Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEKAN ini, 8 September jam 20.30, dengan pesawat khusus seorang
Ilmu penting datang ke Indonesia. Dialah Menteri Luar Negeri
Perancis, Louis de Guiringaud, yang akan disertai 10 pejabat
tinggi pelbagai departemen dan wartawan. Di samping itu, 20
industrialis dan bankir Perancis akan bergabung dengan Menteri
di Jakarta.
Louis de Guiringaud, 67 tahun, mungkin orang yang tepat sebagai
utusan Perancis ke sebuah negeri berkembang seperti Indonesia.
Diplomat yang panjang karirnya ini aktif dalam tahap awal
pembicaraan yang disebut sebagai "dialog Utara dengan Selatan"
--antara negeri berkembang dengan negeri maju. Di tahun 1966 ia
Dutabesar untuk Jepang, setelah beberapa tahun lamanya
berhubungan dengan negeri-negeri di Afrika, misalnya sebagai
Duta besar di Ghana.
Menjelang kunjungan Menteri Luar Negeri itu ke Indonesia, TEMPO
meminta korespondennya di Eropa, Jusfiq Hadjar, mengajukan
serangkaian pertanyaan. Di bawah ini adalah hasil tanyajawab
itu: Akhir-akhir ini perhatian Pemerintah Perancis kepada
Indonesia terasa amat meningkat. Beberapa waktu yang lalu
Menteri Muda Urusan Perguruan Tinggi berkunjung ke negeri ini
dan beberapa bulan yang lalu Kepala Staf Angkatan Bersenjata
Perancis Jenderal Mery juga mengadakan kunjungan selama beberapa
hari ke sini. Dan sekarang ini Anda. Bisakah dijelaskan kepada
kami sebab perkembangan ini?
Perancis menaruh perhatian besar terhadap keseluruhan Asia
Tenggara. Karena Perancis menganggap daerah ini sebagai salah
satu yang terpenting di dunia pada akhir abad ini, mengingat
posisi geografisnya serta kemungkinan perkembangan ekonominya
yang tersendiri.
Terasa oleh Perancis, bahwa di daerah ini Indonesia memainkan
suatu peranan penting yang khusus, berkat tradisi-tradisinya,
jumlah penduduknya serta berkat kekayaan sumber alamnya -- semua
faktor yang menjamin kemajuan ekonominya dalam tahun-tahun
mendatang mulai dari hasil-hasil yang telah diperoleh.
Lagi pula Perancis menghargai kebijaksanaan serta kesederhanaan
politik luar negeri Indonesia yang bertujuan saling pengertian
serta perdamaian antara negara-negara di daerah itu dan
pemeliharaan hubungan baik dengan semua negara.
Ketika Presiden Suharto berkunjung ke Perancis di akhir tahun
1972, beliau telah mengundang Presiden Perancis untuk berkunjung
ke Kepulauan ini. Apakah undangan itu akan dipenuhi dalam waktu
yang dekat ini?
Presiden Republik Perancis pasti akan gembira dengan mengadakan
kunjungan ke Indonesia pada hari yang akan ditetapkan kemudian.
Di samping peningkatan hubungan antar Pemerintah ini, di bidang
ekonomi pun terlihat bahwa perhatian kaum pengusaha Perancis
bertambah besar kepada pasaran Indonesia. Pameran Ekonomi dan
Teknologi yang diadakan di Jakarta beberapa waktu yang lalu
adalah pameran yang terbesar yang pernah diorganisir oleh
Perancis di luar negeri. Dan modal Perancis pun sudah banyak
yang ditanam: perusahaan minyak Total adalah perusahaan
pengeboran minyak yang kedua pentingnya di Indonesia sekarang
ini. Tapi di bidang industri kegiatan modal Perancis masih amat
jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan negeri lain. Apakah
menurut pendapat Anda yang jadi penghalang masuknya modal
Perancis ke Indonesia?
Sesungguhnya penanaman modal Perancis di Indonesia masih
sederhana dan terbatas hanya pada beberapa sektor minyak tanah,
perkebunan dan kehutanan, obat-obatan serta industri-industri
kecil pengolahan.
Hal ini tentu saja harus dilihat dari akibat jauhnya letak
geografis dan akibat masa lalu yang kurang saling mengenal.
Sadar akan aspek-aspek hubungan ekonomi Indonesia Perancis ini,
kedua pemerintah, baik di Jakarta maupun di Paris, berusaha
untuk mengatasi keadaan ini. Demikianlah sejak 1973, telah
diputuskan suatu konvensi mengenai penggalakan dan perlindungan
terhadap penanaman modal, yang berlaku sejak 1975. Bukti lain
dari kemauan bersama ini dapat terlihat pada penandatanganan
suatu persetujuan dihapuskannya bea masuk ganda, yang akan
dilakukan pada saat kunjungan saya ke Jakarta.
Pemerintah Perancis bermaksud terus memberikan dorongan bagi
perkembangan penanaman modal Perancis di Indonesia. Hilangnya
hambatan-hambatan pokok bagi masuknya modal Perancis ke
Indonesia, saya kira, terletak pada usaha-usaha penerangan.
Terutama pada prospek inilah, pada kunjungan ini saya ingin
disertai oleh suatu misi perindustrian dan perbankan.
Meskipun demikian masih ada beberapa masalah yang
terkatung-katung yang hanya dapat menjadi rem bagi peranan modal
kuat dan yang akan saya sebutkan secara cepat: tidak mungkinnya
bank-bank Perancis membuka loketnya di Indonesia dengan tugas
penuh, kesukaran-kesukaran, terutama di bidang fiskal, yang
dijumpai oleh perusahaan-perusahaan Perancis tertentu. Masih
dalam rangka hubungan ekonomi antar kedua negeri ini.
Perkembangan perindustrian ringan di kawasan ini, memerlukan
pasaran di negeri-negeri maju seperti Perancis. Susahnya bagi
Indonesia adalah Masyarakat Ekonomi Eropa misalnya mendirikan
penghalang pabean yang mempersulit masuknya produksi negeri ini
ke negeri-negeri anggotanya. Dalam perundingan antara Asean dan
MEE nanti apakah Pemerintah Perancis akan menyokong pendapat
Menteri Kerjasama Belanda Jan de Koning yang menginginkan agar
bariere itu diturunkan?
Pertanyaan Saudara menyebutkan bahwa MEE telah memperkokoh
tembok-tembok tarifnya untuk membatasi ekspor barang hasil
industri dari negara-negara yang sedang berkembang.
Ini sebenarnya tidak betul. Sebaliknya, MEE telah membuka
lebar-lebar pasarannya untuk menerima hasil industri dari negara
yang sedang berkembang, sambil membebaskan secara besar-besaran
barang-barang tersebut dari bea cukai, dalam rangka perjanjian
preferensiil umum. Indonesia tercantum sebagai salah satu negara
yang mempunyai keuntungan karena sistim preferensi itu.
Pada segi lain, sesungguhnya benar bahwa dalam sektor tertentu,
yaitu sektor industri tekstil, krisis sangat gawat yang sedang
melanda perindustrian negara-negara anggota MEE menyebabkan MEE
telah mengajukan permohonan kepada Indonesia, supaya Indonesia,
seperti semua negara lain yang juga merupakan pengekspor
barang-barang tekstil, bersedia membatasi peningkatan ekspornya
ke pasaran MEE, sejak 1978 sampai 1982.
Perjanjian mengenai pembatasan sendiri yang telah diadakan pada
akhir 1977, telah berhasil menyesuaikan perkembangan ekspor dari
Indonesia dengan daya serap pasaran MEE, dan akan mempermudah
negara-negara anggota MEE, dalam usahanya untuk menyesuaikan
industrinya dengan perkembangan ekspor barang-barang tekstil
dari negaranegara yang sedang berkembang.
Saya sebenarnya tidak mengetahui tentang pernyataan Menteri
Kerjasama Negeri Belanda yang anda sebutkan. Tetapi saya ingin
sekali lagi menekankan bahwa sistim preferensiil umum tersebut
sungguh-sungguh merupakan manfaat besar, yang dapat ditingkatkan
setiap tahun, untuk negara-negara yang sedang berkembang.
Dan juga sambil mengemukakan ibahwa kesempatan yang disediakan
melalui sistim tersebut, tidak senantiasa dimanfaatkan
sepenuhnya oleh negara-negara yang memperoleh keuntungan karena
tarif-tarif preferensi itu. Inilah sebabnya mengapa MEE
meningkatkan usahanya agar supaya persyaratan dalam
mempergunakan sistim tersebut dapat dipahami sebaik-baiknya.
Kedatangan Anda sekarang ini bertepatan dengan saat-saat yang
krusial dalam perkembangan politik di kawasan Asia Tenggara
negeri-negeri Indochina dengan negeri-negeri Asean. Vietnam
kabarnya malah mengusulkan perluasan Asean dengan negara-negara
yang terletak di Semenanjung Indochina. Apakah Perancis yang
mengenal Indochina dan yang sekarang sedang meningkatkan
hubungan dengan Asean memainkan peranan dalam usaha pendekatan
ini?
Dan di waktu-waktu yang akan datang apakah negeri Anda akan
berusaha memainkan peranan dalam usaha meningkatkan hubungan di
antara kedua kelompok negara di Asia Tenggara ini?
Perancis berpendapat bahwa tanpa mengadakan campur tangan dalam
urusan-urusan negara ketiga, kami sudah berperanan
sebaik-baiknya dalam pendekatan dengan negara-negara Asia
Tenggara yang mempunyai sistim ketatanegaraan yang berbeda.
Sebagai negara pertama yang mendukung Deklarasi Kuala Lumpur
pada tahun 1971, yang menentukan pemibentukan suatu kawasan
damai bebas serta netral di Asia Tenggara, Perancis juga
mengemukakan kepada pemerintah masing-masing di Asia Tenggara,
apapun pilihan ideologi mereka, sudah tentu akan bermanfaat bagi
semua negara di kawasan tersebut, kalau mereka berhasil
mengatasi perbedaan, menghapus rasa curiga antara mereka dan
mempertaruhkan segala sesuatunya untuk meningkatkan detente dan
pendekatan.
Menurut pendapat kami, perdamaian dan stabilitas di kawasan
tersebut akan dapat terjamin melalui kebijaksanaan semacam itu.
Dan tidak melalui terciptanya blok-blok militer yang saling
bermusuhan, yang gagasannya padahal telah berhasil dijauhkan
oleh negara-negara Asla Tenggara.
Hanya dengan memenuhi syarat-syarat tersebut, maka semua negara
kawasan itu, dalam suasana saling percaya dan saling
menghormati, akan berkesempatan untuk mengadakan hubungan
kerjasama, yang sesungguhnya akan memberikan fasilitas untuk
tercapainya tujuan: tujuan pokok pembangunan mereka
masing-masing.
Perancis berniat untuk terus mengemukakan pendapat tersebut pada
setiap kesempatan. Perancis menilai bahwa tindakan yang pernah
dilakukannya dalam bidang ini, sebenarnya bukan tidak berhasil.
Di samping peningkatan hubungan di bidang Pemerintahan dan
Ekonomi, kerjasama militer antar Indonesia dan Perancis juga
amat meningkat. Bukan hanya karena Jenderal Mery berkunjung ke
sini, tapi senjata Perancis semakin banyak dipakai oleh
Indonesia Roket Exorcet akan mempersenjatai kapal pemburu yang
sedang dipesan oleh Angkatan Laut Indonesia di Korea Selatan,
sedangkan helikopter Puma yang mempunyai versi militer sekarang
akan dibuat di Indonesia dengan lisensi Perancis. Masih akan
adakah kerjasama lain di bidang militer di waktu yang akan
datang? Memang, akhir-akhir ini Perancis telah membantu dalam
pembuatan dan penjualan beberapa alat yang seperti yang Saudara
utarakan.
Operasi-operasi lain yang sama, sifatnya tidaklah tertutup dan
akan dipelajari dalam rangka kebutuhan Indonesia dan kepentingan
industri Perancis.
Sejak bertahun-tahun Pemerintah Perancis telah mendidik para
ahli tenaga atom dari Indonesia. Apakah dalam masa yang akan
datang Pemerintah Perancis akan meningkatkan kerjasama ini
hingga membangun Pusat Pembangkit Tenaga Listrik Bertenaga
Atom kepada Indonesia?
Kerjasama nuklir antara Perancis dan Indonesia telah lama
berjalan, persetujuan kerjasama untuk pemakaian energi nuklir
untuk tujuan damai telah ditandatangani pada tanggal 3 April
1969. Kerjasama tersebut meliputi melatih ahli-ahli riset dan
teknik dan explorasi uranium. Itulah sebabnya pembangunan dari
Pusat Penelitian di Serpong oleh Pemerintah Indonesia telah
menarik perhatian Perancis berhubung para ahli dan firma
Perancis dapat turut serta dalam pembangunan tersebut. Besar
harapan kami bahwa pembicaraan yang sedang diadakan oleh COGEMA
mengenai exlorasi uranium yang kiranya dapat ditemukan bersama
dapat segera berhasil. Perancis memang berpengalaman banyak
dalam pembuatan Sentral Nuklir dengan air ringan dalam hal mana
Perancis dapat meneruskannya kepada Indonesia bila Pemerintah
Indonesia menghendaki hal itu untuk memperkembangkan Energi
Nuklirnya.
Pemerintah Perancis hingga sekarang selalu memberikan suara
abstain dalam forum internasional seperti PBB misalnya, mengenai
Timor Timur.
Sikap Perancis terhadap masalah Timor Timur belum dapat
dipastikan dalam sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
oleh karena kami belum mengetahui bagaimana persoalan itu akan
dibahas.
Yang dapat saya jelaskan di sini mengenai hal tersebut, ialah
bahwa dalam pertimbangan setiap segi dari hal tersebut, kami
tidak pernah mengabaikan pendapat Pemerintah Indonesia dan
selama kunjungan saya di Indonesia akan saya perhatikan
penjelasan yang ingin disampaikan oleh kolega saya.
Terima kasih atas perhatian TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo