Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

Koreksi Sofyan Djalil

SEHUBUNGAN dengan pemberitaan majalah Tempo edisi 1-7 April 2019 pada halaman 92-95 dengan judul “Data HGU Tidak Boleh Dibuka”, perkenankan saya mengoreksi penulisan yang tidak akurat.

6 April 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Halaman 95 kolom pertama: “Tahun ini, Presiden Jokowi menargetkan pembagian 9 juta sertifikat. Anda yakin tercapai? Insya Allah bisa mencapai 10-11 juta sertifikat. Pada 2017, dari target 5 juta, kami membagikan 5,4 juta sertifikat. Pada 2018, dari target 7 juta, kami bisa membagikan 9,3 juta sertifikat.”

Agar tidak menimbulkan kesimpulan yang salah, perlu saya jelaskan bahwa angka-angka itu adalah produk Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL): 10-11 juta (2019), 9,3 juta (2018), dan 5,4 juta (2017). Tidak semua produk PTSL dapat diberi sertifikat karena ada sengketa, kurang dokumen, atau alasan lain.

Terima kasih

Sofyan A. Djalil

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional

 

Terima kasih atas koreksi Anda.

 


 

Bersihkan Udara Kita

SEBAGAI warga Bogor, saya bangga kota kami dijadikan pilot project pengembangan kualitas udara bersih oleh Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) dan Clean Air Asia, sebuah lembaga internasional di bidang lingkungan.

Saya merasa Bogor tepat dijadikan lokasi pengembangan kualitas udara bersih. Soalnya, indeks kualitas udara di Bogor mencapai 85,3 pada 2017. Nilai itu membuat Kota Hujan berada di urutan keenam sebagai kota dengan udara terbersih.

Saya kira apa yang dilakukan Apeksi semestinya tidak hanya di Bogor. Di Jakarta, misalnya, Ibu Kota negara kita ini salah satu kota dengan tingkat polusi terparah yang harus ditangani secara serius oleh pemerintah. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 4,2 juta orang di seluruh dunia meninggal gara-gara penyakit yang disebabkan oleh polusi udara. Jangan sampai warga Jakarta menjadi salah satunya.

 

Wawan Susanto

Bogor, Jawa Barat

 


 

Sampah Visual

MEMBACA profil Greta Thunberg di Tempo edisi lalu sungguh menjadi ironi buat kita. Gadis Swedia itu begitu gigih berkampanye agar kita sadar akan bahaya perubahan iklim. Ia menganjurkan dunia tak membuat bumi kian menderita karena ulah dan aktivitas kita.

Menjadi ironi karena kampanye Greta Thunberg menampar kita semua yang sedang menyongsong hajatan pemilihan umum serentak. Di mana-mana kita bisa melihat spanduk kampanye yang, alih-alih membujuk, malah mengotori ruang-ruang publik. Spanduk-spanduk itu terbuat dari plastik, yang tak akan dipakai lagi karena dibiarkan melapuk. Spanduk tersebut akan berubah dari sampah visual menjadi sampah sungguhan.

Kita harus memikirkan dan mengatur pesta demokrasi ini agar tak membuat beban bumi dan lingkungan kian berat akibat sampah yang perlu biaya untuk mengolahnya supaya tak menjadi sumber pencemaran, seperti yang dianjurkan Greta Thunberg.

 

Hanoum S. Teja

Jakarta

 


 

Soal Sampah

MUNGKIN sudah diperlukan departemen khusus dalam pemerintah untuk kampanye tak membuang sampah sembarangan, apalagi ke sungai. Departemen ini akan khusus menangani soal sampah sehingga kampanye diikuti dengan penindakannya. Mereka yang membuang sampah sembarangan harus didenda agar timbul efek jera.

Sebab, sampah plastik sudah sangat mengkhawatirkan. Di moda raya terpadu (MRT) baru-baru ini banyak ditemukan sampah makanan yang berserakan. Problem sampah ini terlihat sepele, tapi bisa menjadi bencana setelah air sungai meluap dan menimbulkan banjir.

Di pinggir jalan juga sering kita lihat sampah menumpuk tak terangkut. Artinya, masyarakat kita tak punya tempat penampungan sampah sehingga tak ada saluran untuk membuangnya. Pemerintah juga agaknya kebingungan mengurus sampah. Sudah saatnya sampah menjadi perhatian serius kita semua.

 

Hj Dewi

Depok, Jawa Barat

 


 

RALAT

DALAM artikel berjudul “Pintu ke Negeri Lain” di majalah Tempo edisi 1-7 April 2019, terdapat kekeliruan tentang alur kontrak novelis Dewi Lestari dengan agen sastra dan penerbit. Di situ tertulis: “Setelah meneken kontrak dengan Dewi, barulah Amazon Crossing menggandeng Jacaranda Literary Agency....” Seharusnya: “Setelah meneken kontrak dengan Jacaranda Literary Agency, Dewi lanjut menandatangani kontrak three-party dengan Amazon Crossing.” Kami mohon maaf atas kekeliruan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus