Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pemerintah memutuskan tidak kembali menunda pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Presiden Joko Widodo menyatakan penyelenggaraan pilkada tidak bisa menunggu pandemi Coronavirus Disease 2019 berakhir karena tidak ada yang tahu kapan wabah ini akan selesai. "Karenanya, penyelenggaraan pilkada harus dengan protokol kesehatan ketat," kata juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman, kemarin.
Fadjroel menuturkan, pilkada akan tetap berlangsung pada 9 Desember mendatang. Jadwal ini sudah dimundurkan karena semestinya Pilkada 2020 berlangsung pada 9 September lalu. Menurut dia, pilkada pada masa pandemi tidak mustahil digelar. Ia mencontohkan negara-negara lain, seperti Singapura, Jerman, Prancis, dan Korea Selatan, yang menggelar pemilihan umum pada masa pandemi. "Tentu dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat," ujarnya.
Untuk mencegah penularan dalam tahapan pilkada, pemerintah mengajak semua pihak mematuhi protokol kesehatan. Fadjroel menyebutkan semua kementerian dan lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan pilkada sudah mempersiapkan segala upaya untuk menghadapi berbagai kemungkinan semasa wabah.
Keputusan Presiden untuk tetap menggelar pilkada bertolak belakang dengan desakan berbagai kelompok masyarakat. Sejumlah pegiat pemilihan umum menilai penyelenggaraan pilkada berpotensi menciptakan kluster penularan virus karena ada tahapan yang mengundang massa. Tahapan kampanye yang mengundang masyarakat dengan tatap muka, misalnya, dikhawatirkan menjadi sumber penularan virus.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan pilkada adalah momentum untuk memilih pemimpin yang mumpuni dalam menangani Covid-19 dan dampaknya. Jika pilkada ditunda hingga waktu yang tidak ditentukan, sebanyak 270 daerah akan kehilangan pemimpin yang definitif dan bakal dipimpin oleh pelaksana tugas.
"Ini momen untuk memilih pemimpin yang kuat, definitif, legitimate yang dipilih rakyat dan bisa memimpin penanganan Covid-19," ujar dia.
Meski begitu, Tito tidak menampik bahwa sejumlah tahapan pilkada berisiko menularkan virus corona. Ia mencontohkan, tahap pendaftaran pasangan calon yang berlangsung pada 4-6 September lalu. Dalam tahapan itu, beberapa pasangan calon mendaftar sambil diiringi oleh arak-arakan pendukungnya. Padahal KPU sudah menetapkan aturan untuk mencegah kerumunan.
“Perlu ada revisi peraturan KPU tentang teknis pelaksanaan tahapan pilkada,” katanya.
Desakan agar pemerintah menunda pelaksanaan pilkada disuarakan oleh Perkumpulan untuk Pemilihan Umum dan Demokrasi (Perludem). Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil meminta pemerintah memastikan keselamatan setiap warga negara. "Melaksanakan pilkada telah secara nyata mengancam keselamatan jiwa banyak orang," ujarnya.
Desakan senada juga diserukan oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. "Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaan pemilukada yang berpotensi menjadi kluster penularan Covid-19,” kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti.
Tak hanya dari kelompok masyarakat, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta pemerintah pusat mempertimbangkan usul penundaan pilkada. Sebab, jumlah kasus positif baru masih meningkat setiap hari. Jika pun pilkada tetap ingin dilaksanakan, ia meminta pemerintah mempertimbangkan kondisi setiap daerah.
"Ada yang ditunda, ada yang tetap jalan di tempat-tempat tertentu, tapi dengan pembatasan dan pelaksanaan protokol kesehatan yang sangat ketat," ucapnya.
EGI ADYATAMA | JAMAL A. NASHR (SEMARANG) | MAYA AYU PUSPITASARI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wabah Meluas, Pilkada Jalan Terus
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo