Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENYEDIHKAN sekaligus menggelikan. Itulah kata yang tepat ketika membaca kisah Acun Hadiwidjojo, kerabat Keraton Yogyakarta yang menjadi korban salah tangkap polisi di Bekasi, Jawa Barat, karena disangka sebagai Hambali, tersangka teroris yang paling dicari saat ini.
Salah tangkap adalah manusiawi. Meskipun demikian, yang menarik untuk dicatat dalam kasus salah tangkap ini adalah sikap polisi berkesan arogan sebagaimana diceritakan Acun kepada sebuah radio swasta Ibu Kota yang mewawancarainya. Meskipun Acun sudah menelepon pejabat Kepolisian Yogyakarta, bahkan di antaranya ada yang satu angkatan dengan Wakil Kepala Kepolisian Resor Bekasi, ia tidak digubris. Apalagi, ketika Acun mengaku masih kerabat Sri Sultan, polisi tetap juga tidak mempercayainya. Baru setelah orang penting?Acun tidak bersedia mengungkapnya?di Sekretariat Negara memberikan jaminan, polisi bersedia melepaskannya. Menurut Acun, tidak ada permintaan maaf sedikit pun dari polisi ketika itu. Ia dilepas begitu saja. Kepala Polres Bekasi pun bersikap cuek. Baru setelah Acun menggelar konferensi pers, Kapolres meminta maaf.
Sekali lagi, salah tangkap adalah manusiawi. Tapi, seperti dikatakan Acun, yang disesalkan adalah cara dan kesombongan oknum polisi. Bahwa polisi bersikap teliti dan tegas, patut dipuji. Tapi bagaimana seandainya Acun hanya warga biasa? Mungkin dia tetap ditahan polisi dan mengeluarkannya pun susah bukan main.
Sikap berlebihan itulah yang kita garis bawahi. Sambil mengapresiasi sukses Kepolisian RI menangkap pelaku kasus bom Bali, kita tidak bisa menutup mata munculnya sikap berlebihan dari oknum tertentu. Sangat disesalkan, setelah keamanan dan ketertiban masyarakat diserahkan sepenuhnya kepada polisi, alih-alih memberikan layanan terbaik kepada masyarakat, justru oknum-oknum polisi bertindak sok kuasa dan arogan.
RIDWAN M.
Jalan Permai III/26
Tangerang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo