakim, mengatakan sesi debat calon wakil presiden diperlukan untuk melihat kualitas dan gagasan para calon wakil presiden. Calon wakil presiden perlu dieksploitasi kualitasnya karena akan menjadi orang kedua di negara ini. “Bahkan bukan tidak mungkin bisa menjadi presiden bila presiden terpilih berhalangan tetap,” ucapnya.
Karena itu, kata Cyril, menghapus sesi khusus debat calon wakil presiden tanpa didampingi calon presiden akan menguntungkan Gibran yang dianggap paling kurang, baik itu dari sisi pengalaman di pemerintahan, kepemimpinan, literasi, kemampuan debat, maupun intelektualitas. Jika debat khusus calon wakil presiden itu dihilangkan, kata Cyril, yang paling rugi adalah rakyat Indonesia. “Karena hak mereka untuk dapat menilai secara utuh cawapres yang akan mereka pilih telah dirampas dengan meniadakan debat khusus calon wakil presiden tanpa didampingi calon presiden,” ucapnya.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini, mengatakan sejatinya formula debat telah diatur dalam Undang-Undang Pemilu sebanyak lima kali, yang meliputi tiga kali untuk debat calon presiden dan dua kali debat untuk calon wakil presiden. Pada dua pemilu sebelumnya, skema debat telah dimodifikasi. Namun esensi debat tetap terpenuhi, yaitu terdapat debat capres dan cawpares dalam dua kali debat yang diikuti pasangan calon baik capres maupun cawapresnya.
Pada dua pemilu sebelumnya, menurut Titi, polemik dan kontroversi tidak seriuh sekarang karena pada waktu itu modifikasi KPU didukung semua pasangan calon dan antara capres dan cawapres tetap ada debat khusus. “Jadi tidak menghilangkan sama sekali debat khusus antara capres ataupun cawapres, meski ada dua kali debat dilakukan secara berpasangan dan terdapat porsi yang sama-sama diberikan kepada capres dan cawapres,” ujar dia. “Jadi tetap ada perdebatan.”
Titi melihat modifikasi skema yang diusulkan KPU sekarang menjadi persoalan karena tidak lepas dari residu kontroversi pencalonan yang masih menyisakan kecurigaan terhadap pasangan calon lain, yakni Gibran Rakabuming Raka. “Kalau saja pada Pemilu 2024 tidak ada putusan MK dan putusan MKMK yang jadi polemik berlarut-larut, besar kemungkinan spekulasi soal format debat tidak akan ramai seperti sekarang,” ujarnya.
Apalagi, kata Titi, dalam situasi politik hari ini muncul kontroversi yang sangat luar biasa dalam pencalonan Gibran. Dengan demikian, KPU akan sangat rentan dipolitisasi atau dikaitkan dengan kepentingan politik tertentu. “Maka lebih tepat, proporsional, dan memberikan kepastian hukum jika KPU mengikuti apa yang telah menjadi ketentuan Undang-Undang Pemilu, yaitu debat lima kali dengan rincian tiga kali calon presiden dan tiga kali calon wakil presiden,” ujar dia “Atau seperti Pemilu 2014 dan 2019 dengan porsi menjawab pertanyaan berimbang antara capres dan cawapres.”
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu Kaka Suminta sependapat dengan Titi. Menurut dia, lebih baik KPU mengembalikan regulasi debat seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Pemilu dan PKPU Kampanye, dengan membuat debat khusus untuk calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah. “Tujuannya untuk menghindari dugaan KPU membuat aturan yang akan menguntungkan Gibran, yang selama ini dianggap menghindari debat,” ujarnya.
Persepsi publik bahwa Gibran menghindari debat, kata Kaka, karena putra sulung Presiden Joko Widodo itu beberapa kali tidak bisa memenuhi undangan uji publik yang diadakan organisasi masyarakat ataupun lembaga pendidikan. Salah satunya, Gibran tidak bisa menghadiri undangan dialog terbuka yang diadakan Pengurus Pusat Muhammadiyah pada 24 November lalu. “Biar tidak menimbulkan kecurigaan, lebih baik sesuai dengan undang-undang saja. Tiga debat capres dan dua debat cawapres,” ujarnya. “Sekarang nuansa berbeda karena hadirnya Gibran. Maka yang dijaga adalah keadilan pemilu dan persepsi publik.”
IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo