Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ramadhan

Kisah Pencari Lailatulkadar

Mereka berdiam diri di masjid demi mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

9 Juni 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suara zikir bersahutan di antara batu nisan. Lautan manusia duduk bersila, khusyuk mendaras Surat Al-Fatihah dan Yasin. Tiap hari, kompleks makam Sunan Ampel, Surabaya, tidak pernah sepi dari peziarah. Begitu pula dengan Masjid Agung Sunan Ampel yang didirikan Sayyid Ali Rahmatullah pada abad ke-14, di area yang sama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terlebih jika Ramadan tiba, peziarah bisa mencapai 20 ribu orang atau dua kali lipatnya pada malam-malam ganjil Ramadan. Mereka datang dari berbagai penjuru negeri, terutama Pulau Jawa. Makam sang penyebar syiar Islam di Pulau Jawa itu menjadi magnet.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para peziarah beriktikaf atau khusyuk berdiam dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Salah satunya, Dwi Susanti, 16 tahun. Ia menempuh perjalanan selama lima jam dari Pesantren Darunnajah, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, untuk sampai di sana. "Setiap tahun dari pesantren selalu ke sini, tapi ini pertama kalinya saya ikut (iktikaf)," katanya Kamis lalu.

Dwi mengaku terlebih dulu berzikir di makam Sunan Ampel dan beberapa pengikut setianya, seperti Mbah Sonhaji dan Mbah Sholeh. Seusai berbuka puasa, ia menunaikan salat serta membaca Al-Quran.

Sejumlah muslim menetap di masjid dalam 10 hari terakhir puasa Ramadan, mengikuti kebiasaan Nabi Muhammad SAW. Mulai malam hari sampai waktu sahur, mereka manfaatkan untuk iktikaf. Pada salah satu malam ganjil dalam 10 hari terakhir Ramadan dikisahkan sebagai lailatulkadar. Mereka yang beribadah pada malam itu mendapatkan pahala setara melakukan ibadah pada seribu bulan lamanya.

Suasana khusyuk dan hening juga terasa di Masjid Al Iman, Bekasi Barat, Rabu dinihari lalu. Sejumlah pria membaca Al-Quran, sedangkan sebagian lainnya berbaring di area masjid. Pada bagian belakang yang dipisahkan pembatas, jemaah perempuan sedang tadarus. Embusan penyejuk ruangan dan redupnya pengaturan cahaya membuat suasana di sana terasa lebih khusyuk.

Pengurus Masjid Al Iman menyiapkan berbagai kebutuhan iktikaf untuk 20 laki-laki dan 20 perempuan, meski peminatnya membeludak. "Insya Allah, tahun depan bisa lebih banyak lagi," kata Ketua Dewan Kemakmuran Masjid Al Iman, Oscar Riandi, Rabu lalu.

Tidak semua peserta iktikaf menginap. Mereka yang tak menginap biasanya datang sekitar pukul 10.00 malam dan meninggalkan masjid seusai sahur dan salat subuh. Oscar merupakan salah satu peserta iktikaf yang tidak menginap karena masih harus bekerja. Ia biasa melakukan iktikaf bersama istri dan tiga anaknya. ARTIKA RACHMI FARMITA | YUDONO YANUAR | DIKO OKTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus