Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tim Terpadu BP Batam semakin rajin mendatangi rumah-rumah penduduk untuk mensosialisasi rencana relokasi.
Mayoritas penduduk Rempang tetap menolak relokasi.
Pemerintah menyiapkan permukiman baru di Tanjung Banon.
JAKARTA – Kekhawatiran yang menyelimuti penduduk Pulau Rempang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau, belum padam. Sebab, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap melanjutkan rencana relokasi penduduk yang terkena dampak pembangunan Rempang Eco-City. Tim Terpadu semakin rajin mendatangi rumah-rumah penduduk untuk mensosialisasi rencana relokasi itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Atika, warga Kampung Sembulang Pasir Merah, mengatakan warga tak pernah menolak rencana pembangunan Rempang Eco-City. Namun mereka tetap menolak jika diminta pindah dari kampung kelahiran. “Kami tak mau tempat tinggal leluhur kami hilang,” ujar perempuan berusia 30 tahun itu, kemarin. “Kami akan tetap menolak direlokasi.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan pendirian itu, kata Atika, warga kompak tidak bersedia bertemu dengan tim terpadu. “Kalau mereka datang, kami usir,” katanya. Karena selalu ditolak oleh warga, orang-orang utusan BP Batam itu akhirnya mendekati sejumlah tokoh masyarakat. Padahal tokoh-tokoh tersebut, kata Atika, sema sekali tidak mewakili masyarakat Rempang.
Penegasan serupa disampaikan Rohimah, warga Kampung Cijantung. Menurut dia, upaya pemerintah mendekati tokoh masyarakat itu justru berpotensi melebarkan konflik. “Orang tua kami jangan dijadikan ujung tombak karena bukan mereka yang mengambil keputusan,” kata perempuan berusia 50 tahun ini.
Sejumlah warga melakukan doa bersama menolak relokasi di Kampung Pasir Panjang, Sembulang, Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, 28 September 2023. ANTARA/Teguh Prihatna
Rohimah mengatakan sejauh ini tim terpadu belum masuk ke kampungnya untuk mensosialisasi rencana relokasi. Sebab, untuk tahap awal, BP Batam memprioritaskan relokasi penduduk yang bermukim di Kampung Sembulan Tanjung, Sembulang Hulu, Pasir Panjang, dan Blonkeng. Pada tahap selanjutnya, ada 12 kampung yang akan dikosongkan secara bergiliran, termasuk Kampung Cijantung. “Makanya kemarin kami kompak menolak penyuluhan relokasi,” kata dia.
Menurut Rohimah, solidaritas itu terbangun karena mereka tak ingin rumah mereka hilang. Apalagi mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani dan nelayan. Bila mereka direlokasi, otomatis mata pencarian masyarakat akan hilang. “Tak ada jaminan masyarakat bisa mendapatkan pekerjaan mereka kembali setelah direlokasi,” ujarnya.
Untuk pembangunan Rempang Eco-City ini, pemerintah berencana merelokasi sekitar 7.500 penduduk di Pulau Rempang. Rempang Eco-City adalah kawasan industri, jasa, dan pariwisata yang digarap PT Makmur Elok Graha (MEG). Pemerintah mengklaim proyek ini akan menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada 2080.
Pulau Rempang memiliki luas sekitar 17 ribu hektare. Pada tahap awal, pemerintah akan membebaskan lahan seluas 2.000 hektare. Pembebasan lahan inilah yang ditentang oleh penduduk. Mereka menolak direlokasi karena di kawasan itu terdapat 16 kampung tua. Kericuhan pecah pada 7 September lalu ketika warga menghadang aparat hukum yang mengawal proses pengukuran lahan dan pemasangan patok. Insiden serupa terjadi empat hari berikutnya.
Warga menggunakan kendaraan roda empat melintas di dekat lahan yang rencananya dijadikan tempat relokasi warga di Tanjung Banon, Sembulang, Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, 27 September 2023. ANTARA/Teguh Prihatna
Konflik yang terjadi di Rempang itu mendapat sorotan. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia turun tangan langsung untuk bertemu dengan warga. Ia mengklaim sebanyak 322 dari 961 keluarga setuju direlokasi ke Tanjung Banun. Bahkan pilihan lokasi ke Tanjung Banun berasal dari usulan warga lantaran sebelumnya pemerintah merencanakan relokasi ke Pulau Galang.
“Jadi tidak benar kalau ada isu dipaksa-paksa. Awalnya iya, ada saudara kita dari aparat yang masuk. Tapi, setelah saya turun, enggak ada lagi,” kata Bahlil dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Jakarta, Senin kemarin.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengunjungi Tanjung Banun pada 29 September lalu. Menurut dia, sekitar 700 keluarga yang terkena dampak pembangunan Rempang Eco-City bisa ditampung di tempat itu. Ia menjamin janji pemerintah kepada penduduk akan dipenuhi. “Arahan Presiden, yang pertama tentu untuk kepentingan rakyat dan adil bagi rakyat,” katanya. “Kedua, agar masyarakat di sini nanti juga memperoleh sertifikat hak milik.”
Sebelumnya, penduduk yang direlokasi diberi janji akan mendapat satu unit rumah seharga Rp 120 juta dan tanah seluas 500 meter persegi. Sebagai jaminan, kata Airlangga, pemerintah berencana menerbitkan peraturan presiden (perpres). Dengan adanya perpres, janji-janji pemerintah kepada warga Rempang akan lebih kuat.
Posko Bantuan Hukum
Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Noval Setiawan, mengatakan saat ini di Rempang terdapat sembilan posko bantuan hukum. Posko ini dibentuk oleh Tim Solidaritas Nasional untuk Rempang yang beranggotakan sejumlah lembaga dan organisasi advokasi. Warga silih berganti datang ke posko untuk meminta nasihat hukum atau sekadar menyampaikan keresahan.
Sejumlah warga berada di posko pendaftaran relokasi di kampung tua Pasir Panjang, Sembulang, Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, 27 September 2023. ANTARA/Teguh Prihatna
Noval mencontohkan di Posko Tanjung Banon. Masyarakat tidak pernah diajak berbicara tentang rencana pemerintah untuk menjadikan Tanjung Banon sebagai tempat relokasi. Padahal, sebagai penduduk kampung, mereka berkepentingan untuk mendapat penjelasan tentang rencana itu. “Keresahan ini yang mereka sampaikan di posko,” katanya.
Direktur Eksekutif Walhi Riau, Boy Jerry Even Sembiring, meminta pemerintah membuka data warga yang bersedia untuk direlokasi itu. Sebab, semakin banyak masyarakat yang mengadu ke posko untuk menolak relokasi. “Kalau catatan kami, yang menerima direlokasi tidak sampai 300,” kata dia. “Kampung Sembulang Pasir Panjang ada 30 KK, Sembulang Hulu itu ada 20-an, lalu di Kampung Pasir Merah ada 10 KK. Kalau kami hitung, tidak sampai 100.”
Janji Pemerintah
Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, mengatakan pihaknya berupaya mendekati masyarakat secara persuasif. Sosialisasi telah dimulai saat launching program pengembangan kawasan Rempang KPBPB Batam di Jakarta oleh Menko Perekonomian pada 12 April lalu. “Kami juga didukung Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang beberapa kali hadir ke Rempang untuk meninjau rencana pengembangan kawasan Rempang dan bertemu dengan masyarakat,” kata Ariastuty.
Tidak hanya Menteri Investasi, dukungan juga diberikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala BPN Hadi Tjahjanto dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Dalam kunjungannya ke Batam beberapa waktu lalu, Hadi Tjahjanto memastikan masyarakat akan mendapat sertifikat hak milik.
Namun penerbitan sertifikat hak milik itu membutuhkan proses. Sebelum disertifikat hak milik, lahan akan diberi hak guna bangunan (HGU). “Setelah HGU selesai dan rumah selesai dibangun, baru BP Batam bisa memberikan rekomendasi penerbitan sertifikat hak milik,” ujarnya.
Hadi menambahkan, setiap keluarga yang terkena dampak proyek akan mendapat satu hunian baru tipe 45 senilai Rp 120 juta dengan luas tanah maksimal 500 meter persegi di Tanjung Banon. Permukiman itu nanti dilengkapi dengan fasilitas pendidikan, tempat ibadah, area dermaga pelabuhan ikan, fasilitas olahraga, dan pasar.
Hunian baru itu ditargetkan selesai pada 2024. Untuk sementara, masyarakat Rempang Galang akan mendapat hunian sementara secara gratis. Biaya hidup selama masa relokasi sementara itu sebesar Rp 1,2 juta per orang dalam satu keluarga. “Jika dalam satu keluarga terdapat lima orang, maka 5 dikalikan Rp 1,2 juta,” ujarnya.
Sementara itu, untuk masyarakat yang memilih tinggal di tempat saudara atau di luar dari hunian sementara yang telah disediakan, akan diberi tambahan biaya sewa sebesar Rp 1,2 juta per bulan. “Biaya hidup hingga biaya sewa hunian itu akan diberikan sampai warga benar-benar menempati hunian baru,” kata Hadi.
Ariastuty Sirait pun menegaskan, data warga yang menerima relokasi dapat dipertanggungjawabkan. Data itu didapatkan dari tim pendataan dan sosialisasi di lapangan di Pulau Rempang. “Kami pastikan data itu valid,” ujarnya.
HENDRIK YAPUTRA | ANDI ADAM FATHURAHMAN | ANDIKA DWI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo