Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, apakah penangkapan hakim kasus korupsi Jamsostek di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dapat mengungkap mafia di peradilan? 11-18 Januari 2006 | ||
Ya | ||
34.95% | 115 | |
Tidak | ||
58,66% | 193 | |
Tidak tahu | ||
6.38% | 21 | |
Total | 100% | 329 |
Wajah peradilan Indonesia kembali tercemar. Awal tahun ini, Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menahan ketua majelis hakim kasus dugaan korupsi PT Jamsostek, Herman Allositandi, beserta Adrian Djimmy Lumanauw, seorang panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kedua hamba hukum itu dituduh memeras Wolter Sigalingging, seorang saksi perkara kasus korupsi Jamsostek—yang merugikan negara sekitar Rp 300 miliar.
Hendarman Supandji, ketua tim pemberantasan itu, mengatakan Herman akan dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana yang ancaman hukumannya bisa mencapai 20 tahun penjara.
Herman sendiri tak mengelak dari berbagai tuduhan yang diarahkan kepadanya. ”Ini inisiatif saya sendiri,” ujar Herman ketika ditemui Tempo di tahanan Markas Besar Kepolisian RI, dua pekan lalu.
Juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Johanes Suhadi, membantah rumor yang menyatakan permintaan uang kepada saksi atau terdakwa biasa terjadi di pengadilan itu. Pungutan haram itu, kabarnya, dijadikan, antara lain, biaya operasional hakim. ”Tidak ada itu. Operasional hakim apa? Kami ini kan pegawai negeri biasa, tidak pernah ada perjalanan dinas ke luar negeri,” kata Suhadi.
Bagi anggota Komisi Yudisial, Irawady Joenoes, kasus Herman menunjukkan kejahatan sistematis memang ada dalam dunia peradilan. ”Namun kejahatan itu dijalankan secara tertutup dan rapi. Bisa dirasakan, sulit dibuktikan,” ujarnya. Komisi Yudisial juga akan memeriksa Herman, meski kelak hakim itu akan diperiksa Dewan Kehormatan Hakim Mahkamah Agung.
Lebih dari separuh responden Tempo Interaktif tak yakin penangkapan hakim Allositandi dan panitera Lumanauw dapat menjadi pintu masuk untuk membongkar mafia peradilan. ”Kejahatan pengadilan di Indonesia bukanlah sekadar kejahatan beberapa orang, tetapi sudah mendarah daging dalam badan peradilan,” Budhianto Marpaung, responden di Jatinangor.
Indikator Pekan Ini: Kapolri Jenderal Sutanto mengatakan sejumlah buron korupsi di luar negeri, baik yang telah divonis pengadilan maupun belum, akan dipulangkan ke Indonesia dalam beberapa pekan. Langkah ini menyusul kembalinya mantan Direktur Utama Bank Servitia, David Nusa Widjaya (Ng Tjuen Wie) setelah terkena kasus imigrasi di San Francisco, Amerika Serikat. David melarikan diri ke Singapura pada 2004, setelah Mahkamah Agung menjatuhkan vonis delapan tahun penjara atau lebih tinggi empat tahun dari putusan Pengadilan Tinggi Jakarta. Saat ini, kata Sutanto, Polri terus mengejar 12 orang koruptor yang masih berkeliaran di luar negeri. Ia menyebut beberapa nama seperti Maria Pauliene Lumowa (Grup Gramarindo), Atang Latief (pemilik Bank Indonesia Raya), Irawan Salim (Bank Global), dan Sudjiono Timan (Bahana Pembinaan Usaha Indonesia). Yakinkah Anda, 12 koruptor kakap yang buron bisa ditangkap dan dikembalikan ke Indonesia? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo