Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Utak-Atik Pembatasan di Rumah Ibadah

Kegiatan takbiran di masjid dibolehkan dengan syarat dihadiri 10 persen dari kapasitas.

12 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah mengubah larangan kegiatan di tempat ibadah menjelang perayaan Idul Adha.

  • Rumah ibadah tetap boleh dibuka, tapi terbatas bagi pengurusnya saja.

  • Pelaksanaan salat Idul Adha berjemaah ditiadakan di seluruh daerah yang menerapkan PPKM darurat.

JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri mengubah aturan pembatasan darurat Covid-19, khususnya kegiatan di rumah ibadah, hanya dalam tujuh hari. Kementerian Dalam Negeri awalnya mengatur penutupan kegiatan tempat ibadah selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat, dua pekan lalu. Lalu ketentuan ini diubah. Hanya kegiatan berjemaah yang dilarang di tempat ibadah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan penghapusan perintah penutupan rumah ibadah tidak dimaksudkan untuk membuka total seluruh aktivitas peribadatan. Ia mengatakan ketentuan PPKM darurat saat ini hanya mengatur pembatasan agar tak terjadi penularan di tempat beribadah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Agar tidak terjadi penularan di tempat ibadah, aktivitas peribadatan ditiadakan," kata Wiku.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan bahwa rumah ibadah tetap boleh dibuka, tapi terbatas bagi pengurusnya saja. "Pengurus masjid atau musala tetap dapat mengumandangkan azan sebagai penanda waktu masuk salat. Hal yang sama bisa dilakukan pengurus rumah ibadah lainnya," kata Yaqut. "Aktivitas peribadatan tetap dijalankan di rumah masing-masing."

Ia mengatakan, selain kegiatan reguler, pembatasan berlaku selama rangkaian kegiatan perayaan Idul Adha—yang jatuh pada 20 Juli mendatang—seperti takbiran, salat Id, serta pemotongan hewan kurban. Selanjutnya, pelaksanaan salat Idul Adha berjemaah ditiadakan di seluruh daerah yang menerapkan PPKM darurat.

Pada 3 Juli, pemerintah menerapkan PPKM darurat di Pulau Jawa dan Bali untuk menekan lonjakan wabah Covid-19. Keputusan pembatasan darurat ini tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021, tertanggal 2 Juli lalu. Dalam aturan ini, semua kegiatan di tempat ibadah ditiadakan.

Jemaah berdiri depan masjid Lautze yang tutup saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di Bandung, Jawa Barat, 2 Juli 2021. TEMPO/Prima Mulia

Pemerintah lantas mengubah aturan ini lewat Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021, tertanggal 9 Juli lalu. Instruksi terbaru ini hanya mengatur pelarangan kegiatan peribadatan berjemaah di tempat ibadah.

Pelarangan tersebut juga berlaku bagi 15 daerah di luar Pulau Jawa dan Bali yang menerapkan PPKM darurat mulai hari ini. Selain daerah yang masuk pembatasan darurat, pemerintah melarang salat Idul Adha berjemaah di daerah zona merah dan oranye. Status zona ini ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah dengan mengacu pada kriteria dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19.

Meski salat Idul Adha berjemaah ditiadakan, Kementerian Agama tetap membolehkan takbiran di masjid dengan syarat hanya diikuti 10 persen dari kapasitas ruangan. Lalu hanya warga berusia 18-59 tahun yang diperkenankan mengikuti takbiran.

Pemerintah juga mengatur pelaksanaan pemotongan hewan kurban. Pemotongan hewan kurban hanya dibolehkan di rumah pemotongan hewan ruminansia selama tiga hari, yaitu pada 21-23 Juli. Aturan ini dikecualikan untuk kegiatan pemotongan hewan kurban di area yang luas dan hanya dihadiri oleh petugas kurban.

Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia, Cholil Nafis, mengapresiasi keputusan pemerintah menghapus aturan penutupan rumah ibadah. Ia mengatakan kegiatan yang semestinya diantisipasi adalah aktivitas peribadatan yang menimbulkan kerumunan, seperti salat berjemaah. Selama ini, kata dia, masjid tak hanya melaksanakan salat berjemaah, tapi juga aktivitas lain, seperti azan dan memberi pengumuman lainnya ke publik.

Cholil mengatakan pemerintah semestinya memanfaatkan masjid sebagai sarana penanggulangan Covid-19 di tingkat komunitas. Tempat ibadah ini dapat diberdayakan untuk mengumpulkan infak, lalu menyalurkannya ke pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri.

"Dapat juga difungsikan sebagai posko. Jadi, masjid jangan ditempatkan sebagai obyek pengawasan, tapi juga subyek pengawasan," ujar Cholil.

Senada, Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad, mengatakan lembaganya telah mengimbau masyarakat untuk beribadah di rumah, melaksanakan salat Idul Adha di rumah, serta menyembelih hewan kurban di rumah pemotongan hewan.

Pembatasan ini, kata Dadang, harus konsisten diterapkan pada aktivitas lainnya, seperti tempat belanja maupun kegiatan bisnis non-esensial. "Pemerintah sampai warga di lingkungan harus mengawasi pembatasan ini agar berjalan baik," kata dia.

Anggota Dewan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Hermawan Saputra, mengemukakan bahwa pemerintah daerah harus mengawasi keputusan pembatasan kegiatan peribadatan di rumah ibadah tersebut. Lalu tokoh agama juga mesti meredam penularan wabah Covid-19 dengan jalan mengimbau warganya agar tetap beribadah di rumah. "Seluruh pengurus rumah ibadah, termasuk masjid, harus diajak bertindak secara aktif," kata Hermawan.

DEWI NURITA | ROBBY IRFANY
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus