Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

Dari Surabaya ke Jakarta lagi, Golkar menuju ke mana?

8 Desember 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Musyawarah Nasional Partai Golkar IX, yang digelar di Nusa Dua, Bali, pada 30 November-4 Desember 2014, berakhir antiklimaks. Aburizal Bakrie, yang pada awal banyak ditentang, akhirnya melenggang kembali menjadi ketua umum untuk periode kedua. Salah satu yang tak setuju Aburizal kembali memimpin adalah Agung Laksono, yang kemudian membentuk tim penyelamat partai bersama beberapa tokoh partai beringin lainnya.

Tak sekali ini Munas Golkar heboh. Majalah Tempo edisi 22 September 1973 juga menulis kisruh di tubuh partai beringin. Musyawarah yang digelar di Surabaya itu pada akhirnya juga berakhir antiklimaks. Hasil munas kala itu disebut lancar karena "semuanya telah disiapkan Jakarta".

"Mata dan telinga jutaan rakyat yang mempercayakan suaranya kepada Golkar dalam pemilihan umum yang lalu sekarang tertuju kepada musyawarah ini"—Presiden Soeharto, kepada Munas Golkar di Surabaya, 4 September 1973.

Musyawarah itu memang telah membikin Surabaya ramai. Hotel-hotel penuh, dari yang kelas hampir kambing sampai yang bertarif di atas Rp 5.000. Kereta api menuju Surabaya padat, sebagian besar terisi oleh peserta, peninjau, atau orang lain yang berminat mengikuti munas pertama dalam sejarah Golkar itu.

Tapi ternyata tak ada yang luar biasa. Mereka yang mengharapkan sesuatu yang dramatis akan muncul dari sana agaknya hanyalah orang yang belum tahu persiapan menjelang munas—persiapan untuk menghindarkan segala sesuatu yang mengejutkan.

Kehidupan politik di Indonesia selama beberapa waktu ini memang agak hambar bagi yang gemar ramai-ramai dan menyejukkan bagi yang lebih suka ketertiban. Atau menidurkan bagi yang suka ngantuk. Apalagi Golkar bukanlah partai politik yang di Indonesia beberapa tahun ini selalu mengalami sidang besarnya sebagai forum perbedaan yang tiga perempat telanjang. Golkar punya kelebihan: peranan ABRI dalam proses pertumbuhannya cukup langsung dan efektif, dan ABRI secara tradisional punya kecakapan organisatoris dan perencanaan di samping garis kepemimpinan yang kuat. Setiap perbedaan gampang dibikin jadi perbedaan mini.

Munas pun berakhir dengan sejumlah hasil. Laporan DPP setebal 186 diterima. Munas juga telah memutuskan AD/ART beserta program umum organisasi. "Rancangan tersebut sudah mengalami penggodokan yang cukup matang karena telah melalui proses pembahasan," kata Sekjen Golkar Sapardjo. Sedikitnya ada lima tingkatan pembicaraan, baik di tingkat pusat maupun daerah, dan kemudian baru rancangan keputusan dihadapkan dalam munas. "Di sini (munas) tinggal menyatakan menerima atau menolak rancangan tersebut," ujar Sapardjo. Dia menambahkan, "tidak ada koreksi secara prinsipiil", baik terhadap laporan DPP maupun rancangan AD/ART serta program umum organisasi.

Dalam penyusunan DPP baru pun prosesnya selancar yang lain. "Sampai tingkat tertentu, yakni dari sekjen ke atas," kata seorang peserta, "semuanya telah disiapkan dari Jakarta." Tiga formatur, Letjen Daryatmo, Drs Sumiskum, dan tokoh Golkar Surabaya Sugjanto, dapat menyelesaikan tugas dalam waktu 24 jam, menurut perhitungan waktu resmi, yang dalam kenyataannya mungkin kurang dari itu.

Kelancaran munas semacam itu toh tidak melenyapkan kesan bahwa Golkar sebenarnya belum lagi selesai dengan dirinya sendiri. Organisasi ini tumbuh dari keanekaragaman yang cukup ruwet mula-mula. Meskipun di sana-sini sudah mulai ditertibkan, fondasi Golkar sejak mula memang selalu menanti konsolidasi ide dan strategi yang lebih jelas.

Sampai tingkat munas pertama di Surabaya itu, yang disebut sebagai konsolidasi tampak sekali masih ditentukan oleh kehendak pimpinan—terutama dari kalangan ABRI—dan belum lagi merupakan konsolidasi yang merata di antara para peserta munas. Golkar masih tetap merupakan persatuan unsur, belum kesatuan paham kecenderungan. Perbedaan dan persaingan antara kelompok atau individu dalam kesatuan sebesar Golkar memang lumrah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus