Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

Surat Pembaca

5 Februari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tanggapan Achmad Djunaidi Soal Jamsostek

Berkait dengan tulisan Tempo edisi 29 Januari-4 Februari 2007, halaman 104, bertajuk Bara Politik di Jamsostek, saya ingin memberikan tanggapan sebagai berikut:

  1. Saya sangat keberatan dengan tulisan Tempo yang menyebut ”...Achmad Djunaidi dicopot di tengah jalan. Juga karena kisruh internal.” Itu tidak ada sama sekali. Bahkan, pada masa itu, semua karyawan (Serikat Pekerja Jamsostek) dan Direksi sangat kompak, sepenanggungan, semua aspirasi karyawan tersalurkan, dan terbentuk corporate culture yang kuat.
  2. Perlu diketahui, permasalahan saya sekarang sebenarnya masalah perdata (transaksi perusahaan yang sesuai dengan prosedur), tetapi karena sedang giatnya Timtas Tipikor, (mereka) asal hantam saja cari korban.
  3. Masalahnya, pada saat itu, Menteri BUMN Sugiharto ingin menempatkan Iwan Pontjowinoto secara paksa pada 2 April 2005 tanpa RUPS. Kemudian, saya ajukan ke PTUN DKI, ternyata saya menang (SK pemberhentian saya tidak sah). Lalu Sugiharto marah dan melaporkan saya ke Timtas Tipikor.
  4. Saya ditugaskan ke Jamsostek pada Juli 2000. Pada saat itu, PT Jamsostek rugi Rp 77 miliar, dan kerugian investasi (saham dan obligasi) Rp 177 miliar (ulah Iwan Pontjo sebagai penasihat investasi saat itu). Lalu bisa saya jadikan laba per 31 Desember 2000 (sesuai dengan tugas untuk menambah pendapatan negara) dan seterusnya. Pada 2002, laba mencapai Rp 1 triliun.
  5. Sebagai fakta, saya kirimkan buku tentang prestasi saya dan perkembangan Jamsostek serta permasalahannya supaya jelas.

Saya yang sudah dizolimi kekuasaan, jangan ditambah lagi dengan tulisan yang tidak benar. Katanya Tempo menegakkan kebenaran, tunjukkanlah. Terima kasih.

ACHMAD DJUNAIDI Jakarta


Tanggapan Prijono Tjiptoherijanto

Sehubungan dengan pemberitaan Tempo Edisi 29 Januari-4 Februari, halaman 106, rubrik Ekonomi dan Bisnis, bertajuk Kisruh Jamsostek, saya ingin menyampaikan beberapa catatan sebagai berikut:

  1. Keputusan Dewan Komisaris diambil dengan kesepakatan bulat. Meskipun salah satu komisaris berhalangan hadir, telah memberikan kuasa.
  2. Keputusan Dewan Komisaris dilakukan melalui pertimbangan yang matang berdasar tanggung jawab atas kepentingan perusahaan serta masa depan perseroan.
  3. Dewan Komisaris telah bertugas sejak September 2001 sesuai dengan penugasan melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 437/KMK.05/2001 tanggal 23 Juli 2001.
  4. Mengenai kata-kata ”pasang badan” maupun ”tumbal” yang ditujukan kepada saya dan dihubungkan dengan jabatan sebagai Sekretaris Wakil Presiden pada masa itu, mohon tidak dikaitkan dengan persoalan yang dihadapi Jamsostek. Pengunduran diri saya dua tahun lalu itu semata-mata sebagai wujud tanggung jawab sebagai pejabat publik yang taat dan patuh kepada tugas pokok dan fungsi, serta menjunjung tinggi sumpah jabatan.
  5. Sebagai pribadi, saya selalu ingin mewujudkan loyalitas dan hormat kepada atasan dan pengabdian kepada kepentingan bangsa dan negara, seperti yang selalu diajarkan almarhum kedua orang tua saya sejak masa kanak-kanak.

Sekali lagi, saya ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada rekan-rekan dari media massa yang telah mengangkat persoalan di lingkungan Jamsostek dengan penuh tanggung jawab. Hal itu bisa menjadi sumber informasi yang lengkap dan akurat bagi masyarakat umum, terutama pekerja.

Marilah kita tunggu hasil RUPS-LB yang direncanakan pada sekitar 16 Februari 2007 dengan kepala dingin, hati yang lapang, dan kebesaran jiwa. Juga, tidak lupa memohon petunjuk Tuhan Yang Maha Esa sehingga diperoleh hasil yang terbaik.

PRIJONO TJIPTOHERIJANTO Komisaris Utama Jamsostek, Jakarta


Koreksi Danny Hilman soal Muria

Ada beberapa kekeliruan dalam artikel Tempo edisi 29 Januari-4 Februari 2007, rubrik Ilmu dan Teknologi, halaman 50, bertajuk Menggugat Nuklir Gunung Muria. Di situ tertulis, Danny curiga karena beberapa ahli geologi dari Jepang dan negara lain yang menjadi konsultan Batan menolak menjawab pertanyaan.… ”Mereka takut dan meminta saya menanyakan pada pemerintah,” ujar doktor geologi kelautan lulusan Universitas Tokyo ini.

Saya tidak pernah mengatakan hal itu. Yang benar, saya malah tidak tahu ada kolega dari Jepang atau negara lain yang pernah meneliti atau diminta menjadi konsultan Batan untuk proyek PLTN Muria. Yang saya katakan, saya pernah bertemu dengan seorang peneliti asing (bule) pada 2000-an, yang mengaku ikut dalam studi kelayakan PLTN Muria. Dia hanya terlihat enggan menerangkan kenapa hasil studinya merekomendasikan bahwa lokasi tersebut layak untuk PLTN. Saya juga bukan doktor geologi kelautan lulusan University of Tokyo, tapi doktor dalam bidang earthquake geology dari California Institute of Technology.

Disebut juga, ”Danny memperkirakan kekuatan gempa di Pati waktu itu (pada 1890) mendekati magnitude 8”. Itu juga tidak benar. Saya bilang, berdasar catatan sejarah yang menyatakan bahwa radius getaran gempanya yang mencapai 500 kilometer, kekuatan gempanya bisa lebih dari magnitudo 7 (skala Richter). Tapi, menurut saya, tidak mungkin sampai 8. Kemungkinan pusat gempa pada 1890 ini adalah patahan aktif yang berjarak sekitar 50 kilometer dari rencana lokasi PLTN Muria. Mungkin ini yang dimaksud sebagai sesar Lasem dalam artikel tersebut.

Saya juga tidak tahu persis apakah proyek PLTN Muria masih perlu direevaluasi untuk kelayakan dalam persyaratan bebas bencana alam, seperti yang diberitakan di alinea terakhir. Yang lebih tepat, saya tidak tahu sudah sejauh mana penelitian yang sudah dilakukan (oleh konsultan), dan apakah prosedur dan hasilnya tersebut sudah pernah dievaluasi mutunya oleh tim ahli (lain) untuk peer-review atau untuk mendapatkan second opinion.

DANNY HILMAN NATAWIDJAJA Peneliti gempa bumi di Geoteknologi LIPI

Terima kasih atas koreksi Anda—Redaksi.


PT Duta Pertiwi Tbk Menjawab

Menanggapi surat Pengurus Perhimpunan Penghuni Apartemen Mangga Dua Court, di Tempo edisi 15-21 Januari 2007, berjudul Penipuan PT Duta Pertiwi, kami ingin menegaskan bahwa PT Duta Pertiwi Tbk selalu mengikuti peraturan yang berlaku dan tidak pernah menipu konsumen.

Kami menjual unit Apartemen Mangga Dua Court (MDC) dengan sertifikat hak milik satuan rumah susun (HMSRS) yang merupakan pemecahan dari hak guna bangunan (HGB) yang berada di atas tanah hak pengelolaan (HPL) atas nama Pemda DKI Jakarta. Anggapan bahwa status tanah bersama yang berupa HGB di atas HPL adalah sama dengan pemegang hak sewa adalah keliru. Sebab, para pemegang sertifikat HMSRS di Apartemen MDC tetap memiliki hak atas apartemen yang dibeli dan hak atas tanah bersama sesuai dengan nilai perbandingan proporsional (NPP) yang dimilikinya. Berbeda dengan hak sewa, para pemilik Apartemen MDC sebagai pemegang sertifikat HMSRS dapat mengalihkan haknya atau menjual dan/atau menyerahkan unit rumah susun sebagai agunan kepada pihak ketiga lainnya. Selain itu, perpanjangan hak atas tanah bersama tidak membuat status hak atas tanah bersama berubah menjadi hak sewa, tetapi tetap berstatus HGB di atas tanah HPL.

Mengenai asal-usul tanah bersama dapat dilihat dalam kolom catatan pada masing-masing sertifikat HMSRS di mana tertulis warkah nomor sekian/tahun sekian. Warkah yang dimaksud adalah Sertifikat HGB Tanah Bersama. Adapun keterangan tentang HGB Tanah Bersama berada di atas tanah HPL tertulis dalam kolom catatan pada Sertifikat HGB Tanah Bersama. Pencatatan tersebut dilaksanakan oleh BPN dan sudah sesuai dengan petunjuk teknis pengisian Sertifikat HMSRS berdasar Peraturan Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Buku Tanah serta Penerbitan Sertifikat HMSRS. Sedangkan sertifikat hak atas tanah bersama yang telah menjadi warkah atau dokumentasi riwayat tanah dalam rangka penerbitan sertifikat HMSRS ini, sejak awal tidak pernah dan tidak dapat dialihkan/diubah haknya oleh pengembang.

Mengenai proses pembelian, sebelum akta jual-beli (AJB) dibuat, kedua belah pihak—dalam hal ini PT Duta Pertiwi Tbk sebagai penjual dengan para pembelinya—telah mengadakan kesepakatan bersama yang hanya mencakup obyek unit properti yang diperjualbelikan, harga, cara pembayaran, serta jadwal serah-terimanya. Semua kesepakatan bersama dituangkan secara tertulis dalam perjanjian pengikatan jual-beli (PPJB). Setelah PPJB yang memuat kesepakatan bersama dibuat, disetujui, dan ditandatangani oleh para pihak, selanjutnya dilaksanakan penandatanganan AJB di hadapan notaris/pejabat pembuat akta tanah (PPAT). Notaris/PPAT tidak akan mengesahkan AJB sebelum para pihak (penjual maupun pembeli) memahami, menyetujui, dan menandatangani segala kondisi jual-beli yang tertuang dalam dokumen AJB.

DHONY RAHAJOE Corporate Communications General Manager Sinarmas Developer & Real Estate


Permohonan Maaf Dr. Sjahrir

Sehubungan dengan tulisan kolom saya di Tempo edisi 8-14 Januari 2007, halaman 88-89, bertajuk Perbankan Indonesia: Bukti Ekonomi Belum Pulih, ada ralat yang harus saya sampaikan. Pada alinea ke-3, saya menulis, ”... Lalu, penguji saya, Bapak Arief Janin (alm.) bertanya, bisakah saya menguraikan neraca bank.…” Di sini, saya telah membuat kesalahan yang amat fatal karena ternyata beliau masih hidup dan dalam keadaan segar bugar.

Kepada keluarga besar Bapak Arief Janin, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya karena tulisan saya telah menyebabkan keresahan bagi keluarga. Terima kasih.

Dr. Sjahrir Jakarta


Selektif Pilih Maskapai Penerbangan

Membaca Laporan Utama Tempo Edisi 8-14 Januari 2006, bertajuk Jalan Lurus Walau Kokpit Buta, saya berpikir masyarakat Indonesia harus lebih selektif dalam memilih maskapai penerbangan. Seperti yang sekarang terjadi dengan Adam Air, apa itu namanya bukan spekulasi?

Saya pernah naik Adam Air dari Balikpapan ke Jakarta, pada Januari 2006, lantaran digembar-gemborkan terbang dengan pesawat terbaru. Ternyata, pesawat yang digunakan Boeing 737-200. Anak saya sempat komplain. Dia baru kelas IV sekolah dasar, tapi sudah mengerti jenis-jenis dan usia pesawat. Apa yang terjadi kemudian? Saat pramugari mau menutup pintu kokpit, ternyata macet, dan beberapa kali harus didorong-dorong. Meski akhirnya pintu bisa ditutup. Memang itu sepele. Tapi apakah tak sebaiknya pesawat yang sudah tua tak diberi izin terbang saja?

Pesawat ”sebaru” Adam Air dengan Boeing 737-400 saja bisa mengalami kejadian seperti itu, apalagi pesawat-pesawat setua 737-200? Karena itu, kepada pemerintah, tolong pesawat yang sudah tua jangan diberi izin beroperasi. Sementara, untuk pesawat yang baru atau lebih muda umurnya, lakukan pengawasan ketat. Di sisi lain, pemilik maskapai jangan hanya membayangkan keuntungan. Jangan pula berspekulasi dengan kelaikan pesawat. Sebab, pesawat tidak bisa berhenti di udara karena mogok seperti angkutan darat.

GANDA SUKMANA Jalan Kedondong Dalam 60A Samarinda, Kalimantan Timur


Cari Provokator Konflik Poso

Poso identik dengan kata konflik. Hampir selama satu dasawarsa terakhir, warga Poso nyaris tak pernah bisa hidup damai. Salah satu sebabnya adalah adanya pihak tertentu yang dengan sengaja ”merawat” darah di Poso untuk kepentingan tertentu.

Ketika aparat keamanan masuk untuk menenangkan situasi, mereka diprovokasi sehingga terjadi konflik internal di antara aparat keamanan sendiri. Ketika konflik internal itu dapat diredam, giliran warga yang diprovokasi untuk berbenturan dengan aparat keamanan. Ketika para pemimpin negeri ini bersama sejumlah tokoh agama turun tangan untuk mendamaikan, niat baik mereka ”dipelintir” sedemikian rupa sehingga konflik tetap tak berujung. Siapakah sang provokator nan hebat itu? Siapa pun orang itu, terkutuklah dia!!

Yang bisa dilakukan warga Poso sekarang adalah menyadari bahwa musuh mereka bukanlah kelompok agama A atau agama B. Sang provokatorlah yang mestinya menjadi musuh bersama warga Poso. Warga Poso hendaknya tidak melihat upaya penegakan hukum di Poso sebagai ancaman terhadap keluarga atau kelompok mereka. Upaya itu mutlak dilakukan agar konflik itu segera berakhir.

ANGGI ASTUTI Parung, Bogor


Kenapa Harus Ada Aksi Cabut Mandat

Sebagian kecil dari bangsa ini benar-benar masih berupaya berada pada posisi masa lalu, di mana sistem demokrasi masih ”kekanak-kanakan”. Artinya, mereka mempertahankan status quo berhobi ekstraparlementer. Seolah-olah dengan jalur model itu mereka dapat menyelesaikan permasalahan mendasar bangsa ini. Yakni, tanpa harus melalui sistem demokrasi yang telah beranjak dewasa melalui lembaga-lembaga wakil rakyat, seperti MPR, DPR, DPRD tingkat I dan II. Contoh dari hobi ini adalah kegiatan pawai rakyat cabut mandat beberapa waktu lalu.

Berkait dengan itu, ada beberapa hal yang menarik dipertanyakan. Antara lain, siapa saja elite politik yang menjadi arsitek kegiatan itu, beserta sponsor atau penyandang dananya? Apakah ada dana dari luar negeri? Apakah di antara elite politik tersebut ada yang telah mengalami kekalahan dalam perebutan kursi RI-1 dan RI-2? Apakah mereka memiliki data akurat yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademik menyangkut kinerja pemerintahan SBY-JK selama dua tahun ini dibanding kinerja rezim sebelumnya?

Mudah-mudahan pertanyaan-pertanyaan itu bisa terjawab oleh kubu rasionalis.

SUNGKOWO SOKAWERA Jalan Rancamanyar I No. 17, Bandung


Uang Dolar Disakralkan?

Suatu hari saya menyetor sejumlah uang dolar Amerika Serikat ke rekening Dollar Plus yang saya miliki di BNI Cabang Departemen Transmigrasi, Kalibata. Namun, petugas menolak uang itu dengan alasan uang terlipat. Padahal, lipatannya bukan lipatan ”mati” karena hanya disebabkan uang itu tersimpan di dompet. Adu argumen pun terjadi. Muncullah nasihat dari petugas agar saya menyimpan uang dolar di dalam amplop, jangan dilipat di dompet.

Setelah itu, muncul masalah lain. Petugas menyebut sebagian uang saya nilainya tak bisa diterima sesuai dengan nominalnya karena terdapat stempel kecil pada uang itu. Setelah melewati adu argumen lagi, kata sepakat tercapai. ”Kemenangan” ada pada pihak petugas bank karena saya tetap harus menerima kenyataan bahwa jumlah uang setoran saya dipotong sekian persen hanya karena ada stempel kecil itu.

Di akhir transaksi, saya tidak tahan untuk tidak bertanya, ”Mengapa begitu ”sakral” memperlakukan uang dolar?” Jawaban si petugas sungguh mengherankan. Dia menjawab bahwa memperlakukan dolar jangan disamakan dengan uang rupiah. Sebab, dolar itu bagai ”emas” bagi kita. Saya berpikir, ”Bagaimana bangsa ini bisa maju jika urusan mata uang saja masih mensakralkan mata uang asing dan meremehkan mata uang sendiri?” Standar yang aneh dan menggelikan.

ROY DAROYNI, Jakarta Selatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus