Mana yang Lebih Berat, Beban Mental Pelakor atau Pebinor?

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yunia Pratiwi

google-image
Ilustrasi pasangan selingkuh. Shutterstock

Ilustrasi pasangan selingkuh. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta -  Istilah pelakor, perebut laki orang, kini menjadi momok bagi kebanyakan wanita. Mereka yang sudah bersuami, takut suaminya diambil pelakor. Mereka yang kebetulan menjadi pelakor, takut diciduk istri sah. Fenomena yang terjadi kini adalah istri sah merekam pelabrakan pelakor, kemudian diunggah ke media sosial. 

Namun berbanding terbalik dengan fenomena pria hadapi pebinor atau perebut bini orang. Berita - berita suami yang mendapati istrinya memiliki pria idaman lain atau bahkan melabrak istrinya yang berselingkuh, cenderung cepat hilang begitu saja atau tidak ramai dibicarakan.  

(Depositphotos)

Mungkin masyarakat akan bersimpati. Namun kebanyakan beranggapan, kalau akhirnya hubungan berujung perceraian, suami yang istrinya pindah ke lain hati dianggap akan mudah mencari pengganti. Maka simpati yang didapatkan pria sebagai korban pebinor (perebut bini orang) tidak sebanyak simpati yang diberikan pada istri korban pelakor. Padahal baik pria maupun wanita yang menjadi korban, hal itu sama menyakitkan.

Maka inilah kenyataan - kenyataan pahit yang harus pria rasakan ketika bersaing dengan pebinor.

Stigma bahwa pria adalah penjaga wanita
Kalau dalam kasus Pelakor masyarakat cenderung menyalahkan tiga belah pihak: 1. Suami yang kegenitan mentang-mentang sudah sukses, 2. Perempuan (pelakor) yang maunya instan dapat lelaki yang sudah mapan, 3. Istri yang dianggap tidak bisa memuaskan suami, maka lain halnya jika seorang perempuan meninggalkan suaminya karena hatinya telah berpindah. Orang cenderung hanya menyalahkan pihak suami yang diselingkuhi.

Alasannya bisa macam-macam; punya istri cantik tapi tidak dimodalin, kurang memuaskan istri di ranjang, kurang perhatian, kurang memberi nafkah dan lain-lain. Pada kasus ini orang jarang menyalahkan istri yang diam-diam berselingkuh dan selingkuhannya. Dan hal ini akan menjadi track record pria pada saat mencoba menjalin hubungan pasca perceraian. Kegagalan itu akan tercatat dan mungkin membuatnya takut bahwa calon pasangannya di masa mendatang menjadikan hal itu sebagai bahan pertimbangan jika ingin melangkah ke jenjang yang lebih serius.

Baca juga: Kasus Pelakor, Ketahui Alasan Perselingkuhan Tak Boleh Dilakukan

 

Ayah tidak bisa merangkap jadi ibu
Mungkin egois, tapi kebanyakan pria menikah juga dengan motif bahwa akan ada yang menjaga mereka di hari tua. Namun pepatah berkata, seorang ibu bisa merangkap tugas menjadi seorang ayah, namun ayah tidak akan bisa merangkap tugas sebagai ibu. Maka ketika suami terpaksa menerima kenyataan istrinya dicuri pebinor, ketakutan ditinggal sendirian, karena anak - anak kemungkinan akan tetap ikut ibunya, akan menghantui. Sehingga jelas ditinggalkan istri jauh lebih berat dibanding meninggalkan istri. Ketakutan ditinggal sendiri menjadikan pria rentan depresi, apalagi membayangkan harus memulai lagi dari awal. Belum lagi ketakutan menghadapi sidang perceraian, finansial, dan lain - lain.

Julukan hina sebagai pria yang gagal mempertahankan wanita
Jika seorang wanita suaminya direbut oleh perempuan lain, mungkin dia dicap sebagai perempuan yang gagal mempertahankan rumah tangga, tapi biasanya mereka tidak akan dicap gagal sebagai seorang ibu. Tapi bagi pria, sebutan sebagai pria gagal mempertahankan wanita sungguh menyakitkan. Bukan hanya malu di mata keluarga dan teman-teman, tapi juga di dalam pergaulan. Sulit keluar dari stempel tersebut yang mungkin akibatnya berimbas ke pekerjaan atau karir, bisnis, dan hubungan sosial. Pria yang cenderung susah curhat atau mengungkapkan kesedihannya dan "gagal move on" rentan pula terjerumus kepada ketergantungan alkohol dan penyalahgunaan narkoba yang malah membuat kehidupannya semakin rusak.

Lalu harus tetap cool hadapi semua itu
Jika wanita dianggap wajar berteriak, marah, menangis, saat menghadapi masalah rumah tangga yang berat, maka pria tidak bisa. Saat menghadapi kenyataan istrinya memberikan hatinya kepada pria lain, maka seorang pria harus tetap kuat, tidak boleh cengeng, apalagi ekspresif marah - marah ketika tahu istrinya selingkuh. Lingkungan menuntut pria untuk selalu cool dan kalem. Jika tidak, malah balik dibully dan dibilang cengeng sebagai pria atau disebut penjahat jika sampai melakukan kekerasan kepada istrinya yang jelas - jelas selingkuh. Sungguh berat.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."