Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Negeri Asing

Oleh

image-gnews
Iklan

Masa lalu adalah sebuah negeri asing seseorang mengutip sepotong kalimat dari sebuah novel Inggris.

Agaknya memang demikian: menengok foto-foto sendiri ketika 25 tahun lebih muda, melihat pemandangan kota ketika hanya ada lima mobil di jalan….
Ada sepatah kata dari bahasa Jawa yang menggambarkan keadaan itu: pangling. Dalam pangling kita nyaris tak mengenal lagi apa yang pernah kita kenal. Waktu memisahkan kini dan dulu seakan-akan membagi sebuah wilayah jadi dua. Yang satu "tempat" kita mengalami hari ini. Yang lain "tempat" yang jauh. Kita terkait dengannya, tapi tak secara pas.

Baca Juga:

"The past is a foreign country; they do things differently there." Novel Go-Between L.P. Hartley dimulai dengan kenangan seseorang berusia 60 tahun yang menemukan sebuah catatan harian yang ditulis ketika ia berumur 13 tahun--menemukan dirinya yang lain.
Apa sebenarnya yang kita ketahui tentang "negeri asing" itu? Catatan harian hanya bisa memberi satu bagian yang sangat kecil dari kejadian yang tak 100 persen terungkap. Rekaman fotografis hanya menangkap yang sejenak.

Di sana, masa lalu bukan fakta. Masa lalu adalah momen-momen yang ditafsirkan dengan tafsir yang selamanya mencoba-coba. Adakah Chairil Anwar berpacaran dengan Sri Ayati, tak bisa ditentukan dari satu sajak. Adakah Bung Aidit seorang perokok atau bukan, tak bisa ditentukan berdasarkan potret di saat ia memegang atau tak memegang sigaret. Adakah pada 17 Juli 1789 ada suatu peristiwa besar atau tidak, itu tak bisa dipastikan dari catatan harian Louis XVI. Raja yang kemudian dipancung lehernya itu hanya mencatat "rien", tak ada apa-apa, ketika rakyat Paris menyerbu penjara Bastille ledakan pertama Revolusi Prancis.

Masa lalu hadir kembali ketika kita kasmaran membaca sajak, atau curiga, atau ogah-ogahan. Antusiasme, trauma, cemas, dan hal-hal lain yang tak disadari ikut dalam proses merekam dan mengingat. Tak ada masa lalu yang dibangun kembali tanpa situasi kini. Tak ada masa lalu yang murni

Pada suatu pagi Yayuk mencicipi sambal kecombrang dan ia teringat akan jari-jari ibunya di penggerus cabai; ia merasa terharu, dan pagi terasa berbeda. Atau pada suatu sarapan Marcel menghidu bau satu adonan kue dan teringat akan rasa madeleine yang dulu dibikinkan tantenya, dan tiba-tiba seluruh pemandangan di depannya tampak berubah.
Ingatan membentuk persepsi, persepsi membentuk ingatan: masa lalu, "negeri asing" itu, bukan "asing" karena yang telah silam sama sekali terpisah dari yang berlangsung kini, melainkan karena ia tak bisa sepenuhnya kita kuasai--bahkan dengan rencana yang paling rinci sekalipun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berbeda dari anggapan yang lazim, ingatan bukan mekanisme mereproduksi. Ingatan adalah kemampuan membentuk sesuatu yang baru dari unsur lama (yang dulu, yang tadi) dalam persenyawaan dengan yang kini. Ketika kita memandang foto-foto Alex dan Frans Mendur tentang peristiwa politik di Jakarta tahun 1945, dan kita terpesona, yang kita lihat bukan hanya sebuah repetisi. Kita dan foto-foto itu hadir dengan kesan baru, mungkin melahirkan interpretasi yang sebelumnya tak ada. Itu sebabnya fotografi dianggap "meng-abadi-kan": wajah itu, peristiwa itu, lanskap itu, yang seharusnya ditelan waktu, seakan-akan diperbarui setiap kali.

Artinya, sekali lagi, yang lampau tak sama sekali terpisah dari yang sekarang. Sebagaimana masa lalu tak pernah murni, juga masa kini. Keduanya bertaut, saling membentuk.

Sebab itulah kita sebaiknya bertanya: sejauh manakah kita tahu bahwa kita sesungguhnya tidak tahu tentang masa lalu--dalam arti tak bisa sepenuhnya mengurainya, tak sanggup membuat anatominya yang "benar"?
Katakanlah, tentang 30 September 1965. Jarak kita dari "negeri asing" itu kian jauh. Endapan ingatan dan cara membaca bertambah kompleks. Kecemasan, harapan, kepentingan, demikian juga tafsir atas fakta--bahkan faktanya sendiri--juga berubah, secara kuantitatif atau kualitatif. Bahasa yang dipakai membicarakannya juga tak sama. Leksikon 2017 berbeda dengan kamus 1965. Kita tak tahu lagi apa itu "Perang Dingin"; kata "kontrarevolusioner" tak punya dampak yang seperti tahun 1960-an, bahkan kata "komunisme" tak lagi mengacu ke satu wacana dan lembaga yang identik: antara 1917 dan pasca-Mao, ada pelbagai "komunisme" yang terkadang berbentrokan.
Artinya, yang ingin "meluruskan sejarah" perlu tahu bahwa sejarah tak pernah bisa lurus. Film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S yang diproduksi Perusahaan Film Negara sama mencongnya, meskipun mungkin sama seramnya, dengan film The Act of Killing yang dibuat Joshua Oppenheimer.

Dalam kegaduhan tentang itu, kita pun lupa: satu bagian penting dalam mengingat bukanlah mengulang, melainkan melahirkan yang baru. Kini tinggal kita memilih apa gerangan yang baru itu: kebengisan, atau kehidupan.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


15 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

21 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.