Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

WO untuk Militer Senayan

16 November 1998 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI komisi mana perdebatan Sidang Istimewa MPR ini paling "hidup"? Jawabnya jelas, di Komisi A. Sumbernya pun jelas, ketetapan MPR (tap MPR) tentang pemilu yang mencantumkan kursi ABRI di DPR. Fraksi Bintang mati-matian berupaya mencabutnya. Persidangan Kamis malam itu buntu karena keempat fraksi lainnya: FKP, "FPDI", FUD, dan FABRI, berseberangan dengannya. Maka, disepakatilah untuk memutuskannya dengan voting. Tapi, persoalan muncul, bagaimana pemungutan suara itu dilakukan?

FPP memilih voting tertutup. Keempat fraksi lain menuntut model terbuka dengan berdiri. Maksudnya jelas, agar anggota fraksi tak ada yang mbalelo. Argumentasi PPP, menurut jubirnya, Alfian Dharmawan, adalah pasal 93 tentang tata tertib MPR, bahwa pengambilan keputusan tentang orang atau untuk hal yang dianggap penting dilakukan secara rahasia atau tertulis. Sementara itu, fraksi lainnya berpegang pada kesepakatan pimpinan fraksi sebelum SI MPR bahwa voting menyangkut materi dilakukan secara terbuka.

Upaya lobi tak membuahkan hasil. Semula, sidang menyepakati usulan FPP untuk menunda pengambilan keputusan. Tapi, tiba-tiba, Ketua DPP Golkar Akbar Tandjung memanggil Wakil Ketua FPP Muhammad Buang dan meminta agar sidang komisi tetap dilangsungkan.

Para anggota FPP segera mengadakan rapat intern. Desakan Akbar malah membulatkan tekad mereka untuk melakukan walk out (WO) malam itu juga. Menurut Buang, 90 persen anggotanya mendukung aksi itu. "Kalau begitu, ayo kita beli sekarang," kata salah seorang anggota. Akhirnya, pada saat Marwah akan memulai pemungutan suara, pada pukul 02.30 dini hari fraksi Bintang pun hengkang dari ruangan, diiringi sorak sorai "fraksi" wartawan, "Hidup PPP!" Selama ini, aksi WO memang baru dua kali dipakai di parlemen. Yang pertama terjadi pada 1973, dilakukan oleh FPP DPR ketika membahas RUU Perkawinan.

Namun ulah itu bikin gerah. Jumat siang, pimpinan DPP PPP sampai perlu mengadakan rapat khusus. Tampak hadir Ismail Hasan Metareum, Menteri Negara Investasi Hamzah Haz, dan anggota DPA Jusuf Syakir. Putusannya, "meminta" FPP menerima voting terbuka dalam rapat paripurna dan jangan sampai WO. Menurut sumber TEMPO, semula Hamzah Haz dan Jusuf Syakir malah berkeberatan untuk voting sekalipun. Ketika dikonfirmasi, keduanya tak bersedia menjawab. "Itu urusan fraksi," katanya.

Keputusan inilah yang disampaikan pada rapat intern FPP, setengah jam sebelum rapat paripurna. Beberapa anggota FPP jelas kecewa. Salah satunya Alfian, "Ini masalah substansi, tidak bisa ditawar-tawar." Tapi tekanan rupanya begitu besar. Menurut Jubir FPP Farid Hamzah, Pernyataan Ciganjur justru dijadikan senjata untuk menekan mereka. Tokoh-tokoh kritis saja mau berkompromi, masa FPP tidak? "Pernyataan itu membuat kita kehilangan kekuatan," katanya lesu.

Situasi yang makin panas di luar Senayan menjadi desakan tersendiri. Begitu pandangan akhir FUD selesai, Ketua FKP MPR Marzuki Darusman menginterupsi dan meminta SI dipercepat. Sidang pun diskors. Para pimpinan fraksi mengadakan rapat tertutup. Marzuki mendesak agar SI harus ketok palu sebelum magrib karena alasan keamanan. Tapi, Letjen Susilo Bambang Yudhoyono berkeberatan. "Saya setuju dipercepat, tapi jangan dengan alasan keamanan," tegasnya. Akhirnya disepakati supaya pandangan akhir masing-masing fraksi tidak lebih dari lima menit.

Kesepakatan ini dipatuhi "FPDI". Anehnya, Mayjen Zacky Makarim dari FABRI berpidato sampai hampir setengah jam. Waktu itu sudah pukul 17.40, lima menit sebelum magrib dan sidang harus diskors. Keganjilan itu, menurut sumber itu, menunjukkan bahwa FABRI berupaya mempertahankan jadwal untuk menghindarkan kesan bahwa SI MPR dipercepat karena situasi yang tidak aman. Ia juga menduga bahwa percepatan itu merupakan manuver FKP untuk memburu-buru pengambilan keputusan rantap pemilu yang masih menghadapi deadlock. Sehingga, tercipta situasi yang memojokkan FPP.

Akhirnya, FPP pun tak berdaya menolak voting terbuka, dan bisa ditebak, mereka kalah telak. Meski demikian, dari 122 orang anggota FPP, ada tiga orang yang teguh melakukan WO. Ghozali Abbas Adan dari Aceh menolak hadir karena merasa berdosa terhadap para korban operasi militer di Aceh. Sedangkan Alfian Dharmawan dan Maspar Rasyid hengkang dari ruang sidang sesaat sebelum voting dilaksanakan.

Karaniya Dharmasaputra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus