TEMPO.CO, Jakarta - Kurs dolar AS pada hari ini kembali menguat terhadap rupiah. Nilai tukar rupiah pada hari ini menyentuh posisi Rp 14.404 per dolar AS berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor).
Sementara data yang diterbitkan Bank Indonesia pagi ini terpantau menempatkan Jisdor di Rp 14.404 per dolar AS. Artinya, angka tersebut melemah 133 poin atau 0,93 persen dari posisi Rp 14.271 pada posisi Kamis kemarin.
Baca: Menperin: Penguatan Dolar Untungkan Industri Kecil
Pelemahan rupiah ini terjadi sejak beberapa hari sebelum dilakukannya Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang dijadwalkan siang hari ini. Bank sentral sebelumnya telah mengundur rapat karena adanya libur nasional Pilkada serentak pada 27 Juni 2018 lalu.
Adapun rapat dewan Gubernur tersebut salah satunya akan membahas langkah bank sentral terhadap perkembangan baru arah kebijakan yang terjadi di luar negeri. Kebijakan luar negeri tersebut khususnya dari bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) dan bank sentral Eropa (The European Central Bank/ECB).
Baca: Dolar Nyaris 14.200, DPR Peringatkan Perry Warjiyo
Pada perdagangan Kamis lalu, rupiah ditutup melemah 215 poin atau 1,52 persen di level Rp 14.394 per dolar AS. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak fluktuatif pada kisaran Rp 14.367 – Rp 14.415 per dolar AS.
Sementara itu, pergerakan indeks dolar AS, yang melacak pergerakan greenback terhadap sejumlah mata uang utama dunia, terpantau melemah 0,27 persen atau 0,353 poin ke level 94,959 pada pukul 09.56 WIB.
Sebelumnya indeks dolar dibuka turun tipis 0,016 poin atau 0,02 persen di level 95,296, setelah pada perdagangan Kamis (28/6) berakhir naik 0,02 persen atau 0,022 poin di posisi 95,312.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail memperkirakan dolar AS akan bergerak stabil di sekitar level 95,2-95,5 terhadap beberapa mata uang utama dunia terutama Euro pada perdagangan hari ini.
Hal tersebut menyusul rilis data PDB AS pada bulan Januari hingga Maret yang tercatat hanya sebesar 2 persen. Capaian ini sedikit lebih rendah dibandingkan laporan bulan sebelumnya sebesar 2,2 persen. Yield US treasury 10 tahun AS naik tipis sebesar 1 basis poin ke level 2,84 persen seiring lemahnya data PDB AS tersebut.
Di sisi lain, inflasi Jerman bulan Juni sebesar 2,1 persen yang lebih tinggi dibandingkan target inflasi Jerman sebesar 2 persen menjadi katalis positif perbaikan pertumbuhan ekonomi Eropa.
Sementara itu, ekonom Bank Central Asia David Sumual mengatakan kondisi perekonomian Indonesia saat ini rentan terhadap penguatan dolar AS. Hal tersebut sebagai konsekuensi dari impor komoditas dan deindustrialisasi dalam satu dekade terakhir. “Dulu porsi sektor industri kita (Indonesia) hampir 30 persen, sekarang justru turun ke arah 25 persen," tutur David.
Hal tersebut, menurut David, mengganggu penyerapan tenaga kerja. "Apabila tidak ada tenaga kerja atau banyak pengangguran, maka daya beli masyarakat akan terpengaruh, pendapatan menurun, akan mengganggu ekonomi,” katanya mengomentari soal tren penguatan dolar AS belakangan ini.