TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami kesaksian mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang menyatakan semua ketua fraksi DPR mendapat jatah proyek e-KTP. Hal itu akan dilakukan jika ada kesesuaian antara pernyataan Nazaruddin dengan bukti lain.
"Karena keterangan saksi itu prinsipnya tidak bisa berdiri sendiri. Jika kami menemukan ada bukti lain dan ada kesesuaian dengan bukti, itu akan diperdalam," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah di gedung KPK Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan pada Senin, 19 Februari 2018.
Baca: Nazaruddin Sebut Semua Ketua Fraksi DPR Menerima Jatah E-KTP
Menurut Febri, keterangan itu sudah disampaikan Nazaruddin sejak awal proses penyidikan. "Namun tentu saja penelusuran lebih lanjut akan dilihat dari kesesuaian bukti lain," kata Febri.
Dalam sidang terdakwa dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP Setya Novanto yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat pada Senin, 19 Februari 2018. Nazaruddin menyatakan, ada permintaan dari Anggota Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Golkar Mustokoweni Murdi agar semua ketua fraksi di DPR mendapat jatah dari proyek e-KTP.
"Menurut laporan dari Mustokoweni dan Andi Narogong semuanya (pemberian uang) terealisasi, termasuk fraksi Partai Demokrat menerima," kata Nazaruddin.
Baca: Sidang E-KTP, Setya Novanto: Nazaruddin Banyak Bohongnya
Dalam kesaksiannya, Nazaruddin mengaku tak ingat rincian dana terbesar ataupun terkecil yang diterima para ketua fraksi. Namun, ia kembali menegaskan, semua ketua fraksi mendapatkan aliran dana dari proyek megakorupsi itu. Tak terkecuali partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, Partai Demokrat.
Menurut Nazaruddin, jatah untuk Partai Demokrat diserahkan kepada Mirwan Amir selaku mantan politikus Demokrat. Mirwan menjabat sebagai wakil ketua badan anggaran (Banggar) DPR periode 2010-2012.
Adapun Mirwan membawa uang US$ 1 juta. Menurut Nazaruddin, sebanyak US$ 500 ribu masuk ke brankas Partai Demokrat. "Sisanya ada kebutuhan lain saya lupa," ujar Nazaruddin.
Proyek e-KTP menelan anggaran Rp 5,9 triliun. Berdasarkan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan, negara mengalami kerugian sekitar Rp 2,3 triliun lantaran ada praktik korupsi yang diduga dilakukan bersama-sama oleh pejabat Kementerian Dalam Negeri (kemendagri), anggota DPR, dan pihak swasta.
LANI DIANA