Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

Wabah Kolera

Selain diserang pandemi Covid, Indonesia pernah dikurung wabah kolera pada 1970-an.

26 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANGKA penularan Covid-19 kian melonjak. Menurut Kementerian Kesehatan, pasien virus corona bertambah sebanyak 20.575 orang pada Kamis, 24 Juni 2021. Jumlah kasus baru itu menambah angka pasien yang terserang virus corona di Indonesia sejak awal pandemi pada 2020 menjadi 2,053 juta orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwo, mengatakan jumlah infeksi Covid-19 di Indonesia melonjak belakangan ini karena masyarakat banyak hilir-mudik bersilaturahmi setelah Idul Fitri. “Peningkatan kasus corona selalu di setiap momen liburan,” kata Maxi, Rabu, 23 Juni 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain diserang pandemi corona, dunia pernah mengalami wabah kolera pada 1970-an. Puluhan ribu orang meninggal akibat terinfeksi bakteri Vibrio cholerae itu. Saat itu hampir semua negara kelabakan menghadapi wabah kolera, termasuk Indonesia, yang sudah menelan korban jiwa ribuan orang.

Kondisi gawat darurat itu tergambar dalam artikel majalah Tempo edisi 11 Maret 1972 berjudul “Melawan Kolera”. Artikel itu juga menceritakan keadaan ketika dunia menghadapi wabah kolera dan negara-negara berlomba-lomba mencari obat penyakit tersebut. Berikut ini isi artikelnya.

Setelah India, Indonesia adalah hinggapan empuk nomor dua bagi bibit-bibit kolera jenis wabah yang cukup banyak menghantarkan penderitanya ke makam. Tahun lalu jumlah mangsa kolera di negara pertama yang dicatat Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebanyak 89.930 orang, 11.915 di antaranya meninggal, sementara Indonesia memiliki jumlah 21.604 dengan korban meninggal 3.371 orang.

Dari seluruh dunia, untuk tahun 1971 itu ditemui angka 155.378 dengan jumlah kematian sebanyak 23.922 orang. Dan Afrika terbilang benua nomor dua setelah Asia yang masih banyak dihinggapi penyakit itu. Dari wabah yang pernah melanda benua hitam itu pada 1969, ditemukan jumlah kematian sebanyak 11.003 orang dari 65.352 orang yang terkena.

WHO menunjuk Nigeria dan Ghana sebagai negara yang paling banyak korban. Sementara itu, dari ratusan juta penduduk di Eropa, hanya 4 orang meninggal dari 96 orang mangsa kolera. Agaknya penyakit ini sudah banyak mengeruk otak para juru obat untuk menemukan resep penyembuhnya.

Di negara kita sendiri para dokter masih mengeluh-kesahkan daya tahan obat yang mereka suntikkan ke tubuh hanya mempunyai masa kebal selama 3 bulan. Namun wabah kolera yang baru-baru ini merenggutkan hidup sementara pengungsi perang India-Pakistan telah memperkuat alasan para ahli di Amerika Serikat untuk segera menyampaikan kabar baik bagi negara-negara yang masih sering kedatangan bibit wabah tadi, dari obat yang telah ditemukan dan pernah dicoba.

Resepnya agak sederhana: meminumkan air sebanyak mungkin kepada penderita, bersama-sama dengan campuran larutan garam, “baking soda”, dan “dextrose powder” (sejenis gula). Larutan itu ditelankan ke dalam tubuh penderita setelah dua-tiga jam dari mulai timbulnya gejala khusus penyakit ini, yaitu buang air besar (diarrhea) secara luar biasa.

Dari si empunya obat, ketepatan waktu ini selalu diperingatkan untuk mencegah gagalnya pengobatan. Dokter Thomas W. Simpson, Kepala John Hopkins University Medical Center di Kolkata, India, dan telah banyak mencobanya, meminta kepada para ibu agar langsung memberikannya kepada anak-anak yang menderita tanpa memerlukan pendidikan kedokteran khusus.

Dan konon kabarnya CPC International Inc Amerika, yang mengolah bubuk “dextrose” tadi, sedang berusaha agar cepat memasuki pasaran obat di Indonesia.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Erwan Hermawan

Erwan Hermawan

Menjadi jurnalis di Tempo sejak 2013. Kini bertugas di Desk investigasi majalah Tempo dan meliput isu korupsi lingkungan, pangan, hingga tambang. Fellow beberapa program liputan, termasuk Rainforest Journalism Fund dari Pulitzer Center. Lulusan IPB University.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus