Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Teror bom di Makassar salah satu dari sekian teror yang pernah terjadi di Indonesia
Di era Presiden Soeharto ada banyak peristiwa pengeboman, salah satunya pengeboman di Candi Borobudur.
Aksi pengeboman dilakukan oleh orang profesional
SEPASANG suami-istri, L dan YSF, melakukan bom bunuh diri di gerbang Gereja Katedral di Jalan Kajaolalido, MH Thamrin, Makassar, Ahad, 28 Maret 2021. Akibat ledakan itu, 20 petugas keamanan serta anggota jemaah gereja yang tengah beribadah mengalami luka-luka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Joko Widodo mengutuk aksi bom bunuh diri itu. Ia meminta agar kepolisian mengusut jaringan pelaku yang ditengarai merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) hingga ke akarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bukan kali ini saja teror bom di rumah ibadah terjadi. Pada era Presiden Soeharto, bom menghancurkan stupa-stupa di Candi Borobudur. Peristiwa itu direkam oleh reportase majalah Tempo berjudul "Ledakan Malam di Borobudur" yang terbit pada 26 Januari 1985.
Ledakan itu terdengar sepuluh menit setelah Suyono dan Triyanto mulai berpatroli. Kedua anggota satuan pengamanan Candi Borobudur (yang berjumlah 56 orang) itu terhenyak. Sumber ledakan tidak mereka ketahui. Cuaca gelap pukul 01.30 Senin 21 Januari lalu itu menghalangi penglihatan mereka.
Satu menit kemudian ledakan kedua terdengar. Kali ini terlihat kepulan putih di sisi timur Candi Borobudur. Kedua orang itu bergegas lari melapor ke pos induk. Secara beruntun, kemudian terdengar beberapa ledakan lagi. Ledakan terakhir, yang kesembilan, terdengar pada pukul 03.40, sepuluh menit setelah Kepala Kepolisian Resor Magelang, Daerah Istimewa Yogyakarta, tiba di tempat kejadian.
Tatkala para petugas naik ke candi, mereka menemukan pecahan batu berserakan di lantai dan tangga candi. Di sana-sini terlihat potongan tubuh patung Buddha tergeletak dengan kepala patah. “Ada sembilan dari 72 stupa di Candi Borobudur yang diperkirakan menjadi sasaran ledakan,” ujar Mayor Jenderal Soegiarto, Panglima Komando Daerah Militer (Kodam) VII/Diponegoro, yang sekitar pukul 08.05 tiba di candi dengan helikopter.
Tujuh stupa yang rusak terkena ledakan terletak di sisi timur. Tiga stupa di lantai 8, dua stupa di lantai 9, dan empat di lantai 10. Pukul 05.30, tim penjinak bahan peledak dari Bataliyon Zeni Tempur Magelang, yang terdiri atas tujuh orang dan dipimpin Kapten Mardjono, tiba di candi. Satu jam kemudian dua anggota tim Jihandak Kepolisian Daerah Jawa Tengah tiba.
Berembuk sejenak, kesembilan penjinak bom itu berdoa bersama, lalu memulai tugas mereka. Di teras pertama dan kedua, tim penjinak bom menemukan dua bom berupa batangan dinamit yang belum meledak. “Kami agak ragu mengambil dinamit itu, karena timer-nya tak begitu kelihatan,” tutur Mardjono.
Menurut Mardjono, pembuat bom itu cukup profesional. Si pembuat, misalnya, hanya memasang jarum kecil arloji Rotax yang dijadikan timer. Sersan Mayor Sugiyanto, anggota tim penjinak bom Brigade Mobil Polda Jawa Tengah, menjelaskan proses merakit satu perangkat bahan peledak itu membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Jadi perakitan 11 bom memerlukan waktu sekitar lima setengah jam.
Panglima Kodam Soegiarto mengimbau agar masyarakat tak terguncang karena peledakan itu. “Masyarakat hendaknya meningkatkan kewaspadaan dengan meningkatkan siskamling,” ujarnya. Siapa pelakunya? “Sejauh ini belum ada yang ditangkap,” Soegiarto menjawab. “Tapi aparat keamanan sudah mendapat gambaran para pelakunya.”
Melihat njlimetnya pekerjaan, diperkirakan pelakunya tidak sendirian. Mengingat kompleks candi ditutup pukul 18.00, Soegiarto memperkirakan pemasangan bom itu dilakukan pada malam hari. Peledakan Borobudur, candi Buddha yang dibangun Wangsa Syailendra sekitar abad ke-8, dengan segera mengundang kutukan. “Sungguh tindakan yang biadab,” kata budayawan Yogyakarta, Dick Hartoko.
Presiden Soeharto sendiri menganggap pelaku peledakan itu “orang yang tidak mempunyai kebanggaan nasional, karena Borobudur adalah monumen nasional, bahkan sudah menjadi monumen dunia”. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nugroho Notosusanto mengatakan tidak tertutup kemungkinan peledakan dilakukan kelompok teroris.
Pemerintah, menurut Nugroho yang mengutip penjelasan Presiden, sama sekali tidak berniat menjadikan Candi Borobudur tempat ibadah. “Sebab, bagi umat Buddha yang ingin beribadat, pemerintah telah menunjuk Candi Mendut.” Karena Borubudur bukan tempat ibadat, siapa pun dan penganut agama apa pun boleh berkunjung.
Penegasan Presiden ini dianggap perlu agar semua orang tahu prinsip pemerintah dalam menangani monumen tersebut. Kerusakan akibat peledakan itu cukup parah. Dari sembilan stupa (yang tersusun dari 2.692 blok batu), diperkirakan 60-70 persennya runtuh.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo