Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
A. Helmy Faishal Zaini
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Islam sebagai sebuah agama memberi pesan sangat penting dan relevan untuk menjaga keharmonisan dan kesejukan hidup bersama. Pesan tersebut tersua dalam surat Al-Baqarah, "Lâ ikraha fiddîn qad tabyyana rusyd minal ghayy". Istilah atau kalimat lâ ikraha fiddin ada yang menafsirkan sebagai la diina di ikraahin. Tidak ada paksaan dalam agama. Dengan kata lain, di mana pun ada paksaan, maka itu bukan ajaran agama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ali Asshåbuni dalam tafsir As-Showi mengatakan umat beragama tidak memiliki hak dan saham sama sekali untuk memaksakan pandangan, pendapat, dan juga keyakinan yang dimilikinya kepada siapa pun di luar dirinya. Maka dalam konteks ini, perbuatan memaksakan kehendak bukanlah ajaran agama, bukanlah perintah agama, bahkan menyalahi dan mengingkari ajaran agama itu sendiri.
Nabi Muhammad SAW tidak pernah memaksakan kehendak dan pendapatnya untuk diikuti sahabat dan pengikutnya. Jika ada orang yang tak sejalan dan tidak seakidah dengannya, tindakan Nabi Muhammad bukan menyesatkan dan mengkafirkan, melainkan justru mendoakan "Allahummahdi biqåumin fainnahum la ya'lamun". Semoga Allah membukakan pintu hidayah kepada mereka yang masih terhijab dari hidayah dan petunjuk Allah.
Hal yang membuat kita harus menarik napas panjang adalah masih banyak kalangan umat Islam yang lebih memilih tidak berdakwah dengan cara-cara dan ajaran yang diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW. Sikap santun dan tidak memaksakan kehendak serta tidak mengkafir-kafirkan orang yang tak seiman adalah tiga hal prinsip yang tak pernah lepas dari perangai Nabi saat berdakwah.
Nabi tidak pernah mengutuk, menghardik, apalagi memaksakan kehendak. Dalam banyak riwayat, raut wajah Nabi Muhammad selalu dihiasi senyum. Tidak ada gurat kemarahan di wajahnya.
Dalam konteks inilah kita wajib untuk meneladani sikap Nabi Muhammad yang tidak pernah memiliki keinginan untuk memaksa-maksa kehendaknya terhadap siapa pun, termasuk kepada yang berbeda keyakinan. Sebab, hidayah adalah monopoli dari Allah SWT. Manusia tidak memiliki kemampuan untuk memberi hidayah kepada siapa pun. Maka atas dasar itu, manusia tidak diperkenankan untuk melaknat, menghardik, dan memaksakan kehendak kepada orang lain.
Pemaksaan akan berujung pada rasa antipati. Padahal berdakwah adalah ingin meraih dan mendulang simpati dari siapa pun yang berbeda dengan kita. Maka cara-cara pemaksaan harus ditegaskan kembali bukanlah ajaran Islam dan bukan pula cara-cara dakwah yang diteladankan oleh Nabi Muhammad. Simpati bisa diperoleh dengan sikap lemah lembut dan kesantunan, bukan sebaliknya dengan paksaan dan kekerasan.
Jika yang ditampakkan adalah paksaan dan kekerasan, maka dalam konteks ini benar apa yang dikatakan Muhammad Abduh 'al-Islam mahjbun bil muslimin'. Islam (ajaran dan nilai-nilainya) telah ditutupi oleh (perilaku-perilaku) kaum muslimin. Nauzubillah. Wallahu a'lam bis showab.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo