Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Percayakah Anda laporan penyelidikan tim pencari fakta kematian Munir benar-benar hilang?
|
||
Ya | ||
20,5% | 142 | |
Tidak | ||
75,6% | 524 | |
Tidak Tahu | ||
3,9% | 27 | |
Total | (100%) | 693 |
PERNYATAAN tertulis mantan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi mengejutkan dan memalukan. Pembantu di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini mengatakan tak pernah menerima dokumen laporan akhir tim pencari fakta (TPF) kematian aktivis pembela hak asasi Munir Said Thalib. Jawaban dari Kementerian Sekretaris Negara di masa sekarang juga terdengar musykil. Mereka mengaku tak pernah tahu ada dokumen itu. Komisi Informasi Pusat (KIP) memerintahkan pemerintah membuka hasil penyelidikan tersebut ke publik. Komisi mengabulkan permohonan istri Munir, Suciwati, bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) serta Lembaga Bantuan Hukum yang meminta pemerintah membuka dokumen itu untuk publik. Keputusan KIP memberi harapan baru digelarnya kembali penyelidikan untuk menemukan dalang pembunuhan Munir pada September 2004. Ia tewas diracun dalam penerbangan menuju Belanda. Sejauh ini hanya Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot senior Garuda Indonesia, yang dihukum karena terbukti membubuhkan racun di minuman Munir. Siapa di belakang dia? Penyelidikan TPF mengungkap peran Badan Intelijen Negara dalam kematian itu. Hasilnya diserahkan kepada Presiden Yudhoyono, yang menyalinnya dan memberikannya kepada tujuh lembaga penegak hukum. Tapi tak satu pun yang bergerak sekalipun Komisi sudah menyatakan pemerintah bisa meminta salinan ke enam pihak lain jika memang yang dimilikinya hilang. Tapi apakah dokumen itu benar hilang? Sebagian besar responden Tempo.co tidak percaya terhadap klaim ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
Edisi 22 Oktober 2016 surat-pembaca surat-dari-redaksi angka kutipan-dan-album kartun etalase event Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971 Jaringan Media © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum |