Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyerahkan kepada masyarakat soal pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengenai presiden boleh memihak dan kampanye dalam pemilu. Ma’ruf mengatakan dirinya sendiri memilih tidak kampanye maupun memihak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya sejak awal sudah memposisikan diri untuk bersikap netral, tidak memihak,” kata Ma’ruf dalam keterangan pers usai rapat kepemudaan di Istana Wakil Presiden, Jakarta pada Kamis, 25 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ma’ruf menyampaikan penafian bahwa ucapannya ini bukan perbedaan sikap dengan Jokowi. Namun, soal pilihan itu adalah urusan rahasia. “Saya bilang saya netral. Perkara nanti pilihan saya, saya akan tuangkan nanti saja pada waktu tanggal 14 februari dan tidak boleh ada yang tahu,” katanya.
Dalam keterangan pers usai menyerahkan secara simbolis pesawat C-130 J-30 Super Hercules ke TNI di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Rabu, 24 Januari 2024, Jokowi mengatakan presiden boleh memihak dan berkampanye.
“Presiden itu boleh loh memihak. Boleh, tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” kata Jokowi, yang ditemani Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Di Pilpres 2024, Prabowo berpasangan dengan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
Jokowi mengatakan selain pejabat publik, dia pejabat politik. Mengenai konflik kepentingan, dia menyebut yang paling penting adalah tidak boleh menggunakan fasilitas negara.
Pernyataan Jokowi itu memicu reaksi kritis dari publik. Calon presiden dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, menyoroti inkonsistensi sikap Jokowi soal netralitas. Ia menyerahkan kepada pakar sekaligus publik langsung soal pandangan Jokowi.
"Karena sebelumnya yang kami dengar adalah netral, mengayomi semua, memfasilitasi semua," kata Anies saat ditemui di Kepatihan Yogyakarta pada Rabu, 24 Januari 2024.
Konflik Kepentingan dan Pelanggaran Etik
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nurhayati mengatakan sulit melihat Jokowi akan netral usai pernyataan soal keberpihakan presiden. Ia mengkhawatirkan segala sumber daya kekuasaan, anggaran, dan program saat ini, digunakan memenangkan anaknya, Gibran. "Abuse of power in election benar-benar terasa," kata Wakil Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pengurus Pusat Muhammadiyah itu melalui keterangan tertulis di aplikasi perpesanan, Rabu, 24 Januari 2024.
Istana mengatakan soal presiden boleh berpihak dalam pemilu banyak disalahartikan. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan Jokowi menyampaikan itu dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang menteri yang ikut tim sukses.
Ari mengatakan presiden merujuk aturan pasal 281, UU no. 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Ia menyebut apa yang disampaikan Jokowi bukan hal baru. “Presiden-presiden sebelumnya, mulai Presiden ke 5 dan ke 6, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya,” katanya.
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan Jokowi mungkin dapat mengacu ke Pasal 282 UU Pemilu, tapi sebenarnya ada Pasal 280, Pasal 304, sampai 307. Pasal-pasal itu membatasi dukungan dari seorang presiden dan pejabat-pejabat negara lainnya untuk mendukung atau membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon.
"Jelas pernyataan ini melanggar hukum dan melanggar etik," kata Bivitri saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Rabu, 24 Januari 2024.