TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara melihat adanya potensi nilai tukar rupiah pada 2019 lebih lemah ketimbang asumsi makro RAPBN 2019. Pemerintah sebelumnya menetapkan nilai tukar rupiah berada di level Rp 14.400 per dolar AS dalam asumsi makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019.
Baca juga: Imbas Sentimen Domestik Negatif Rupiah Diprediksi Melemah
"Bank Indonesia memproyeksikan nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp 14.300-14.700, range tersebut mungkin terjadi," ujar Suahasil dalam rapat bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 18 September 2018.
Belakangan, Suahasil melihat nilai tukar rupiah mengalami tekanan sehingga membuat kurs tersungkur di level Rp 14.850-Rp 14.900 per dolar AS meski secara average year-to-date kurs berada di level Rp 13.998 per dolar AS. Secara rata-rata sepanjang tahun, nilai tukar berada di level Rp 14 ribu -Rp 14.100 per dolar AS sampai Desember 2018.
"Namun seharusnya tekanan tahun depan tidak sebesar tahun ini, sehingga kami tetapkan nilai tukar di Rp 14.400 per dolar AS," kata Suahasil.
Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, kurs menyentuh level Rp 14.908 per dolar AS pada Selasa.
Angka tersebut menunjukkan nilai tukar rupiah mengalami pelemahan sebanyak 49 poin ketimbang Senin, 17 September 2018, yakni Rp 14.859 per dolar AS. Sedangkan berdasarkan RTI Business hari ini pukul 11.14 WIB, kurs mencapai level Rp 14.921 per dolar AS.
Suahasil mengatakan penetapan asumsi nilai tukar sejatinya dipengaruhi oleh kondisi global. "Kondisi global kita rasakan sekali indeks dolar AS meningkat signifikan karena ekonomi AS meningkat. Dolar dikejar orang, dolar kembali ke AS," katanya.
Dampaknya, pertumbuhan global yang kini bertengger di level 3,9 persen berpotensi melemah. Menurut Suahasil, berdasarkan sejumlah laporan, pertumbuhan ekonomi berpotensi menurun ke level 3,7-3,8 persen. "Itulah faktor risiko yang akan dihadapi," ujarnya. Di samping itu, adanya tekanan dari kebijakan Amerika Serikat dan Cina, serta dampak perang dagang, bisa mempengaruhi nilai tukar rupiah. "Ketegangan politik dan iklim juga mempengaruhi."