Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Wacana Nomenklatur Baru Kabinet Prabowo-Gibran untuk Tambah Jumlah Menteri, Bagaimana Aturannya?

Kabinet Prabowo-Gibran ditengarai akan gemuk, untuk mengubah aturan jumlah menteri harus ada nomenklatur baru. Bagaimana aturannya?

14 Mei 2024 | 09.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Setelah Komisi Pemilihan Umum atau KPU menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih pemenang Pilpres 2024, muncul topik perbincangan publik mengenai wacana penambahan nomenklatur kementerian dari 34 menjadi 40 di pemerintahan Prabowo-Gibran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wacana tersebut mendapat tanggapan dari berbagai pihak, termasuk dari pakar hukum tata negara. Yusril Ihza Mahendra, pakar hukum negara, mendukung jika presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menambah nomenklatur kementerian. Dia mengatakan penambahan itu bisa dilakukan dengan cara merevisi Undang-Undang Kementerian Negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dapat saja (nomenklatur kementerian) ditambah, tetapi dengan amandemen UU Kementerian Negara," kata Yusril dalam rilis resmi yang diterima pada Selasa 7 Mei 2024.

Di sisi lain, pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan penambahan jumlah kementerian akan melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

“Di Undang-Undang a quo diatur maksimal 34 menteri. Kalau mau menambah, harus mengubah dulu undang-undangnya,” kata Herdiansyah saat dihubungi Tempo, Selasa, 7 Mei 2024.

Herdiansyah menduga rencana menambah jumlah kementerian ini akan dilakukan melalui perubahan undang-undang. Sehingga aksi merangkul kelompok oposisi gencar dilakukan agar prosesnya lancar.

Apa itu nomenklatur dan peraturan mengenai jumlah menteri?

Dilansir dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, nomenklatur didefinisikan sebagai penamaan yang dipakai dalam bidang atau ilmu tertentu, tata nama, pembentukan tata susunan, atau aturan pemberian nama objek studi bagi cabang ilmu pengetahuan.

Dalam konteks wacana penambahan nomenklatur kementerian, hal ini merujuk pada peraturan yang mengatur jumlah menteri dalam satu kabinet kepemimpinan presiden. Peraturan tersebut tertulis dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara

Peraturan itu menyebutkan bahwa kementerian negara adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Kemudian, menteri negara adalah pembantu presiden yang memimpin kementerian.

Selanjutnya, setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Adapun, urusan yang dimaksud adalah urusan luar negeri, dalam negeri, pertahanan, agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, dan kehutanan. 

Selain itu, ada juga urusan peternakan, kelautan, perikanan, perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal. 

Pada Pasal 15 disebutkan bahwa jumlah keseluruhan kementerian paling banyak adalah 34. Kemudian, pada Pasal 19 disebutkan bahwa pengubahan sebagai akibat pemisahan atau penggabungan kementerian dilakukan dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.

Menyangkut konteks wacana penambahan menteri pada kabinet Prabowo-Gibran, Herdiansyah yang akrab disapa Castro menyebutkan Indonesia pernah memiliki kementerian gemuk di masa Presiden Sukarno. 

Sukarno membentuk Kabinet 100 Menteri untuk merespons krisis sosial, ekonomi, dan keamanan akibat perlawanan terhadap kepemimpinannya setelah Gerakan 30 September 1965. Tercatat ada 109 menteri dalam kabinet yang juga disebut Kabinet Dwikora II itu.

“Itu juga background-nya politik, terutama konflik 1965. Bukan analisis berdasarkan kebutuhan,” kata Herdiansyah.

Dia mengatakan kabinet gemuk ini akan memiliki konsekuensi boros dan tidak efektif. Sebab, kerja yang bisa dilakukan cukup satu kementerian justru dilakukan beramai-ramai. 

“Apalagi dipimpin orang-orang partai yang tidak kompeten di bidangnya pula karena pemilihannya berdasarkan bagi-bagi jatah,” kata dia.

MICHELLE GABRIELA  | EKA YUDHA SAPUTRA | HENDRIK YAPUTRA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus