Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

3 Menteri & Rumah Karjawan

30 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Harimau mati meninggalkan belang, kata pribahasa. Tapi di Departemen Agama, menteri-menteri jang pergi ternjata meninggalkan bencana bagi para karjawannja. Satu di antara peninggalan itu adalah ketidak-beresan sekitar perumahan karjawan Departemen Agama. Persoalan ini telah menjebabkan departemen itu digugat oleh sebuah perusahaan pemborong bernama Moni-satu di antara 8 pemborong jang memiliki piutang sebesar Rp 34 djuta kepada Departemen itu bawah Menteri Agama jang baru Mukti Ali.

Masalah ini rupanja berlandjut dengan keluarnja keputusan menteri nomor 19/1972 tanggal 1 Maret 1972 jang mentjabut kembali keputusan Menteri Agama sebelumnja (Moh. Dachlan) nomor 66/1969 dan nota dinas Menteri Agama tanggal 25 Djuni 1970 kepada Moch. Sjafe'i, Kepala Biro Peralatan/Perbekalan Departemen Agama. Dan malang pula bagi Sjafe'i, 3 hari setelah Mukti Ali menempati perumahan menteri di Jalan Gatot Subroto, dia dibebastugaskan.

"Padahal saja jang menguruskan rumah untuk Pak Mukti itu," gerutu Sjafe'i, lelaki berusia 49 tahun asal Garut dan katanja mempunjai anak 15 orang.

Kisah ini dimulai di tahun 1965 ketika keluar sebuah edaran jang menawarkan kepada karjawan Departemen Agama jang berminat membeli kapling jang sedang diusahakan di daerah Sunter, Djakarta Utara. Untuk itu kepada jang berminat diminta menjetor uang Rp 100.000 atau kurang-tergantung luas jang dikapling.

Achirnja berhasil terkumpul uang Rp 605.000.000 dari 2.272 orang karjawan. Itu semua terdjadi ketika Departemen Agama masih berada di bawah Sjaifuddin Zuhri. Tapi tanah jang didjandjikan tak kundjung diperoleh oleh jang berhak sampai achirnja Sjaifuddin Zuhri di tahun 1969 harus diistirahatkan dari kursi Menteri Agama dan diganti Moh. Dachlan, orang separtai djuga, NU.

Tapi pergantian menteri di Departemen Agama rupanja telah memperbaharui pula tekad para karjawan untuk mendapatkan kapling jang telah mereka bajar itu. Achirnja Menteri Agama jang baru tanggal 10 Djuli mengeluarkan keputusan nomor 66 tahun 1969. Keputusan itu pada pokoknja menjerahkan pelaksanaan urusan tanah bagi karjawan Departemen Agama kepada Sjafe'i, Kepala Biro Peralatan dan Perbekalan.

Sjafe'i mendapatkan pula satu nota dinas dari Menteri Dachlan bertanggal 25 Djuni 1970 dalam nota mana Menteri Dachlan menjebutkan "tidak berkeberatan saudara berhubungan dengan Bank-Bank untuk meminta bantuan/kerdjasama."

Berdasarkan mandat-mandat tersebut Sjafe'i pada tanggal 20 Djuli 1970 berhasil menandatangani kontrak dengan 10 pemborong untuk membangun perumahan karjawan Departemen Agama jang sedang diusahakannja. Pertengahan tahun 1971 kemarin 102 buah rumah telah berdiri di kompleks seluas 5 hektare di daerah Kedoja, 10 kilometer dari bunderan Grogol di tengah-tengah hutan rambutan dan nangka.

Sebelum dipetjat, konon Menteri Dachlan sendiri sudah pernah menindjau kompleks itu dan sang Menteri berkeliling dengan senjum-senjum puas. Tapi Dachlan sama sekali tidak senjum, malahan mungkin bengong ketika kemudian Sjafe'i datang menghadap dan melaporkan bahwa para pemborong sudah minta pembajaran sesuai kontrak. Menteri Dachlan mengingatkan pada "kekajaan Sunter" jang sudah dipindahkan di bawah penguasaan Sjafe'i. Mendengar itu Sjafe'i lebih-lebih daripada Menteri Dachlan bengongnja. "Djangankan uang, selembar buku tjatatan pun belum saja terima," kata Sjafe'i.

Ia rupanja telah lebih dahulu membangun daerah Kedoja, dengan djalan "memindjam", seperti dikatakannja. Semula Sjafe'i berhasil mengumpulkan uang Rp 10 djuta uang mana konon Rp 3 djuta dipindjam dari PD Waringin. Uang itu dipakainja untuk mengosongkan tanah di Kedoja.

PD Waringin bukan sembarangan mau memindjamkan uang sebanjak itu kepada Sjafe'i. Soalnja ia djuga termasuk di antara pemborong jang kebagian objek 30 buah vila dalam kontrak jang dibuat dengan Sjafe'i. Kontrak itu menjebutkan bahwa ia akan menerima pembajaran setiap kali ia menjelesaikan 5 buah vila.

Mendjawab pertanjaan mengapa ia mau mengutangkan uang dan membangun padahal belum ada pembajaran apa-apa, Direktur PD Waringin H. Faradj Faris berseru, "Bagaimana saja tidak akan pertjaja. Surat kontraknja disetudjui Menteri!" Katanja pula, "Lagi pula Sjafe'i selalu mengatakan 'demi Allah' untuk mejakinkan rentjana pembangunannja kepada saja."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus