TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo menantang Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Mulyono untuk menggelar nonton bareng film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI. Namun, tantangan ini lebih banyak dia tujukan kepada KSAD Mulyono.
Baca: TNI AD Gelar Nonton Bareng Film Pengkhianatan G30S/PKI
Gatot menyebut KSAD sebagai penakut seumpama tak berani mengintruksikan pemutaran kembali film besutan sutradara Arifin C Noer itu. Dia juga mempertanyakan bagaimana KSAD mau memimpin prajurit pemberani seperti Komando Strategis Angkatan Darat, Komando Pasukan Khusus, prajurit TNI AD jika tak berani memerintahkan nobar tersebut.
"Kok KSAD-nya penakut, ya sudah pantas lepas pangkat," kata Gatot melalui akun Twitternya, @Nurmantyo_Gatot pada Kamis, 20 September 2018. Saat dikonfirmasi melalui pesan, Gatot mempersilakan cuitannya itu untuk dikutip.
Cuitan Mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo. twitter.com
Gatot melanjutkan tantangannya kepada juniornya di matra darat itu. Dia mengatakan tak akan ada hukuman mati bagi KSAD seumpama mengeluarkan instruksi nobar itu. Menurut Gatot, hukuman terberat yang mungkin ditimpakan atas instruksi itu adalah copot jabatan, bukan copot nyawa atau hukuman mati. Gatot pun mempersilakan KSAD untuk pulang ke kampung halaman saja jika merasa takut mengeluarkan perintah tersebut.
Baca: 6 Fakta Tentang Film G 30 S PKI yang Wajib Diketahui
"Kalau takut, pulang kampung saja. Karena kasihan nanti prajuritnya disamakan dengan pemimpin takut," ujarnya.
Menurut dia, sikap KSAD itu bisa menjatuhkan citra dan harga diri prajurit TNI AD yang terkenal pemberani dan super nekat. Di akhir cuitanya, Gatot menyampaikan keyakinannya bahwa KSAD bukan seorang penakut.
"Tapi saya yakin KSAD dan Panglima TNI bukan tipe penakut. Kita lihat saja pelaksanaannya," kata dia.
Di masa-masa akhir jabatannya sebagai panglima, Gatot memang menginstruksikan film itu diputar ulang dan ditonton oleh jaringan TNI di seluruh daerah pada 30 September 2017. Instruksi itu menuai kontroversi. Kalangan pegiat HAM menentang sebab menilai film G30S itu merupakan narasi sejarah versi Orde Baru yang mengglorifikasi militer dan menyudutkan orang-orang yang dituduh anggota atau berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia.
Baca juga: Tiga Tokoh di Balik Penghentian Pemutaran Film G 30 S PKI
Di sisi lain, aparat negara kerap melarang pemutaran film-film yang menampilkan narasi lain dari peristiwa 30 September 1965 silam. Semisal pemutaran film "Jagal" yang berangkat dari sudut pandang seseorang yang ditugasi membunuh orang-orang yang dianggap PKI. Atau film "Senyap" yang menarasikan pengalaman seorang penyintas yang anggota keluarganya dibunuh lantaran dituduh PKI.
"Kalau pemerintah hanya mau nonton film ini (G30S), berarti pemerintah hanya mau masyarakat menonton film ini. Jangan kemudian melarang versi lain, itu kan ambigu," kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani di Jakarta, Rabu, 20 September 2017.