Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukan Anda, FPI main hakim sendiri dalam mengadili orang-orang yang menghina agama?
|
||
Ya | ||
40,8% | 925 | |
Tidak Tahu | ||
1,7% | 37 | |
Tidak | ||
57,5% | 1.303 | |
Total | (100%) | 2.265 |
BANYAK kalangan menyesalkan aksi perburuan dan main hakim sendiri yang dilakukan Front Pembela Islam terhadap seorang remaja berinisial PMA. Lelaki 15 tahun itu digiring dan diseret dari rumahnya di kawasan Cipinang, Jakarta Timur, pada Ahad tengah malam, 28 Mei 2017. Video persekusi terhadapnya menjadi viral. Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, menyesalkan tindakan tersebut. "Ini negara hukum, biar kepolisian yang turun tangan," kata Djarot, awal pekan lalu. Kejadian ini bermula pada 26 Mei 2017 saat PMA mengunggah sejumlah konten di akun Facebooknya. Konten itu dinilai telah mengolok-olok FPI dan ulama. Meski begitu, Djarot tak membenarkan sikap yang dilakukan sejumlah oknum anggota FPI tersebut kepada PMA. Dia menilai sikap tersebut sama saja menebarkan kebencian kepada orang lain. "Tak boleh setiap orang dari kita main hakim sendiri, kemudian menebar ketakutan atau intimidasi kepada pihak yang lain, siapa pun itu," ujar Djarot. Dia mengingatkan, apa pun tindakan yang melanggar hukum sebaiknya diselesaikan melalui proses hukum. Termasuk terkait dengan konten media sosial yang dianggap menyinggung suatu kelompok atau golongan. Kepala Subdirektorat Kejahatan dan Kekerasan Kepolisian Daerah Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hendy F. Kurniawan dan timnya mengevakuasi PMA, enam saudara, serta ibunya ke Polda. Hendy mengatakan persekusi adalah tindakan yang melanggar hukum, terlebih terhadap anak di bawah umur. "Saya pastikan oknum persekusi akan diproses hukum. Tidak boleh ada persekusi yang dilakukan ormas apa pun, termasuk FPI," katanya. Langkah kepolisian ini didasari video aksi persekusi yang disertai pemukulan terhadap PMA yang viral di media sosial. Selain dipukul dan diinterogasi, PMA diminta menulis permohonan maaf dan pernyataan menyesal. "Kondisinya saat ini tertekan dan ketakutan," ujar Sekretaris Jenderal Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda di Polda Metro Jaya. Menurut Erlinda, persekusi yang dialami PMA menimbulkan trauma. Karena itu, ia mengimbau masyarakat agar menghentikan persekusi. Erlinda juga mengecam tindakan yang dilakukan FPI merisak sejumlah orang. Menurut dia, itu bagian dari tindakan main hakim sendiri. "Kami juga mengimbau Kominfo mengatur bagaimana menggunakan media sosial," ucapnya. KPAI nantinya akan memberikan perlindungan tempat dan perlindungan hukum bagi korban persekusi terhadap anak di bawah umur. Selain itu, KPAI mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan pengancam PMA akan melapor ke polisi dengan tudingan ujaran kebencian. Hasil jajak pendapat di Tempo.co menunjukkan mayoritas responden tidak setuju terhadap tindakan main hakim sendiri dan persekusi yang dilakukan FPI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
Edisi 17 Juni 2017 surat-pembaca surat-dari-redaksi angka kutipan-dan-album kartun etalase event Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971 Jaringan Media © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum |