TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional Amien Rais mengungkap sosok menteri yang setia menemani Soeharto sebelum ia mengundurkan diri sebagai presiden pada 21 Mei 1998 silam. Sosok itu adalah Menteri Sekretaris Negara Saadillah Mursjid.
Amien bercerita, dua hari setelah Soeharto lengser, dokter-dokter kepresidenan datang menemuinya di kantor Muhammadiyah, Jakarta. Mereka menuturkan, saat Soeharto berniat berhenti, tidak ada menteri yang mendampinginya, kecuali Saadillah.
Baca juga: Amien Rais Minta Kementerian Agama Mencabut Daftar 200 Mubaligh
“Tidak ada satu menteri pun yang masih mendampingi Pak Harto, kecuali Pak Saadillah Mursjid,” kata Amien saat berpidato dalam acara Refleksi 20 Tahun Reformasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 21 Mei 2018.
Para menteri selain Saadillah, kata tokoh reformasi ini, memilih meninggalkan Soeharto pada masa sulitnya. Menurut dia, peristiwa ini menampilkan bagaimana sifat manusia sebenarnya.
“Itulah watak manusia. Jadi, ketika Pak Harto masih jaya, semua bergerumul. Begitu beliau mau step down, tinggal makhluk atau hamba Allah yang namanya Saadillah,” ujarnya.
Karena itu, Amien berpesan agar hati-hati memilih kawan, terutama dalam berpolitik.
Baca juga: 20 Tahun Reformasi, Amien Rais: 4 Cita-cita Ini Berhasil Terwujud
Amien menjadi salah satu tokoh sentral reformasi yang berhasil menggulingkan Orde Baru. Bersama ribuan mahasiswa, ia berkumpul di Kompleks Parlemen dan menduduki Gedung DPR/MPR pada 20 Mei 1998 mendesak Soeharto berhenti.
Amien Rais menuturkan Soeharto pada dasarnya sudah ingin berhenti sebagai presiden setelah melihat desakan dari masyarakat begitu kuat. Terlebih Ketua DPR/MPR saat itu, Harmoko, turut meminta Soeharto legowo berhenti.
Keesokan harinya, Soeharto mengumumkan pemberhentian dirinya sebagai presiden. Kursi Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada wakilnya, B.J. Habibie.