TEMPO.CO, Jakarta - Fredrich Yunadi telah mengajukan banding atas pemecatannya sebagai advokat ke Perhimpunan Advokat Indonesia atau Peradi. Fredrich mengajukan Akta Banding bernomor 058/PERADI/DKP/AB/II/2018 melalui kuasa hukumnya, Haryadi, pada Rabu, 21 Februari 2017 lalu kepada Dewan Kehormatan Daerah (DKD) Peradi DKI Jakarta.
Haryadi membenarkan kabar pengajuan banding tersebut. "Iya sudah kami ajukan dengan bukti Akta Permohonan Banding karena keberatan terhadap putusan DKD Peradi DKI Jakarta," kata Haryadi ketika ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat pada Kamis 22 Februari 2018.
Dalam akta banding itu, Haryadi menuangkan dua alasan, yakni formil dan materiil. Dalam alasan formil, Haryadi menyebutkan bahwa kapasitas pengadu yang merupakan mantan klien Fredrich tidak memenuhi syarat dalam mewakili 131 klien lainnya. Sebab, kata Haryadi, dari 131 klien Fredrich, beberapa di antaranya telah mencabut kuasa karena telah menerima haknya sebagai calon penghuni Rusunawa yang dirugikan pengembang. Hal itu menurut Haryadi melanggar Pasal 4 Keputusan DPN Peradi Nonor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memeriksa, Mengadili Pelanggaran Kode Etik Advokat.
Baca juga: Dipecat Peradi Jadi Advokat, Fredrich Yunadi Siap Ajukan Banding
Haryadi juga menilai putusan pemecatan DKD Peradi DKI Jakarta tidak berimbang. Sebab, Fredrich Yunadi tidak dapat menghadiri sidang kode etik yang bersamaan dengan pemanggilannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Pertimbangan hukum dalam putusan hanya didasarkan pada bukti yang diajukan pengadi saja atau sepihak," kata Haryadi. Hal itu, ucap Haryadi, menyalahi Pasal 11 ayat 1 huruf a Keputusan DPN Peradi Nomor 2 Tahun 2007 yang mengharuskan teradu hadir dalam sidang.
Haryadi juga membantah kehadiran Fredrich Yunadi dalam Putusan DKD Peradi DKI Jakarta di halaman dan alinea terakhir. Dalam putusan itu, DKD Peradi DKI Jakarta menyebutkan putusan dalam persidangan dihadiri oleh pengadu dan teradu.
"Hal ini tidak benar karena posisi teradu (Fredrich) saat itu dalam tahanan KPK," kata Haryadi.
Adapun alasan materiil banding itu membantah Fredrich telah menelantarkan kliennya. Haryadi menjelaskan, Fredrich Yunadi telah melakukan upaya hukum hingga 19 Desember 2017 dengan bukti surat darinya kepada para pengadu yang berisi Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
"Sampai saat ini pemeriksaan perkara tersebut masih berjalan," kata Haryadi.
Haryadi juga menyebut bahwa selama ini Fredrich Yunadi tidak pernah menerima sanksi dari Dewan Kehormatan Peradi. Sehingga, pemberhentian tetap terhadap Fredrich tidak tepat karena hanya berdasarkan alat bukti pengadu.
Dewan Kehormatan Daerah (DKD) Peradi Jakarta telah memutuskan memecat Fredrich Yunadi dengan alasan pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI). Fredrich dianggap melanggar KEAI karena menelantarkan klien setelah menerima honor Rp 450 juta.
Baca juga: Pemecatan Yunadi Tak Berkaitan dengan Perintangan Penyidikan KPK
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal Peradi Rivai Kusumanegara mengatakan putusan pemecatan Fredrich dibacakan dalam sidang DKD Peradi Jakarta pada Jumat, 2 Februari 2018. Sidang itu digelar seusai klien Fredrich, pemilik Apartemen Kemanggisan Residence, melaporkannya kepada Peradi.
Rivai menjelaskan, para pemilik Apartemen Kemanggisan menggunakan jasa Fredrich Yunadi terkait dengan laporan pengembang yang tidak bisa melanjutkan pembangunan akibat pailit. Padahal para calon pemilik apartemen telah mencicil atau melunasi pembelian apartemen.
Alih-alih membantu para klien, Fredrich memutuskan hubungannya dengan calon pemilik apartemen. Ia tidak bisa dihubungi dan ditemui. Atas alasan itu, para kliennya mengadu ke DKD Peradi Jakarta.