TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog dari Universitas Carleton Kanada, Kathryne Dupre, menjelaskan bahwa mengabaikan atau merendahkan bawahan, mengambil kredit atas hasil kerja bawahan, melemparkan kesalahan pada bawahan, menghindari atau mengucilkan seseorang dari tim, merupakan contoh perlakuan intimidatif dan semena-mena. Perlakuan itu berdampak besar terhadap kehidupan karyawan, baik di kantor maupun di rumah.
“Mendapat perlakuan semena-mena dari atasan sangat berkaitan erat dengan performa kerja dan upaya kerja yang rendah, tingkat stres yang lebih tinggi, terganggunya fokus, pengolahan informasi, hingga pengambilan keputusan,” jelas Dupre.
Artikel lain:
Aneka Pijat untuk Mengusir Stres, Mana yang Anda Pilih?
10 Cara Mengatasi Stres
Jangan Stres, Lihat Dampaknya buat Otak dan Tubuhmu
Profesi dengan Tingkat Stress yang Super
Para peneliti juga menemukan kaitan antara pengalaman mendapat perlakuan buruk dan kasar di tempat kerja dengan gaya mengasuh anak yang dilakukan seorang ibu bekerja. Tuntutan pekerjaan dan kewajiban sebagai ibu, ditambah tekanan dari atasan, memicu stres.
Tanpa disadari, para ibu melampiaskan emosi mereka kepada anak di rumah. Ini memicu terjadinya interaksi negatif ibu dan anak, seperti bersikap acuh, membentak, mengintimidasi, bicara kasar, sehingga terbentuk pola asuh yang ketat dan otoriter.
Tim peneliti melakukan survei daring terhadap 146 ibu bekerja dan suami mereka. Para ibu ditanya pengalaman mereka mendapat perlakuan semena-mena dari atasan di tempat kerja dan bagaimana penilaian efektivitas mereka sebagai orang tua di rumah. Sementara suami diminta melaporkan jika melihat perilaku negatif yang ditunjukkan istri.
Hasilnya, perlakuan ketat dan otoriter terhadap anak di rumah menjadi dua hal yang paling banyak dilaporkan para suami dari istri yang mengalami tindakan semena-mena di kantor.