Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PILIHAN sejumlah pengacara tersangka kasus pengeboman untuk menamakan dirinya sebagai ”Tim Pembela Muslim” (TPM) sangat tidak etis. Alasannya, meskipun klien yang dibelanya adalah muslim, perbuatannya tak mewakili umat Islam, bahkan dikecam oleh muslim lainnya. Penggunaan nama TPM sungguh melukai perasaan saya sebagai muslim. Keberadaan TPM membuktikan masih adanya pengacara yang bekerja tidak profesional, karena menganut ”politik aliran”. Padahal, profesi ini menuntut pelayanan advokasi dan pembelaan hukum tanpa harus membedakan suku, agama, ras, dan golongan.
Dengan menggunakan nama TPM, mereka justru menciptakan citra bahwa para pelaku terorisme itu adalah muslim. Hal ini jelas mendiskreditkan Islam sebagai agama yang membawa kedamaian. Walaupun klaim para tersangka pelaku pengeboman dan serangkaian kejahatan teror itu melakukan kegiatan didasarkan pada ”keyakinannya”, namun ”keyakinan” mereka tidak otomatis mewakili keyakinan seluruh umat Islam.
Bagaimanapun, sebutan muslim yang berlaku universal untuk penganut ajaran Islam tidak dapat dimonopoli oleh kelompok atau golongan tertentu, apalagi jika kelompok atau golongan tertentu itu tidak mewakili mayoritas umat.
Jadi, para pembela tersangka pelaku pengeboman tidak memiliki legitimasi untuk menggunakan istilah muslim pada timnya. Baik secara etik, moral, maupun rasional, para pembela kelompok ”teroris” itu tidak berhak dan tidak dibenarkan memanfaatkan kata muslim justru untuk suatu kegiatan yang memojokkan dan merugikan Islam.
DONALD PANJAITAN
Pamulang, Tangerang, Banten
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo