Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Gunungkidul - Posisi kelompok minoritas dan mayoritas acapkali menjadi jurang pemisah dalam kehidupan sosial. Padahal, setiap orang punya hak yang sama sebagai warga negara meski hidup berbeda dalam berbagai latar belakang, seperti keyakinan, budaya, status, hingga kemampuan, baik itu disabilitas maupun non-difabel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca: Lewat Kopi, Barista Difabel Berjuang untuk Setara
Solusi mengatasi perbedaan ini bisa dilakukan melalui pendekatan inklusif yang mengikutsertakan kelompok minoritas dan mayoritas dalam berbagai aktivitas secara bersama dan setara. "Salah satu caranya adalah lewat game inklusif," kata Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia atau PPDI Sleman, Doddy Kaliri di acara game inklusif menjelang penutupan Temu Inklusif 2018 di Desa Plembutan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Kamis, 25 Oktober 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Game inklusif melibatkan difabel dan non-difabel secara personal maupun dalam tim. Ada lima permainan inklusif yang digelar dalam acara tersebut, misalnya mewarnai, ketangkasan menggunakan kursi roda, kerja sama memindahkan karet gelang dari meja satu ke meja lain menggunakan sedotan, dan senam inklusif. "Aneka permainan ini akan membuat orang paham tentang apa itu inklusif," ucap Doddy.
Dalam lomba ketangkasan menggunakan kursi roda yang diikuti petugas Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat atau Bhabinkamtibmas Brigadir Suratno dan anggota Bintara Pembina Desa atau Babinsa Sersan Satu Muarif Isdiyono, misalnya. Mereka adalah petugas desa setempat yang non-difabel dan berusaha mengendalikan kursi roda dengan sekuat tenaga.
Brigadir Suratno dan Sersan Satu Muarif Isdiyono mengambil potongan-potongan styrofoam dari beberapa meja. Setiap potongan bertuliskan suku kata yang ketika disusun berbunyi 'temu inklusi 3'. Untuk mengambil dan menyusun bagian-bagian suku kata ke meja terakhir, mereka harus menggunakan kursi roda.
Petugas Babinsa dan Babinkamtibmas Desa Plembutan yang non-difabel tengah menguji ketangkasan menggunakan kursi roda dalam game inklusi di acara Temu Inklusi 2018 di Desa Plembutan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Kamis, 25 Oktober 2018. TEMPO | Pito Agustin Rudiana
Tampak keduanya kesulitan mengendalikan kursi roda, terutama saat hendak berbelok. Suratno dan Muarif baru pertama kali menggunakan kursi roda dan turut merasakan kesulitan mengoperasikannya. Suratno meyakini, setiap kekurangan yang dimiliki manusia akan menjadi kelebihan ketika berusaha sungguh-sungguh. "Dan melihat peserta difabel punya semangat tinggi jadi mendorong kami ingin punya semangat seperti itu," ucap Muarif.