Kontras Umumkan 36 Penanggungjawab Kasus Tanjung Priok
Translator
Editor
15 July 2003 16:09 WIB
TEMPO Interactive, Jakarta:Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengumumkan 36 nama yang dianggap bertanggungjawab atas terjadinya pelanggaran HAM berat di Tanjung Priok 1982 silam. Sekitar 22 nama di antaranya merupakan nama baru yang berbeda dengan nama tersangka yang ditetapkan oleh Kejaksaan Agung pada 14 Januari 2003 lalu. Koordinator Presidium Kontras, Ory Rachman, mengungkapkan bahwa penetapan nama tersangka oleh Kejaksaan Agung tanpa standar yang jelas. "Kejaksaan Agung sarat dengan upaya menutup diri dari pengawasan publik hingga akhirnya malah melahirkan penetapan 14 nama tersangka tanpa standar penetapan yang jelas," ujar Ory dalam konferensi persnya di kantor Kontras, Jakarta, Kamis (16/1). Ke-22 nama yang menurut Ory seharusnya ikut juga tercantum dalam daftar tersangka yakni, bekas Presiden Soeharto selaku otak pembantaian, Jaksa Agung Hari Soeharto selaku perancang penangkapan, bekas Panglima ABRI, L.B. Moerdani sebagai perancang pembantaian, berikut Try Soetrisno selakuk operator utama pembantaian dan pembekuan kasus. Tiga nama lain yang dianggap mengetahui rencana pembantaian yakni bekas Kapolda Metro Jaya Ismujoko, bekas Menteri Kehakiman Ismail Saleh serta bekas Gubernur DKI, R. Soeprapto. Pada tingkat teknis disebutkan Kejaksaan Tinggi DKI selaku operator penangkapan di Jakarta, bekas Kapomdam Jaya Pranowo selaku operator utama penangkapan. Selain itu bekas Laksusdajaya Dody Mulyadi yang melaksanakan penangkapan, Sumardi dan Darminto, selaku pelaksana penghilangan paksa di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Sementara untuk aparat di wilayah Utara yang dianggap bertanggungjawab yakni, bekas Wali Kota Jakarta Utara Kustamto, bekas Dandim Jakarta Utara, Butar-butar sebagai operator pelaksana pembantaian. Mantan Kasiop Kodim Jakarta Utara Sriyanto yang memimpin pembantaian, bekas Kapolres Jakarta Utara, Ismet sebagai operator pelaksana pembantain dan bawahannya Hery sebagai pemimpin pembantaian dan anggota Koramil Koja Rieyen Kano serta Hermanu selaku pelaksana pembantaian. Empat nama yang berasal dari aparat instansi kehakiman dan rumah tahanan, yakni Joto Lembah, Anwar Pamuntjak, dan Surti Pranowo sebagai hakim pemvonis korban dan bekas Kepala Lapas Cipinang kala itu. 14 nama yang turut disebutkan dalam laporan Kontras sebagai pelaku pembantaian adalah Sutrisno, Mascung, Yajid, Siswoyo, Asrori, Kartijo, Zulfatah, Muhson, A. Halim, Sofyan Hadi, Parnu, Winarko, Idrus, Sumitro, dan Prayogi. Seluruhnya adalah prajurit Arhanud yang oleh Kejaksaan Agung ditetapkan sebagai tersangka pelaku kekerasan HAM dalam berkas yang diserahkan ke pengadilan ad hoc pada 14 Januari lalu. Tidak dimasukkannya ke-22 nama itu, selain prajurit Arhanud oleh Kejaksaan Agung sebagai tersangka, dinilai Kontras telah menafikan dan mengaburkan interpretasi keberadaan undang-undang No. 26 Tahun 2002 Pasal 42 tentang pertanggungjawaban komando. "Kalau mereka melihat pasal itu berarti yang bertanggungjawab secara komando kan adalah Soeharto, Benny Moerdani dan Try Sutrisno, juga nama-nama lain yang ada dalam daftar," kata Ory. Pada bagian lain Kontras juga mengkritisi pembentukan tim penuntut umum ad hoc yang tidak mengikutsertakan masyarakat non-Kejaksaan Agung dalam proses penuntutan. Kontras menilai komposisi seperti itu jelas tidak mewakili masyarakat korban. " Kejaksaan mengulang buruknya kualitas hasil tuntutan para jaksa dalam kasus ad hoc Timor Timur," cetus Ory. Untuk itu, Kontras mendesak pemerintah dan Mahkamah Agung memilih dan menetapkan ulang secara transparan para hakim ad hoc kasus Tanjung Priok. "Kami minta pemerintah dan MA memilih kemampuan, integritas dan moralitas yang baik untuk menjadi pengadil dalam proses pemeriksaan proses HAM Tanjung Priok," ungkap Ory. (Sri Wahyuni-Tempo News Room