TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi penerimaan pajak pada Januari 2018 telah mencapai Rp78,94 triliun atau tumbuh 11,17 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
"Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi dan melanjutkan tren positif sejak 2015," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa, 20 Februari 2018.
Sri Mulyani mengatakan realisasi penerimaan ini berasal dari pendapatan PPh nonmigas sebesar Rp41,7 triliun, PPN dan PPnBM sebesar Rp32,3 triliun, PPh Migas sebesar Rp4,54 triliun dan pajak lainnya Rp480 miliar.
Pada Januari 2017, realisasi penerimaan dari PPh nonmigas tercatat Rp36,29 triliun, PPN dan PPnBM Rp29,52 triliun, PPh Migas Rp4,48 triliun dan pajak lainnya Rp420 miliar.
Dengan demikian, PPh nonmigas tumbuh 14,9 persen, PPN dan PPnBM tumbuh 9,41 persen, PPh Migas tumbuh 1,24 persen dan pajak lainnya tumbuh 12,84 persen.
"Pertumbuhan pajak ini apabila tidak memperhitungkan penerimaan dari uang tebusan amnesti pajak pada Januari 2017, maka pertumbuhan pada Januari 2018 mencapai 11,88 persen," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan PPh nonmigas itu terjadi untuk PPh Pasal 21 yang tumbuh 16,09 persen, PPh Orang Pribadi yang tumbuh 33,18 persen serta PPh Badan yang tumbuh 43,66 persen.
Pertumbuhan ini lebih baik dari periode Januari 2017, karena PPh pasal 21 tercatat hanya tumbuh 5,12 persen, PPh Orang Pribadi hanya tumbuh 3,92 persen dan PPh Badan tumbuh negatif 43,36 persen.
"Pertumbuhan PPh nonmigas ini didominasi oleh sumbangan PPh pasal 21, PPh Orang Pribadi dan PPh Badan seiring masih positifnya permintaan domestik," ujar Sri Mulyani.
Secara keseluruhan, Sri Mulyani memastikan pertumbuhan hingga dua digit di awal tahun memberikan optimisme awal dalam upaya merealisasikan target penerimaan pajak pada 2018.
Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani juga memaparkan realiasi bea masuk yang telah mencapai Rp2,8 triliun, bea keluar mencapai Rp400 miliar dan cukai mencapai Rp400 miliar.
"Penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp3,5 triliun ini tumbuh 16,9 persen, yang didukung oleh membaiknya kinerja ekspor impor seiring dengan membaiknya perekonomian global dan harga komoditas," katanya.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan menambahkan terdapat dua alasan yang menyebabkan penerimaan pajak tumbuh positif sebesar 11,17 persen pada Januari 2018.
Pertama adalah karena tidak ada permintaan percepatan untuk pembayaran pajak dari Wajib Pajak Badan di Desember. Kedua, karena membaiknya kondisi perekonomian pada awal 2018.
"Kalau kita simpulkan penyebabnya karena tidak ada ijon di Desember dan ekonomi yang sedang tumbuh cukup bagus," kata Robert.
Menurut Robert, percepatan pembayaran pajak di Desember itu yang menyebabkan pertumbuhan pajak pada Januari 2015 dan 2016 masing-masing tumbuh negatif sebesar 12,41 persen dan 4,43 persen.
Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa ia akan terus mengkaji dan memperbaiki tata kelola perpajakan agar Kementrian Keuangan tetap mendapatkan pemasukan pajak sesuai target. Selain itu, pengkajian juga diperlukan untuk meningkatkan layanan pada masyarakat.
Peningkatan layanan dalam perpajakan yang dilakukan pada 2018, menurut Sri Mulyani antara lain simplifikasi registrasi wajib pajak, perluasan tempat pemberian layanan (seperti melalui mobile tax unit), serta fokus perbaikan pada Post Filing Index dalam Paying Taxes.
ANTARA | FADIYAH | YY