Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Yang salah tapi gagah

Problem yang dihadapi bahasa indonesia dalam pemakaian sehari-hari a.l: pemakaian bahasa indonesia yang salah, bahasa asing atau campuran yang tidak tepat, dsb-nya. (ils)

18 Oktober 1980 | 00.00 WIB

Yang salah tapi gagah
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KESALAHAN pemakai bahasa Indonesia tak selamanya karena ketidak-tahuan. Terkadang juga karena disengaja untuk memberi kesan agar dipandang gagah. Tapi selama Bulan Bahasa di sepanjang Oktober ini, kesalahan itu terasa lebih mengganggu. Apalagi karena Bulan Bahasa yang baru untuk pertama kalinya diadakan ini, dibuka dengan serentetan pidato resmi. Salah satu kegiatan "Bulan Bahasa" ialah penertiban nama-nama badan usaha. Pada hari pertama, 1 Oktober 1980, langsung datang reaksi dari Institut Jakarta Politeknik. Perguruan tinggi pimpinan Hans E. Kawulusan, setelah mengetahui kegiatan Bulan Bahasa, cepat-cepat menyadari dan mengubah nama perguruannya menjadi Institut Politeknik Jakarta. Prof. Amran Halim, Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ketika mengumumkan hal itu berharap agar badan-badan usaha yang lain menyusul menertibkan nama masing-masing supaya sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Namun, harapan Amran rupanya tidak cepat disambut masyarakat. Amran memang menyadari mengubah nama badan usaha bukan soal gampang. Selain perlu uang untuk penggantian akta notaris, diperlukan pula biaya pengecatan, penggantian lampu sekedar, misalnya, untuk mengganti kata apotik menjadi apotek. Begitu juga bila para pengusaha fotokopi terpaksa memperbaiki tulisan fotocopy menjadi photocopy. Hampir semua fotokopi memasang lampu yang bertuliskan fotocopy, yang merupakan ramuan kata-kata bahasa Belanda (foto) dan bahasa Inggris (copy). Kecenderungan orang memakai bahasa asing untuk badad-badan usaha pernah diperingatkan Gubernur DKI Jaya, waktu itu Ali Sadikin, dengan sebuah pengumuman 29 Mei 1974. Sejak peringatan itu, Convention Hall berubah menjadi Balai Sidang dan Youth Centre menjadi Gelanggang Remaja. Tapi tak seluruh bahasa asing hilang dengan sendirinya. Malahan muncul nama-nama baru yang tak memakai bahasa Indonesia. Menapa? "Kalau memakai bahasa asing, gengsinya naik," gurau Jus Badudu yang pernah mengasuh siaran Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI Jakarta. Sebuah gedung bioskop di daerah Senen, misalnya, beberapa kali berganti nama. Mula-mula Grand Bioscoop. Kemudian diindonesiakan menjadi Bioskop Kramat. Tapi sekarang jadi Grand Theatre Hampir semua bioskop di Jakarta dan di beberapa daerah lebih senang memakai kata theatre. Liz Taylor Bahasa Inggris tidak hanya muncul pada gedung bioskop, tapi juga di tukang jahit, wisma kecantikan, panti pijat. Malahan pemakaian bahasa Indonesia dan Inggris sering dirangkap. Misalnya, di Jalan Tebet Utara Raya, Jakarta, terpampang papan Panti Pijat Massage. Di sebuah gang di Jakarta ada Liz Taylor. Itu bukan rumah bintang film Elizabeth Taylor, melainkan penjahit yang mungkin pemiliknya bernama Liz. Sebuah bengkel sepeda motor di Jalan Matraman Raya Jakarta Timur memasang papan nama Dokters Motor Service. Tidak jauh dari tempat itu banyak rumah makan Cina yang memasang papan Masakan Chinese Food & Seafood. Sebagian lagi senang menulis Restaurant & Seafood. Toko-toko mebel umumnya iebih senang pada istilah furniture. Tapi katakata yang berhubungan dengan furniture itu sering menggelikan. Misalnya, toko mebel di Jalan Otto Iskandardinata, Jakarta Timur, punya papan nama bertulisan Europa Furniture. Kebiasaan untuk berkenalan dengan kata asing rupanya mulai ditanamkan sejak kecil. Banyak kelompok bermain (pra sekolah) yang masih bertahan memakai kata playgroup, misalnya Playgroup Merry-Go-Round. Di Yogyakarta, kota pariwisata nomor dua di Indonesia, terdapat tukang tambal ban press. Ia bukan tukang tambal ban khusus untuk wartawan Pemiliknya hanya ingin menekankan bahwa ia hanya melayani penambalan ban sepeda motor dan mobil, bukan sepeda. Lebih lucu lagi ada acara pelajaran dan pembahasan bahasa Indonesia dengan nama bahasa Inggris. Round Table Talk pernah menjadi acara tetap di radio dan televisi Medan sampai 1977. Pertemuan itu berupa diskusi pendek tentang perkembangan bahasa Indonesia. Yang berbicara tokoh bahasa, ulama, pendidik dan tokoh masyarakat. Sayang, tidak diketahui siapa yang mencetuskan gagasan memakai nama asing untuk diskusi bahasa Indonesia itu. Pemakaian bahasa asing kadang-kadang karena terpaksa, seperti dikatakan Paul W. Karnadi dari Matari Advertising. Ia tetap memakai kata advertising. "karena belum ada terjemahan yang tpat untuk kata itu. Kalau diterjemahkan, terlalu panjang dan kurang sreg." Mungkin Karnadi bergurau, karena sebenarnya ia bisa memakai kata periklanan, yang lebih luas dari kata iklan. Problem yang dihadapi bahasa Indonesia dalam pemakaian sehari-hari tidak hanya karena dominasi kata asing. Tapi juga soal tanda-tanda baca. Pada karcis bis-bis PPD di Jakarta ditemukan tulisan "Dengan karcis bis ini dirawat agar siap melayani anda". Tidak ada orang yang mau pusing karena kalimat yang tanpa koma itu, lantaran para penumpang sudah cukup repot berebut tempat duduk. Bahasa Indonesia, kata tokoh bahasa, Takdir Alisjahbana, relatip masih muda. "Yang penting ialah menjadikan bahasa Indonesia sebagai alat berpikir," katanya. Kini, tambahnya, tidak relevan lagi membahas semboyan "bahasa Indonesia harus menjadi kebanggaan nasional dan alat pemersatu". Yang penting, bagaimana menerapkan bahasa kita yang sedang tumbuh itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus