TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada kuartal pertama 2018 cukup baik di tengah gejolak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
"Dari sisi fiskal, APBN mengalami perbaikan yang cukup nyata dan signifikan," tuturnya di Gedung Juanda I, Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 22 Mei 2018.
Menurut Sri Mulyani, realisasi defisit APBN pada akhir April 2018 adalah Rp 55,1 triliun atau 0,37 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Realisasi tersebut, kata dia, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp 104,9 triliun atau 0,77 persen terhadap PDB.
"Ini menunjukkan APBN kita dalam situasi yang makin baik dan sehat," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Gejolak pasar global menyebabkan nilai tukar rupiah terus melemah hingga menembus batas psikologisnya, yaitu Rp 14 ribu per dolar Amerika. Pada pagi hari ini, rupiah menguat tipis menjadi Rp 14.187 per dolar Amerika dibanding posisi sehari sebelumnya, Rp 14.190 per dolar Amerika, yang merupakan level terlemahnya sejak Oktober 2015.
Menurut Sri Mulyani, gejolak yang memunculkan ketidakpastian pasar ini merupakan dampak dari perubahan lingkungan global. Terutama dampak dari kebijakan bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed), juga kebijakan perdagangan dan kebijakan fiskalnya.
Bank Indonesia pun akhirnya memutuskan meningkatkan suku bunga acuan lewat 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) dari level 4,25 persen menjadi 4,5 persen. Keputusan itu berlaku efektif sejak 18 Mei 2018.