Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Nusa

WALHI: PSN Waterfront Land Surabaya Cacat Ekonomi hingga Lingkungan

Walhi menyebut Waterfront Land adalah proyek reklamasi yang menyasar Kenjeran hingga Pantai Timur Surabaya

1 September 2024 | 20.32 WIB

Ilustrasi unjuk rasa penolakan Reklamasi. ANTARA FOTO
Perbesar
Ilustrasi unjuk rasa penolakan Reklamasi. ANTARA FOTO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur mendesak pemerintah membatalkan rencana Proyek Strategis Nasionl (PSN) Waterfront Land Surabaya. Mereka menilai bahwa proyek tersebut cacat dari segi ekonomi hingga lingkungan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Direktur Eksekutif Walhi Jatim, Wahyu Eka Setyawan mengatakan proyek tersebut mirip dengan reklamasi di PIK Jakarta dengan membuat pulau-pulau buatan. Sementara, Waterfront Land adalah proyek reklamasi yang menyasar Kenjeran hingga Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Permasalahan pertama yang akan terjadi adalah hilangnya mata pencaharian penduduk sekitar,” kata Wahyu kepada Tempo, Minggu, 1 September 2024.

Menurut Wahyu, proyek ini juga akan menjauhkan para nelayan dengan kampungnya. Akibatnya, para nelayan pasti akan pindah secara perlahan karena geraknya semakin terbatas.

Pada sisi lingkungan, proyek ini akan membutuhkan material dari darat atau laut. Hal ini juga memicu munculnya tambang-tambang ilegal seperti di Penanggungan, Kabupaten Pasuruan. “Begitu pun pengerukan di laut juga akan merusak ekosistemnya,” papar Wahyu.

Wahyu menjelaskan bahwa warga sekitar pernah mengajukan pembangunan tanggul untuk penahan ombak serta mitigasi banjir rob. Namun, tidak pernah disetujui pemerintah. “Malah masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam proyek Waterfront, justru dipaksa setuju,” ucap Wahyu.

Oleh karena itu, WALHI Jatim bersama masyarakat sekitar tegas menolak Waterfront Land. Sebab, proyek tersebut memunculkan problem ekosistem dan memutus mata pencaharian warga. Serta tidak sesuai dengan prinsip pencegahan perubahan iklim.

“Kalau ada tambang dan mengeruk daratan, berarti akan melepaskan karbon di udara. Ini tidak sesuai dengan prinsip net zero emission,” tandas Wahyu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus