Pemerintah harus menghentikan obral izin eksploitasi sumber daya alam yang terjadi setiap menjelang pemilihan kepala daerah. Obral izin hanya akan memperparah kerusakan lingkungan. Komisi Pemberantasan Korupsi juga perlu turun tangan karena praktik yang tidak bertanggung jawab ini amat rawan korupsi.
Hasil penelitian sejumlah lembaga lingkungan menunjukkan obral izin pada tahun politik terjadi baik di sektor pertambangan maupun perkebunan. Aturan ketat tentang izin wilayah pertambangan, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, diterabas. Proses pemberian izin pun tidak transparan.
Moratorium yang sudah berlaku dan terus diperpanjang di hutan primer dan lahan gambut sejak 2013 juga masih mudah diakali. Banyak sekali modusnya. Misalnya, izin baru tidak diberikan tapi ada perpanjangan izin lama atau pengubahan jenis perizinan eksplorasi menjadi eksploitasi.
Data Wahana Lingkungan Hidup menunjukkan terjadi lonjakan angka izin hutan tanaman industri di sejumlah daerah pada 2017. Luasnya di seluruh Indonesia mencapai 389,5 ribu hektare, meningkat hampir dua kali lipat dibanding luas area yang diizinkan setahun sebelumnya.
Lembaga Auriga Nusantara pun mencatat tren yang sama untuk izin usaha pertambangan. Yang paling mencolok adalah di Kalimantan Timur, karena ada 525 izin baru terbit tepat setahun menjelang pemilihan kepala daerah. Adapun jumlah izin baru pada tahun pertama atau kedua setelah pilkada di provinsi ini di bawah angka 300.
Penerbitan izin eksploitasi sumber daya alam menjelang pemilihan kepala daerah bisa dipastikan mengundang banyak mudarat. Motifnya mudah ditebak: mencari sumber dana untuk menghadapi pilkada. Jangan heran jika KPK menemukan fakta yang mencemaskan. Hingga Desember 2017 setidaknya ada 2.509 izin eksploitasi sumber daya alam yang tak beres alias tidak clean and clear. Itu belum termasuk 3.078 izin yang sudah mati tapi belum dikembalikan ke pemerintah daerah.
Sejak 2010 komisi antikorupsi telah memenjarakan beberapa gubernur dan bupati yang terlibat suap perizinan tambang dan perkebunan. Tapi masih banyak kepala daerah yang belum tersentuh karena KPK kesulitan menemukan bukti. Itu sebabnya, perlu upaya ekstrakeras untuk membongkar kejahatan ini. Tak cukup mengandalkan operasi tangkap tangan, penyidik KPK perlu menyelidiki secara sistematis korupsi di balik obral perizinan itu.
Presiden Joko Widodo juga perlu mengawasi secara ketat kebijakan perizinan t ambang dan perkebunan. Sesuai dengan prinsip otonomi daerah, pemerintah pusat sebetulnya memegang wewenang perizinan, tapi melimpahkannya ke daerah. Artinya, pemerintah pusat harus tetap mengawasi agar izin pemanfaatan sumber daya alam tidak disalahgunakan atau dijadikan ajang korupsi oleh pemerintah daerah.