Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Demi menghindari terulangnya kerusuhan sejenis, Ketua MPR Amien Rais dan beberapa pejabat mengusulkan agar masyarakat menghindari pengerahan massa dan apel akbar kelompok agama apa pun, apalagi kalau penyelenggara acaranya tidak yakin bakal dapat menguasai massa.
Tentu saja tidak semua orang setuju. Mereka yang tidak setuju itu bersenjata Pasal 28 UUD 1945, yang mengatur kebebasan untuk berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat, serta Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, yang mengatur segala kegiatan yang melibatkan massa.
Selain itu, ada yang berpendapat konsentrasi massa dalam bentuk tablig akbar justru bisa menjadi penyaluran demokrasi. Suara demokrasi yang tersumbat bisa mencari jalannya sendiri yang tidak terkontrol.
Sulit menentukan mana yang benar. Sebab, opini peserta jajak pendapat TEMPO pun terbelah dua hampir sama rata ketika ditanya apakah setuju terhadap penyelenggaraan acara-acara keagamaan yang melibatkan massa.
Responden yang menjawab setuju beralasan tablig akbar merupakan salah satu media pertemuan pemimpin dan umatnya. Acara itu tidak berhubungan dengan kerusuhan. Dan yang lebih penting, UUD 1945 menjamin kemerdekaan untuk berkumpul dan menyatakan pendapat.
Adapun responden yang menjawab tidak setuju punya argumen bahwa acara yang melibatkan sejumlah besar massa akhir-akhir ini rawan kerusuhan. Soalnya, ada pihak ketiga, menurut responden, yang sering memancing di air keruh untuk memicu aksi anarki. Walau demikian, mayoritas responden sepakat bahwa aksi kerusuhan yang marak belakangan ini sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Penyebab utama kerusuhan adalah provokator.
Karena itu, mereka mengusulkan agar aparat menindak tegas dan memberikan hukuman yang setimpal kepada semua pelaku kerusuhan. Responden juga menuntut agar aparat keamanan mengawasi dan mengatur dengan ketat setiap acara yang melibatkan massa.
Guru besar psikologi Universitas Indonesia, Sarlito Wirawan Sarwono, berpendapat bahwa tablig akbar sebetulnya bukan suatu masalah. Hanya, masih ada pembicara di forum itu yang suka membakar emosi massa dengan cara, misalnya, memberikan ilustrasi tentang orang yang dibantai atau dipotong-potong, pemusnahan agama, dan sebagainya.
Nah, yang namanya massa, menurut Sarlito, di mana pun, punya sifat yang tidak rasional, impulsif, agresif, dan kekanak-kanakan. "Apalagi kalau massa mulai marah. Satu melempar, yang lain ikut," ujar Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu.
Keputusan boleh-tidaknya tablig akbar dan kegiatan pengumpulan massa yang lain, menurut dia, sebaiknya bukan di tangan pemerintah, melainkan oleh masyarakat setempat. Apabila hal itu dipandang bisa menimbulkan kerusuhan, merekalah yang berhak melarang.
Wicaksono, Agus S. Riyanto
INFO GRAFIS | Apakah Anda setuju dengan penyelenggaraan acara-acara | Tidak setuju | 55% | Setuju | 45% | | Seandainya menjawab setuju, sebutkan alasan Anda. | Salah satu media pertemuan pemimpin dan umatnya | 63% | Kebebasan untuk berkumpul merupakan hak yang dijamin oleh undang-undang | 54% | Acara itu tidak berhubungan dengan kerusuhan | 53% | Responden boleh memilih lebih dari satu jawaban. | | Seandainya menjawab tidak setuju, sebutkan alasan Anda. | Akhir-akhir ini rawan kerusuhan | 69% | Bisa dimanfaatkan oleh pihak ketiga | 63% | Menjurus ke tindakan anarki | 37% | Yang dibutuhkan rakyat saat ini bukan pidato, melainkan aksi nyata | 21% | Responden boleh memilih lebih dari satu jawaban. | | Apakah Anda melihat aksi kekerasan massa belakangan ini sudah sampai pada tahap mengkhawatirkan? | Ya | 87% | Tidak | 13% | | Apa penyebab utama munculnya kerusuhan belakangan ini? | Provokator | 48% | Kesenjangan sosial dan ekonomi | 23% | Ketidakpastian hukum | 15% | Aparat keamanan lamban mengantisipasi | 7% | Konflik lokal yang sudah lama terpendam | 6% | SARA | 1% | | |
Metodologi jajak pendapat ini:
- Penelitian ini dilakukan oleh Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 511 responden di lima wilayah DKI pada 24-26 Januari 2000. Dengan jumlah responden tersebut, tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) diperkirakan 5 persen.
- Penarikan sampel dilakukan dengan metode random bertingkat (multistages sampling) dengan unit kelurahan, RT, dan kepala keluarga. Pengumpulan data dilakukan dengan kombinasi antara wawancara tatap muka dan melalui telepon.
MONITOR juga ditayangkan dalam SEPUTAR INDONESIA setiap hari Minggu pukul 18.00 WIB
Independent Market Research
Tel: 5711740-41, 5703844-45 Fax: 5704974
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo