TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fadli Zon, mengatakan bahwa Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, harus mengklarifikasi pernyataannya mengenai pembelian 5.000 senjata oleh suatu institusi. "Jumlah 5.000 itu angka yang signifikan, kalau Panglima TNI berbicara seperti itu harus ada data pendukung yang kuat bukan hanya sekedar bicara," kata dia, di Gedung Nusantara III, Jakarta, Senin, 25 September 2017.
Menurut politikus Partai Gerindra itu, klarifikasi terkait dengan institusi yang disebutkan panglima TNI. Namun Panglima menolak menyebutkannya.
Baca:
PT Pindad: Senjata Pesanan BIN Berbeda dengan Spesifikasi TNI
PT Pindad: Spesifikasi Senjata Pesanan BIN Berbeda dengan TNI ...
Fadli menjelaskan pengadaan persenjataan sudah ada aturannya, pihak yang berhak dan jenisnya pun harus disesuaikan dengan keperluan-keperluan tertentu. "Ini perlu diklarifikasi Pak Wiranto yaitu ada miskomunikasi sehingga harus didudukkan terlebih dahulu." Jangan sampai, kata Fadli, ada spekulasi macam-macam dan tidak muncul dugaan ada pihak yang mempersenjatai diri.
Ahad sore kemarin, 24 September 2017, Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Wiranto mengadakan konferensi pers terkait polemik pembelian 5000 pucuk senjata. Menteri mengkonfirmasi bahwa memang ada senjata pesanan Badan Intelijen Nasional (BIN). Ia mengakui ada pembelian 500 senjata laras pendek buatan Pindad oleh BIN (Badan Intelijen Nasional), bukan 5.000 senjata standar TNI.
Baca juga:
Warga di Kampung Aidit Tidak Dipaksa Nobar Film G30SPKI
Wiranto mengatakan polemik soal pembelian senjata itu hanya masalah komunikasi yang belum tuntas antara Mabes TNI, Mabes Polri, dan BIN. Wiranto berharap polemik itu tidak dipolitisasi lagi.
Polemik muncul pascaberedarnya rekaman pernyataan Gatot Nurmantyo saat menggelar acara silaturahmi para purnawirawan jenderal dan perwira aktif TNI. Rekaman dalam bentuk suara itu berisi rencana sebuah institusi di Indonesia yang akan mendatangkan 5.000 pucuk dengan mencatut nama Presiden Jokowi.
ANTARA | SAIFULLAH S.