Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Voli dan dor

Perkelahian antara pelajar bukan lagi sekedar perkelahian biasa. kini, mereka mempergunakan senjata api. anak pejabat ada yang terlibat. (pdk)

20 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA beberapa yang luka. Tapi tak ada korban jiwa. Berkelahi mungkin sudah menjadi bagian masa remaja -dalam pertandingan olahraga, misalnya. Dan itulah pula yang terjadi dalam pertandingan voli antara STM Gautama dengan SMAN VI, Jakarta, Selasa dan Rabu pekan lalu. Anak-anak STM itu merasa tersinggung, karena "sudah kalah diejek pula." Anak-anak SMA, sebaliknya merasa "diserang duluan, dan mereka brengsek, colek-colek cewek kita." Dasar remaja, beberapa hari kemudian suasana tenang kembali. "Namanya anak-anak. Masih terlalu terbawa emosi," kata Soebandio SH, Wakil Direktur SMAN VI kepada TEMPO "Tapi sekarang sudah selesai. OSIS kedua pihak sudah saling bertemu, sudah berjanji tak akan mengganggu ketertiban masyarakat." Tapi di Medan, peristiwa Kamis minggu terakhir September lalu di SMAN I sampai hari ini masih ditangani pihak kepolisiam Memang bukan sekedar perkelahian anak-anak biasa. Sebab terd-ngar pula suara "dor" sampai lima kali -- dan sebuah pistol colt 38, juga sebuah ciss kaliber 22 berhasil disita polisi. Lebih lagi Ny. Husna Muriyati, karyawan Bank Indonesia Cabang Medan yang waktu itu kebetulan berada di Jl. Teuku Cik Ditiro, jalan yang dihuni SMAN itu, menjadi sasaran tak disengaja dor-dor itu -- dan terpaksa masuk rumah sakit. Peristiwa nampaknya bermula dari kelas II IPA/4--yang kebetulan siswanya "semua cap lonceng, tak ada ceweknya," kata Hendra Yusuf, ketua kelasnya, anak Letkol Yusuf anggota DPRD Sum-Ut. Menurut ketua kelas tersebut, kejadian bermula sekitar Agustus lalu. Kelas itu menerima seorang murid baru pindahan dari SMA VI Jakarta. "Dia sok. Mentang-mentang dari Jakarta," katanya. Zainal Abidin Siregar, 18 tahun, anak baru di II IPA/4 itu, sudah sejak masuk ke situ sering berkelahi. Terakhir--yang mengawali peristiwa Kamis siang--dia bergumul dengan Jonni Simangunsong teman sekelasnya. Sehari sebelum ada "dor", kepala sekolah sudah mencoba mendamaikan mereka. Bahkan Zainal diminta menghadapkan orangtua atau walinya untuk menyelesaikan soal tersebut. Dia benar menghadap kepala sekolah hari itu, 27 September, bersama dua orang muda yang diaku sebagai walinya (orangtua Zainal sendiri di Jakarta). Tapi teman-temannya tahu benar bahwa dua orang muda tersebut anggota kelompok KORDOPA--nama radio non-RRI di Jl. Sriwijaya, Medan. Maka, meski perdamaian sudah disetujui di depan drs Sinaga, kepala sekolah, begitu keluar di halaman perkelahian tak bisa dihindari. Karena pihak Zainal hanya bertiga sementara lawan mereka hanyak, salah seorang "wali" Zainal tiba-tiba mengeluarkan sepucuk pistol. Dengan pistol di tangan, mereka bertiga selamat masuk ke mobil Fiat 131 oranye yang diparkir di jalan. Tapi justru waktu itulah mulai terjadi baku tembak,--dan Ny. Husna menjadi korban peluru salah alamat. Pihak mana yang mulai terlebih dahulu, masih dalam pengusutan. Gabungan Anak Pejabat Hari itu pula diadakan penggeledahan semua lokal SMA itu. Beberapa siswa yang diduga tersangkut, ditahan-termasuk Aidil Siregar, ketua OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) di situ. Awal Oktober, Zainal yang menghilang ditemukan polisi di Brastagi, sekitar 60 km dari Medan. Persamanya ditahan pula Agam Singarimbun, anak Mayor Singarimbun, yang di hari peristiwa tersebut mengemudikan Fiat 131 dan seorang pemuda lagi. Kini, setelah Aidil dipulangkan karena hanya diminta keterangannya, ada 11 orang ditahan di rumah tahanan Kampung Durian. Termasuk 3 pemuda yang waktu peristiwa terjadi ada di halaman sekolah, dan seorang anggota Resimen Mahasiswa USU Medan -- kakak salah seorang pelajar yang ditahan yang diduga melepaskan tembakan dari kompleks sekolah. Diduga pula dialah yang empunya salah satu senjata api yang disita. Kepada TEMPO Kadapol II Brigjen Montolalu menilai peristiwa itu "bukan lagi kenakalan remaja. Tapi sudah merupakan kejahatan yang harus ditindak tegas dan diajukan ke pengadilan." Dan yang akan diusut bukan saja perkelahian tersebut, tapi juga pemilik senjata apinya. Kepala sekolah sendiri tak bersedia memberi komentar. Dari SMAN VI, Jakarta, sekolah Zainal sebelum pindah ke Medan, didapat keterangan bahwa Zainal "dikeluarkan tidak dengan hormat karena sering membuat ribut." Wakil Direktur SMAN VI yang memberi keterangan itu pun mengeluh: "Masyarakat memang sulit. Kalau bekas anak sini bikin ribut, terbawa jelek juga sekolah ini." Tapi tercatat, dalam waktu tiga tahun ini saja SMAN VI Jakarta sudah terlibat tujuh kali perkelahian antar sekolah (dengan SMA Pangudi Luhur, SMAN IX, SMAN III dan STM Penerbangan). Susahnya kalau terlibat juga pemuda dari luar sekolah tersebut. Seperti peristiwa Medan itu: diduga merupakan kelanjutan perkelahian dua kelompok anak muda: KORDOPA yang sudah disebut dan GAP (Gabungan anak Pejabat)--3 bulan sebelumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus