Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

Ketika Pandemi Menghadang Haji

Kerajaan Arab Saudi meminta umat Islam menunda pelaksanaan ibadah haji hingga wabah Coronavirus Disease 2019 atau Convid-19 teratasi. Pembatasan haji akibat pandemi pernah beberapa kali dilakukan Arab Saudi.

4 April 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kerajaan Arab Saudi meminta umat Islam menunda pelaksanaan ibadah haji karena wabah corona.

  • Pembatasan umrah dan haji akibat pandemi pernah beberapa kali dilakukan.

  • Pada 1988, Arab Saudi mengeluarkan aturan pembatasan haji akibat pandemi meningitis.

HAWAR Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 membuat banyak pemerintah membatasi perjalanan masuk dan keluar negara mereka. Langkah pencegahan penyebaran wabah virus corona itu juga dilakukan pemerintah Arab Saudi. Pembatasan itu diiringi penghentian sementara layanan umrah sejak Februari lalu. Bahkan pada Rabu, 1 April lalu, Menteri Haji Saudi Mohammad Benten meminta umat Islam menunda pelaksanaan ibadah haji jika wabah corona belum teratasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setiap tahun, sekitar 2,5 juta muslim dari seluruh dunia mengunjungi Kota Mekah dan Madinah untuk melaksanakan ibadah haji. Kerumunan jutaan orang memang sangat berpotensi meningkatkan penularan Covid-19.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kerajaan Arab Saudi pernah beberapa kali melakukan pembatasan perjalanan umrah dan haji gara-gara pandemi. Saat penyakit kolera menghantui dunia pada 1892, ibadah haji dan umrah sempat dibatasi. Begitu pula ketika wabah meningitis menyerang dan menyebabkan sekitar 10 ribu anggota jemaah haji terinfeksi pada 1987. Satu tahun kemudian, Saudi memberlakukan kuota haji sekaligus memperketat aturan kesehatan bagi calon jemaah haji. Kebijakan itu pernah ditulis Tempo edisi 11 Juli 1988 dalam berita berjudul “Seandainya Ibu Hamil Menunda Haji”.

Hati Nyonya Luluk, 25 tahun, seperti diremas-remas. Aturan baru mewajibkan semua calon jemaah haji divaksin anti-meningitis. Masalahnya, Luluk sedang hamil lima bulan dan tidak boleh divaksin karena vaksin anti-meningitis bisa membahayakan janin dalam kandungan.

Bukan hanya Luluk yang bersedih karena mesti menunda keberangkatan ke Tanah Suci. Mahfud Madjaz, Kepala Urusan Haji Kota Madya Surabaya, mengatakan ada tujuh ibu hamil yang terpaksa dilarang berangkat. “Mereka banyak yang kaget dan tak percaya ada peraturan baru soal vaksinasi itu,” kata Mahfud. Bahkan ada pula calon haji di Surabaya yang sudah telanjur menggelar selamatan. Jika acara dibatalkan, ucap mereka, itu memalukan. Toh, akhirnya Luluk dan para ibu lain pasrah.

Saat wabah meningitis melanda Saudi pada 1987, banyak anggota jemaah haji yang meninggal. “Tahun lalu 40 jemaah kita meninggal,” ujar dokter Ginardi Darmadinata dari Dinas Kesehatan Kota Madya Bandung. Meski setahun berlalu, diperkirakan wabah itu masih ada di Saudi.

Gara-gara itu, pemerintah Saudi mewajibkan vaksinasi meningitis bagi semua jemaah haji. Bukti diri sudah divaksinasi adalah kartu kuning. Siapa yang tidak membawa kartu itu akan ditolak masuk sejak di Bandar Udara King Abdul Aziz, Jeddah.

Para ibu hamil tentu tidak diberi kartu kuning. Mereka dilarang divaksinasi. “Akibat reaksi imunologis pada vaksinasi, pertumbuhan sel janin bisa terganggu, atau berhenti sama sekali,” kata dokter Sjaifier Thaib, Kepala Bagian Neurologi Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung.

Semestinya para ibu hamil tidak perlu risau jika terpaksa menunda keberangkatan mereka ke Tanah Suci. Sebab, mereka digolongkan sebagai “tak mampu” naik haji. Karena berhalangan, mereka sementara tak wajib berhaji. “Salah satu syarat haji adalah kemampuan, atau keamanan,” tutur Ketua Majelis Ulama Indonesia Quraish Shihab.

Rasa aman yang dimaksud termasuk dari bahaya yang mengancam tubuh dan jiwa. Meski di zaman Nabi tidak ada larangan serupa, Quraish Shihab menyarankan wanita hamil menunda naik haji. “Kandungan itu lebih wajib dilindungi daripada haji, karena risiko terancamnya janin.”

Sementara itu, akibat wabah meningitis dan penyakit lain, banyak petugas kebagian repot di rumah sakit Arab Saudi. “Tiap tahun rumah sakit kami penuh jemaah haji,” ucap Abdul Latif H. Sallam, Kuasa Usaha Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta.

Sebagai pelayan dua Kota Suci, Mekah dan Madinah, menurut Abdul Latif, pemerintahnya berkewajiban menjaga ketenteraman jemaah haji. Termasuk keamanan mereka. Itu sebabnya, sejak 1988, Arab Saudi memberlakukan kuota jemaah haji. Tahun ini, dari tiap sejuta penduduk sebuah negara hanya bisa dikirimkan seribu anggota jemaah. Ketentuan itu hasil konferensi menteri luar negeri negara-negara Islam (OKI) di Yordania.

 



Artikel lengkap terdapat dalam Tempo edisi  24 Oktober 1992. Dapatkan arsip digitalnya di:

https://majalah.tempo.co/edisi/1423/1988-06-11

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Agung Sedayu

Agung Sedayu

Alumnus Universitas Jember, Jawa Timur. Menekuni isu-isu pangan, kesehatan, pendidikan di desk Investigasi Tempo.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus