Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Lolos Izin Halal Vaksin AstraZeneca

Analoginya seperti menanam pohon menggunakan pupuk kandang yang najis. Ketika pohon menghasilkan buah, buah itu tidak lantas menjadi najis.

22 Maret 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Vaksin Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) AstraZeneca akhirnya didistribusikan untuk digunakan dalam program vaksinasi Covid-19 pemerintah setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa. Majelis menyatakan terdapat kandungan babi dalam vaksin AstraZeneca. Namun, karena ada unsur kedaruratan dalam menangani pandemi, vaksin Covid-19 ini masih boleh digunakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami membuat fatwa itu berdasarkan laporan LPPOM MUI. Mereka melaporkan ada tripsin dari babi. Berdasarkan laporan itulah kami membuat fatwa bahwa vaksin AstraZeneca haram karena mengandung tripsin dari babi," kata Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Hasanuddin A.F., kepada Tempo, Ahad, 21 Maret 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal ini sekaligus menanggapi perihal klarifikasi pihak AstraZeneca yang membantah telah menggunakan unsur hewani dalam proses pembuatan vaksin mereka.

Hasanuddin mengatakan lebih mempercayai Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, dan Kosmetik (LPPOM) MUI karena sudah bekerja sama selama puluhan tahun menentukan halal atau tidaknya suatu produk. "Kami, Komisi Fatwa MUI, punya pedoman, punya standar sendiri tentang halal-haramnya suatu produk, termasuk obat-obatan, termasuk vaksin," kata dia.

Meski begitu, dia mengatakan, dalam mengkaji vaksin AstraZeneca, pendekatan yang digunakan MUI berbeda dengan pengkajian vaksin Sinovac. Pada vaksin Sinovac, MUI mengirim langsung utusannya ke lokasi produksi vaksin di Cina untuk menilai kehalalan vaksin tersebut. Sedangkan bagi vaksin AstraZeneca, kata Hasanuddin, MUI mengambil penilaian dari pertimbangan data-data yang diterima LPPOM.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan vaksin AstraZeneca tidak terkait dengan risiko pembekuan darah atau kejadian penggumpalan darah secara keseluruhan (tromboemboli) pada mereka yang menerima vaksin. Lembaga ini menyebutkan manfaat vaksin dalam penanganan Covid-19 lebih besar daripada risiko efek sampingnya. Atas dasar tersebut dan masih tingginya kasus virus corona di Indonesia, BPOM mengatakan pemberian vaksinasi mungkin dapat menimbulkan kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI), tapi risiko kematian akibat Covid-19 jauh lebih tinggi. Karena itu, masyarakat harus mendapat vaksinasi sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Dalam informasi produk vaksin AstraZeneca, BPOM mencantumkan peringatan kehati-hatian penggunaan vaksin pada orang dengan trombositopenia dan gangguan pembekuan darah. Vaksin AstraZeneca diterima di Indonesia melalui COVAX Facility. Vaksin itu diproduksi di Korea Selatan dengan jaminan mutu sesuai dengan standar persyaratan global untuk cara pembuatan obat yang baik (CPOB).

Epidemiolog dari Universitas Airlangga, M. Atoillah Isfandi, mengatakan ada tiga hal yang menjadi pertimbangan haramnya suatu vaksin. Pertama, bahannya mengandung sesuatu yang haram, atau dibuat dengan cara haram. Kemudian, proses pembuatannya melanggar aturan syariah, dan tidak jelas kemanfaatannya. Apalagi suatu produk menimbulkan mudarat yang jauh lebih besar. “Jadi, hukum haram tidak hanya dipandang dari kandungan bendanya, tapi juga dari proses maupun manfaatnya,” tutur dia, Ahad, 21 Maret 2021.

Atoilah menjelaskan bahwa soal tripsin babi yang digunakan dalam proses pembuatan vaksin AstraZeneca dilakukan pada proses awal penanaman untuk menumbuhkan virus pada sel inang. Setelah ditanam kemudian tumbuh, virusnya dipanen. Dalam proses itu, menurut dia, pada dasarnya tidak ada persentuhan lagi antara tripsin dan virus karena peran tripsin hanya dengan media tanamnya.

Untuk itu, menurut Atoilah, pada produk akhir vaksin Covid-19 AstraZeneca sudah tidak ada unsur babi sama sekali. “Analoginya seperti menanam pohon menggunakan pupuk kandang yang memiliki kandungan najis. Tapi, ketika menghasilkan buah, buah itu tidak lantas menjadi najis,” tuturnya.

Atoilah mengatakan sudah meminta konfirmasi ulang kepada pihak AstraZeneca. Hasil konfirmasi tersebut mengungkapkan bahwa AstraZeneca tidak melibatkan tripsin dalam proses pemisahan. “Tripsin itu hanya digunakan untuk media pembiakan. Jadi, menurut saya, vaksin ini lebih aman dan halal,” ujarnya.

Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, meminta masyarakat tidak ragu mengikuti vaksinasi Covid-19 dengan vaksin AstraZeneca. Menurut dia, MUI telah menetapkan vaksin AstraZeneca boleh digunakan meskipun mengandung unsur haram karena memanfaatkan tripsin babi dalam proses pembuatannya.

Selain itu, Nadia melanjutkan, penggunaan vaksin AstraZeneca telah disetujui di lebih dari 70 negara di seluruh dunia, termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, Oman, Mesir, Aljazair, dan Maroko. Di sisi lain, banyak dewan Islam di seluruh dunia telah menyatakan sikap bahwa vaksin ini boleh digunakan.

Menurut Nadia, vaksin AstraZeneca akan didistribusikan paling lambat pada Senin, 22 Maret 2021, untuk mempercepat program vaksinasi.

EKO WAHYUDI

#ingatpesanibu #cucitangan #pakaimasker #jagajarak

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus