Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

PDI: Maka Selesailah Sudah

29 September 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Megawati Soekarnoputri diminta kembali menjabat Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam kongres partai yang digelar tahun depan. Dukungan agar Megawati kembali memimpin partai banteng moncong putih itu diutarakan 33 Dewan Pimpinan Daerah PDIP dalam rapat kerja nasional yang digelar partai itu di Semarang pada 19-21 September lalu.

Politikus PDIP, Arif Wibowo, mengatakan rapat kerja nasional memang bukan forum menetapkan calon ketua umum. Namun permintaan itu resmi diutarakan oleh para pengurus. "Megawati menerima permintaan itu. Jadi di kongres nanti landai-landai saja," kata Arif kepada Tempo, 20 September lalu. Pada kesempatan terpisah, Megawati menyatakan menerima dukungan itu. Dia beralasan ingin bersinergi dengan pemerintah Joko Widodo, yang diusung partainya.

Kritik pun mengalir. Dari dunia maya, netizen menganggap PDIP tak melakukan rotasi kepemimpinan partai. Ada yang ingin partai dipimpin anak muda. Majalah Tempo edisi 20 Januari 1973 pernah memuat artikel tentang cikal-bakal berdirinya Partai Demokrasi Indonesia.

Rabu Wage, 10 Januari, pemimpin kelima partai kelompok Demokrasi Pembangunan (Partai Nasional Indonesia, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, dan Murba) bertemu dalam suatu ruangan berukuran 6 x 10 meter yang terletak di kompleks kantor PNI, Salemba Raya, Jakarta. Setelah berembuk selama empat jam, dengan disaksikan oleh gambar Presiden Soeharto bersama gambar ketujuh bekas ketua PNI, yang juga bergantungan di ruangan itu, secara resmi lahirlah Partai Demokrasi Indonesia.

Tanpa cap partai, sepuluh tanda tangan terbubuh pada deklarasi yang diketik kurang rapi. Para ketua dan sekretaris jenderal tiap partai dengan khidmat telah mendapat kesempatan ikut mengubah sejarah kepartaian negeri yang pernah memiliki hampir seratus partai ini.

Seratus menteri dan seratus partai kini memang sudah menjadi sejarah yang kadang-kadang lucu untuk dikenang. Peristiwa larut malam di Salemba Raya itu—meskipun terlambat tujuh tahun—akhirnya menggembirakan mereka yang secara tulus telah menuangkannya dalam bentuk Tap Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dengan Nomor 22/66.

Karena itulah barangkali maka Drs Beng Mang Reng Say berkata, "Terbentuknya Partai Demokrasi Indonesia adalah klimaks dari suatu proses yang telah berjalan lama." Kalimat pendek bekas Ketua Partai Katolik itu tersambung pula oleh Isnaeni, bekas pemimpin PNI. Katanya, "Penyederhanaan struktur politik seperti yang dimaksud oleh Tap MPRS 22/66 bukan hanya pengurangan jumlah."

Pendapat Isnaeni tentu saja tidak salah, meskipun bukan buah pikiran yang istimewa. Orang-orang yang masih ingat keadaan politik dan partai yang banyak di Indonesia sebelum 1966 pasti tahu bahwa kekisruhan politik yang merajalela sejak dulu terutama disebabkan oleh banyaknya partai, bukan oleh banyaknya konsepsi. Sebuah konsepsi—Marhaenisme, misalnya—malah menjadi rebutan antara PNI dan Partindo. Karena itulah barangkali para anggota MPRS yang bersidang di Istora Senayan pada 1966 akhirnya bertekad menyederhanakan struktur politik dan bukan konsepsi politik. Semua itu kemudian mudah terlihat dalam Tap 22/66.

Meskipun demikian, tidak pula dengan lancar Partai Demokrasi Indonesia berjalan setelah kelahirannya. Berbeda dengan Partai Persatuan Pembangunan, yang menggabungkan partai-partai Islam, Partai Demokrasi Indonesia menyatukan lima partai dengan latar belakang yang cukup beraneka ragam. Isnaeni menyatakan, "Dengan nama Partai Demokrasi Indonesia sekaligus memberi kualifikasi identitas. Demokrasi Indonesia, bukan demokrasi liberal atau sentral, yang sudah terbukti tidak bisa diterapkan kedua-duanya."

Isnaeni kemudian terpilih sebagai ketua umum serta para ketua adalah Achmad Sukarmadidjaya, Beng Mang Reng Say, Alexander Wenas, Sugiarto Murbantoko, dan Profesor Sunawar Sukowati. Sebagai sekjen koordinator ditunjuk Sabam Sirait serta para sekjen masing-masing: W.A. Chalik, F.G. Wignjosumarsono, Djon Pakan, dan Abdul Madjid. Apa ada rencana kongres nasional? "Hal itu tentu akan diadakan," kata Isnaeni.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus