TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso menyatakan sejumlah persoalan masih menyelimuti dunia penerbangan nasional. Persoalan ini mulai kepadatan lalu lintas ruang udara hingga keselamatan penerbangan.
"Salah satunya keterbatasan penggunaan ruang udara di Yogyakarta, Madiun, dan Malang," kata Agus saat menjadi pembicara dalam acara Expert Talk: Aviation Industri yang diadakan Himpunan Mahasiswa Teknik Industri Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat, Senin, 19 Desember 2018.
Baca: Gunung Sinabung Meletus, Penerbangan via Bandara Kualanamu Lancar
Keterbatasan penggunaan, ucap Agus, terjadi karena bandara dan pangkalan udara di tiga kota tersebut masih berada dalam military training area (MTA). MTA berada langsung di bawah tanggung jawab Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara atau TNI AU. Kondisi ini juga menjadi salah satu alasan pembangunan bandara baru Yogyakarta di Kulon Progo.
Persoalan selanjutnya terkait dengan on time performance (OTP) atau ketepatan waktu penerbangan. Sepanjang tahun 2017 saja, ketepatan waktu penerbangan domestik maskapai nasional justru turun 2,5 persen. Padahal ketepatan waktu menjadi tolok ukur penumpang untuk menentukan pilihan penerbangan. "Target OTP tahun 2019 adalah 88 persen," ujarnya.
Selanjutnya, tutur Agus, adalah persoalan keamanan dan keselamatan penerbangan di Papua. Dalam tiga tahun terakhir, data Kementerian Perhubungan mencatat, jumlah insiden kecelakaan penerbangan di Papua cenderung meningkat. Terakhir, pada April 2017, pesawat kargo Cessna Caravan FK- FSO jatuh di pegunungan Bintang, Papua.
Untuk mengatasi persoalan ini, Kementerian Perhubungan melakukan sejumlah upaya. Untuk kepadatan lalu lintas ruang udara, misalnya, kata Agus, pihaknya melakukan pengelolaan waktu terbang atau slot time secara online. Pengelolaan dilakukan melalui sistem aplikasi real slot buatan AirNav Indonesia. "Terhubung langsung dengan sistem izin rute atau flight approval milik Ditjen Perhubungan Udara," ujarnya.
Untuk Papua, ucap Agus, modernisasi layanan navigasi juga terus dikebut. Upaya ini untuk mendukung konektivitas bandara di Papua, dari kota sampai daerah terpencil. Namun, tutur Agus, Kementerian Perhubungan sangat membutuhkan pemasukan dari sejumlah pihak terkait untuk menyelesaikan persoalan ini.