TEMPO.CO, Hanoi - Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, mengatakan negara-negara di luar Indocina terlalu kritis terhadap kegiatan politik di kawasan itu. Dia meminta negara-negara di Asia Tenggara dibiarkan untuk menyelesaikan masalah mereka masing-masing.
Baca:
Hun Sen mengatakan ini dalam ajang Forum Ekonomi Dunia di Vietnam terkait kecaman dunia internasional terhadap pelaksanaan pemilu di Kamboja pada Juli 2018 lalu.
Para pengamat internasional, PBB, dan negara-negara Barat menilai pelaksanaan pemilu itu berjalan tidak demokratis karena melarang keikutsertaan partai oposisi CNRP atau Partai Penyelamat Nasional Kamboja.
Pemilu itu dimenangkan oleh Partai Rakyat Kamboja pimpinan Hun Sen dengan menguasai 125 kursi di parlemen.
Baca:
“Negara-negara di luar kawasan selalu menampar kepala kita dan mengatakan apa yang harus dilakukan,” kata Hun Sen dalam panel diskusi pada Rabu, 12 September 2018.
Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, memberikan hak suaranya pada Pemilu Kamboja 2018, Minggu, 29 Juli 2018. Sumber: TEMPO/Suci Sekar
Panel ini diikuti pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, yang bermasalah dalam penanganan genosida terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya, dan pemimpin Vietnam, Laos dan Thailand.
Baca:
“Saya mengangkat isu ini bukan sebagai pesan kepada negara tertentu tapi saya ingin mengatakan negara-negara Sungai Mekong merupakan korban politik. Jadi saya minta kepada pihak di luar kawasan ini yang tidak tahu mengenai isu untuk membiarkan kami menyelesaikan masalah kami.”
Hun Sen, 66 tahun, telah memerintah Kamboja selama 33 tahun dan mendapat perpanjangan masa jabatan lima tahun pada pekan lalu dari parlemen yang dikuasai penuh oleh Partai Rakyat Kamboja. Ini membuatnya menjadi salah satu pemimpin terlama di dunia. Dia bahkan mengaku masih ingin memerintah hingga sepuluh tahun.