Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Batam - Kepala BP Batam Muhammad Rudi berkunjung ke kampung Pasir Panjang, Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepri, Kamis, 21 September 2023. Dalam kesempatan ini, warga pun mempertanyakan soal kejelasan ganti rugi yang sempat disinggung oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kunjungan itu, Rudi datang bersama unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) lainnya. Rombongan itu membawa sembako mulai dari beras, mie instan, hingga telur. Pertemuan Rudi dan warga berlangsung di Masjid Nurul Sabil, Pasir Panjang, Pulau Rempang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kunjungan ini dilakukan dalam rangka sosialisasi rencana relokasi yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Dalam pertemuan tersebut, Rudi pun mendapat berbagai pertanyaan soal ganti rugi yang tak sesuai dengan nilai taksiran awal.
Azan, salah seorang warga Pasir Panjang, menyatakan bahwa awalnya rumah yang dia tempati ditaksir bernilai Rp 300 juta. Akan tetapi nilai itu menyusut setelah dilakukan pengukuran oleh pihak BP Batam.
"Kami sudah mendaftarkan paling dulu pak, jadi rumah kami ditaksir Rp300 juta an, tetapi setelah pengukuran selesai hasilnya keluar macam tidak sesuai, mungkin permasalahanya beda pengukuran dan penghitungan," kata Azan.
Warga pertanyakan soal lahan yang berada di wilayah HPK
Hal senada dinyatakan Diana. Dia menyatakan sudah mendaftarkan rumahnya untuk direlokasi, tetapi lahan miliknya yang berada di Hutan Produksi Konvesi (HPK) milik nenek moyangnya tidak bisa diberikan ganti rugi.
"Jadi tolongkan lahan yang di HPK dipertimbangkan, karena setiap tahun kami panen durian setiap tahun disitu untuk kebutuhan hidup," kata Dian.
Rio pun menyatakan hal serupa. Dia meminta lahan warga yang berada di HPK untuk dibebaskan. Rio juga menegaskan, akan pindah jika dana bantuan relokasi sementara dari pemerintah sudah cair.
"Kami yang mendaftarkan rumah sudah siap dipindahkan pak, kalau dana sudah dicairkan pak," kata Rio kepada Rudi.
Selanjutnya, warga juga yang mempertanyakan soal lahan di tepi pantai
Saliza, warga lainnya, mempermasalahkan lahannya yang berada di tepi pantai. Dia menyatakan lahannya itu tidak dilakukan pengukuran oleh pihak BP Batam.
"Kemarin saya dilakukan pengukura, tetapi lahan saya di pantai tidak diukur bapak, katanya tak aci (sah). Padahal itu sudah ratusan tahun pak milik kami, pasir pantainya juga bersih juga bapak, mohon penjelasannya," kata Saliza.
Jawaban Kepala BP Batam
Mendapatkan rentetan pertanyaan, Muhammad Rudi kemudian menyatakan memahami kesulitan warga di sana untuk menjalani relokasi. Menurut dia, semua orang pasti akan berat untuk meninggalkan kampung halamannya.
Dia pun menyatakan bahwa kewenangannya dalam hal ini terbatas sehingga tak bisa menyelesaikan seluruh masalah itu satu persatu. Dia mencontohkan soal lahan di tepi pantai. Menurut Rudi, hal itu bukan kewenangannya.
"Kalau tadi ada yang bilang lahan dipantai tidak diukur, itu bukan kewenangan kita, tetapi pantai itu kewenangan lembaga lain," kata Rudi.
Demikian juga dengan lahan masyarakat yang terletak di HPK. Menurutnya, persoalan lahan di HPK juga bukan kewenangan Rudi.
"Kalau saya ambil keputusan (soal HPK) itu beresiko kepada saya," kata dia.
BP Batam sebelumnya memberikan tenggat waktu hingga 28 September 2023 bagi warga untuk mengosongkan Pulau Rempang. Kawasan itu akan dibangun Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City. Proyek ini akan digarap oleh PT Mega Elok Graha (MEG), anak perusahaan Artha Graha Grup milik Tomy Winata.