TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta keberatan dengan rilis yang dikeluarkan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) tentang jumlah PNS koruptor yang masih aktif bekerja. Alasannya, data yang disampaikan BKN tentang jumlah PNS koruptor di DKI tidak akurat. "Itu salah data, mereka tidak konfirmasi ke kami sama sekali," ujar Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Sulistyowati, Sabtu, 15 September 2018.
Berita sebelumnya: BKN Sebut Pemprov DKI Paling Banyak Pekerjakan PNS Koruptor
Sebelumnya, Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian BKN I Nyoman Arsa menyebutkan pemerintah DKI Jakarta masih mempekerjakan 52 PNS yang terlibat korupsi. Jumlah itu paling banyak dibandingkan dengan pemerintah daerah lain di Indonesia. Posisi kedua ditempati Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang mempekerjakan 33 PNS koruptor.
Sulistyowati mengatakan pemerintah DKI telah mengirimkan surat keberatan kepada BKN. Dia menegaskan tidak ada satu pun PNS koruptor yang masih bekerja di pemerintahan DKI Jakarta.
Menurut Sulistyowati, pada 2018, pemerintah DKI telah memberhentikan delapan PNS yang telah divonis sebagai koruptor oleh pengadilan. Sedangkan hingga Juni lalu, sebanyak tiga pegawai diberhentikan sementara karena diduga terlibat korupsi. Pemberhentian sementara diberikan selama belum ada keputusan pengadilan yang bersifat mengikat.
Adapun pada tahun lalu, jumlah pegawai yang diberhentikan sementara sebanyak 18 orang dan yang diberhentikan dengan tidak hormat 16 orang.
Sulistyowati menjelaskan, pegawai yang diberhentikan sementara masih mendapat 50 persen gaji. Pemberian gaji itu sesuai dengan aturan dari BKN. Menurut dia, pemerintah DKI selalu mengeluarkan SK pemberhentian sementara bagi pegawai yang telah menerima surat penahanan dari penegak hukum.
Simak: Cerita Ahok Soal Adu Ilmu dengan PNS Koruptor
Pemerintah DKI, kata Sulistyowati, justru lebih disiplin menegakkan aturan bagi PNS koruptor ketimbang daerah lain. Bagi pegawai yang terbukti korupsi, tidak akan diberikan peluang untuk berhenti dengan status pensiun. "Walau hukumannya cuma sebulan, kerugian cuma Rp 50 ribu, tetap diberhentikan dengan tidak hormat, sehingga tidak akan menerima uang pensiun," katanya.