Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, tepatkah sikap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang enggan menyerahkan hasil audit investigasi atas KPU kepada penegak hukum? (4-11 Mei 2005) | ||
Ya | ||
16.87% | 41 | |
Tidak | ||
79.42% | 193 | |
Tidak tahu | ||
3.70% | 9 | |
Total | 100% | 243 |
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan tak akan proaktif menyerahkan audit investigasi atas Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada Kejaksaan Agung. Alasannya, kata Kepala Biro Hukum dan Perundang-undangan BPK Djapiten Nainggolan, pemeriksaan terhadap KPU dilakukan atas permintaan DPR. Itu sebabnya, BPK hanya menyerahkan laporan hasil audit investigatifnya ke parlemen.
Padahal, sesuai dengan Pasal 14 UU Nomor 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK harus melapor ke penegak hukum jika menemukan unsur pidana. Dan juga, saat dipimpin Satrio Budihardjo Judono, BPK pernah menyerahkan hasil pemeriksaan investigasi kasus penyaluran bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atas permintaan DPR kepada kejaksaan secara bersamaan.
Ketua Komisi Hukum Nasional J.E. Sahetapy mengatakan, sikap BPK dalam menjalankan UU Nomor 15 Tahun 2004 itu bisa dibilang ambivalen alias mendua. Di satu sisi, dalam soal audit investigasi KPU, badan pemeriksa tertinggi itu hanya menyerahkan hasilnya ke parlemen dan tidak ke kejaksaan. Tapi, pada pemeriksaan lain, hasilnya diserahkan langsung ke kejaksaan. Ia menduga BPK ingin lebih hati-hati dalam menangani kasus tersebut. ”Karena saat ini BPK sudah menjadi sorotan masyarakat dan pers.”
Masyarakat agaknya percaya pada pernyataan formal BPK. Paling tidak, itu tecermin dari jajak pendapat Tempo Interaktif. Lebih dari dua pertiga responden menyatakan sikap BPK tidak tepat. Salah satu responden, Mei Foo, mengatakan bahwa sebagai auditor keuangan negara, BPK seharusnya segera menyerahkan kasus itu kepada penegak hukum yang punya kuasa untuk membersihkan segala korupsi bila menemukan kejanggalan. ”Apa pun alasannya, BPK tidak punya hak untuk menutupi hasil audit yang merugikan negara,” ujarnya.
Karena itulah, untuk mencegah terjadinya perbedaan tafsir, Sahetapy meminta Komisi Hukum Nasional mengkaji kembali UU BPK agar hasil pemeriksaan BPK bisa ditindaklanjuti oleh penegak hukum. Karena, dari hasil pengamatannya, kasus-kasus yang terjadi di masa lalu, banyak hasil pemeriksaan BPK yang tidak bisa ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung. ”BPK bilang ada indikasi pidana, tapi ternyata kejaksaan bilang nggak ada.”
Indikator Pekan Ini: Presiden Yudhoyono merasa pengungkapan kasus kematian aktivis hak asasi manusia, Munir, masih berjalan lamban. Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi mengemukakan hal itu dalam keterangan pers seusai pertemuan Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Munir dengan Presiden di kantor kepresidenan, Rabu pekan lalu. ”Presiden merespons dan masih merasa bahwa setelah sekian lama (pengungkapan kasus Munir) belum terlalu memuaskan hasilnya,” kata Sudi. Presiden, kata Sudi, meminta kerja sama antara TPF dengan instansi-instansi terkait lebih ditingkatkan dan diefektifkan agar diperoleh hasil yang lebih signifikan. Menurut Anda, apakah lembaga-lembaga terkait cukup mendukung upaya pengungkapan kasus kematian Munir? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo