Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Ragam

Ini Beda Rukyatul Hilal dan Hisab untuk Tentukan 1 Ramadan

Ada dua cara untuk menentukan jatuhnya 1 Ramadan, yaitu rukyatul hilal dan hisab. Berikut ini perbedaan keduanya.

26 Maret 2022 | 16.28 WIB

Tim Hisab Rukyat Kantor Wilayah (Kanwil) Agama Provinsi DKI Jakarta memantau hilal awal Ramadhan 1441 H di atap Gedung Kanwil Agama DKI Jakarta, Jatinegara, Jakarta, Kamis, 23 April 2020. Pemerintah menetapkan awal puasa atau 1 Ramadhan 1441 Hijriah jatuh pada Jumat, 24 April 2020 berdasarkan sidang Isbat. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Tim Hisab Rukyat Kantor Wilayah (Kanwil) Agama Provinsi DKI Jakarta memantau hilal awal Ramadhan 1441 H di atap Gedung Kanwil Agama DKI Jakarta, Jatinegara, Jakarta, Kamis, 23 April 2020. Pemerintah menetapkan awal puasa atau 1 Ramadhan 1441 Hijriah jatuh pada Jumat, 24 April 2020 berdasarkan sidang Isbat. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 2 Tahun 2004 menyatakan ada dua cara untuk menentukan jatuhnya 1 Ramadan, yaitu menggunakan rukyatul hilal dan hisab. Lalu, apa perbedaan rukyatul hilal dengan hisab?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Mengutip dari laman baznas.go.id, rukyatul hilal merupakan penentuan 1 Ramadan dengan cara mengamati munculnya hilal atau bulan sabit pertama. Pada saat memasuki bulan baru, bulan sama sekali tidak terlihat sepanjang malam. Hilal hanya tampak setelah matahari terbenam karena intensitas cahaya hilal sangat redup serta ukurannya sangat tipis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jika hilal telah tampak di ketinggian minimal 2 derajat, maka dinyatakan telah memasuki bulan baru. Namun, berdasarkan kriteria MABIMS atau Menteri-menteri Agama Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura, hilal ditentukan dengan ketinggian bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat. Tahun ini Kementerian Agama menggunakan kriteria ini.

Melansir dari laman Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), rukyatul hilal biasa dilakukan dengan memakai alat bantu optis berupa binokuler atau teleskop. Kemajuan teknologi alat bantu pengamatan dan perekaman citra, seperti kamera juga semakin membantu kejelasan pengamatan. Dikutip dari laman Nahdatul Ulama (NU), tahun ini pengamatan hilal akan dilakukan di 78 lokasi di seluruh Indonesia.

Sementara hisab merupakan metode perhitungan waktu secara astronomis dan matematis untuk menentukan awal bulan. Perhitungan ini didasarkan pada posisi benda-benda langit, seperti matahari, bulan, dan bumi. Berdasarkan analisis perhitungan astronomis tersebut, hilal kemungkinan besar dapat diobservasi dan usianya 8 jam 22 menit 3 detik.

Melalui metode hisab penentuan awal bulan dapat diketahui jauh-jauh hari. Hal ini karena hisab tak bergantung pada terlihatnya hilal pada saat terbenamnya matahari menjelang tanggal 1 bulan baru. Ada dua metode hisab, yaitu hisab urfi dan hisab hakiki.

Hisab urfi dilakukan dengan cara menyimpulkan rata-rata lamanya umur bulan Qamariyah. Metode ini dilakukan untuk menentukan umur bulan 29 hari atau 30 hari. Sedangkan hisab hakiki dilakukan bila hilal telah terlihat di ufuk timur pada waktu magrib, maka sudah dipastikan masuk tanggal 1 bulan baru.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus